Sabtu, 25 Januari 2014

Children Record IV


Rekaman Anak-Anak IV

Neraka.

Ada berbagai macam hal yang bisa kusebutkan untuk mendeskripsikan perjalanan ini, tapi menurutku kata itulah yang paling pas.

"Shintaro, sampai kapan kau akan terus berbaring di situ?"

Sambil meminum sport drink  yang ia beli di jalan, Kido mengatakan ini kepadaku yang tergeletak di tanah, tak berdaya.

"Biarkan aku istirahat......Rasanya aku mau mati."

Aroma segar musim panas dari rerumputan yang kutiduri menghampiri indra penciumanku. Naungan dari pohon-pohon juga menambahkan daya tariknya.

"Rumputnya bau banget..."

"Aku tidak ingin mendengar itu dari seseorang yang bau muntah. Ugh, kau bilang kau minum banyak soda untuk ‘menghindari kejang karena panas’. Hah, lihat hasilnya sekarang."

Luka baru dari hatiku berdenyut menyakitkan saat mendengar jawaban tajam Kido.

Meskipun sudah diberi tahu, untuk orang yang mencintai soda, itu sudah seperti sebuah keperluan sehari-hari untuk hidupku. Sudah terlihat jelas kalau aku bergantung pada soda untuk persediaan airku.

Biarpun tadi aku memuntahkan semuanya pada semak-semak.

"Ja-jangan katakan seperti itu! Peka sedikit kenapa?!"

"Hmph, maaf. Ngomong-ngomong, aku tidak terlalu memperhatikannya tadi, tapi sepertinya kita menghabiskan banyak waktu."

Kami memakan waktu sekitar satu jam menaiki kereta dari stasiun dekat markas.

Setelah itu, kami akan berjalan selama dua setengah jam. Itu termasuk perjalanan yang sangat keras, cukup untuk membunuh seorang NEET.

Jadi tentu saja aku akan muntah satu atau dua kali .

Tidak ada yang salah denganku atau sodaku. Semuanya salah musim panas.

Yah, biarpun ini semua salah musim panas......

"Hei, Kido. Aku tahu bahwa ini pinjaman, tapi, apa tidak ada pakaian hiking yang sedikit lebih menarik daripada ini? "

Aku berkata sambil menunjuk ke pakaian mendaki yang aku kenakan.

"Kau sendiri yang bilang kau tidak ingin jersimu kotor. Aku tidak tahu baju apalagi yang lebih cocok untuk hiking daripada ini. "

Kido menjawab, dan duduk di samping tangan kananku yang terulur.

Meski begitu, siapapun tidak akan bisa mengenakan pakaian setebal ini saat pertengahan musim panas, iyakan?

Paling tidak, beberapa pakaian tipis akan lebih ......

Kupikir. Namun aku baru ingat kalau pakaian ini dipilihkan oleh orang yang masih mengenakan parka lengan panjang seperti biasanya, jadi apapun yang kukatakan pasti tidak berguna.

" ...... Pokoknya, Marry benar-benar tinggal di tempat yang gila. Aku hampir bisa mengatakan di sini kosong melompong. Bagaimana dia makan kalau tempatnya sekosong ini?"

"Aku memikirkan hal yang serupa, dan mencoba bertanya kepadanya tentang hal itu, tapi ...... Tidak, itu tidak mungkin . "

Kido mengatakan ini, dan merangkul kepalanya dengan tangannya. Aku bisa dengan mudah menebak bahwa dia telah menerima beberapa jawaban yang luar biasa dari Marry.

"Kalau begitu, apakah maksudmu adalah...... "

"Ya , sepertinya dia tidak makan. Dia memang minum sih. Tapi ketika kami pertama kali membawanya kembali ke markas, aku ingat dia terkejut saat melihat makanan biasa ...... "

Marry akhirnya benar-benar menjadi sebuah misteri. Dia tidak makan apa-apa di tempat seperti ini, dan telah tinggal selama lebih dari seratus tahun. Dia penuh misteri .

"Gara-gara ini aku jadi berpikir Marry adalah penyihir abadi atau semacamnya. Tinggal di gunung, tidak makan, yah.. yang seperti itulah."

"Tadi aku juga berpikir seperti itu. Yah, kurasa ini karena panasnya. "

Kami sedang berada di tengah-tengah hutan yang lebat.

Yah, rumah Marry ada pada akhir jalan yang sangat rumit dan penuh kelokan sampai-sampai aku tidak tahu apakah kami berada ditengah atau tidak.

Kido dan aku berbincang-bincang di depan rumah Marry sambil melindungi kepala kami dari matahari.

“Jadi, apa yang akan kita lakukan.  Kita tidak bisa melakukan  apa-apa sampai kita masuk ke dalam.”

“Mau bagaimana lagi, Marry menyuruh kita untuk menunggu di luar selagi dia membersihkan bagian dalam rumahnya, kan?”

Pada situasi yang sangat aneh ini, bagaimana bisa aku berpikir bahwa ini seperti diundang ke dalam rumah gadis untuk bersenang-senang?

Biasanya, hatiku akan berdegub kencang karenanya, namun jujur saja, aku bahkan tidak punya semangat untuk hal itu.

Pada saat aku berpikir kalau aku akan tidur siang sambil menunggu Marry, wajah Konoha muncul dari pandanganku ketika dia menunduk melihatku.

“Ada apa?”

“Ah, um……”

Saat kami meninggalkan markas, kami membuat Konoha membawa ransel raksasa, jaga-jaga kalau-kalau kami menemukan sesuatu yang ingin kami bawa pulang, tapi karena Marry membeli berbagai macam minuman di saat perjalanan tadi dan meletakkannya di dalam ransel tersebut,  dia benar-benar jadi tukang angkat barang.

Kalau mengingat tingkah pemuda ini kemarin, berlari sambil menggendongku dan melompat sejauh aku-tidak-ingin-tahu-berapa-meter, hal seperti ini tidak ada apa-apanya. Biarpun aku agak merasa bersalah.

“Um, anu, itu.....”

Konoha mengeluarkan minuman dari tasnya dan memberikannya kepadaku.

“Kamu sepertinya tidak terlalu sehat tadi, jadi aku berpikir apakah kamu baik-baik saja atau tidak.”

Karena kebaikannya yang tiba-tiba, aku bereaksi lambat. Setelah sadar bahwa ini adalah cara Konoha menunjukkan sikap baiknya, aku menerima minuman itu dengan senang.

“Makasih. Kalau kau mau, minumlah sesuatu dari dalam tas itu juga.”

Setelah mengatakan ini, Kido menunjuk kediriku dan menambahkan, “Kalau kau minum kebanyakan nanti kau bisa jadi seperti dia, hati-hati yah.”

“Aaaaahh! Biarkanlah aku istirahat! Tadi kan sudah kubilang, peka sedikit tentang perasan orang, termasuk aku!

“Oh, kau bilang begitu? Maaf deh.” Denagn datarnya Kido mengucapkan itu sambil menepuk pundakku.

Benar-benar perlakuan yang buruk. Padahal NEET itu makhluk yang lemah tak berdaya, jadi kesehatannya akan menurun jika dihadapkan kepada hal yang meyakitkan, sekecil apapun. Tidak bisakah dia memperlakukanku lebih lembut?

Saat kami membuat berbagai macam keributan, pintu depan rumah Marry tiba-tiba terbuka.

“Ma-maaf menunggu lama. Kalian bisa masuk sekarang!”

Marry hanya mengeluarkan kepalanya dari celah pintu, dan dengan suara klank dari kunci yang selalu dibawa Marry di lehernya, dia kembali masuk ke dalam.

Baiklah, ayo kita masuk.”

Sambil mengatakan ini, aku dan Kido berdiri dan lalu merenggangkan diri.

“Semoga kita bisa menemukan sesuatu yang baru.”

Tujuannya kami kali ini adalah untuk mencari tahu tentang misteri kemampuan mata, juga tentang keluarga Marry. Kami juga mengatakan akan lebih baik lagi jika kami bisa menemukan informasi tentang ‘dunia lain’.

Paling tidak, jika kami bisa mengetahui lebih banyak tentang keluarga Marry, itu bisa menjelaskan berbagai hal yang masih belum kami ketahui.

“Kira-kira bisa tidak yah kita menemukan dimana Hiyori berada?”

Tepat disaat aku meletakkan tanganku pada gagang pintu untuk mendorongnya masuk, Konoha diam-diam menggumamkan itu disampingku.

“Hm... Kita tidak memiliki informasi yang cukup untuk mengetahui itu, jadi susah untuk memastikannya... paling tidak, kita akan tetap mencari semacam petunjuk untuk hal itu. Yah, mula-mula mari kita cari dulu.”

Mengatakan ini, aku menepuk punggung Konoha, dan dia menjawab dengan anggukan.

“Permisi~.....oh...huaaah......”

Saat aku akhirnya membuka pintu depan, aku melihat dalamnya sudah seperti rumah boneka berukuran besar.

Ruangannya dikelilingi oleh rak buku yang dipenuhi dengan buku-buku tua.

“Ini ruangan yang sangat bagus.”

Kataku bersamaan aku melihat sekeliling, dan entahlah apa karena dia senang atau malu, Marry menatap lantai dengan segan.

“Kakek membuat rumah ini. Itu yang dikatakan ibuku.”

“Kakekmu, sendirian saja!? Itu tidak mungkin. Iyakan, Kido?”

Aku melihat ke Kido, yang datang setelah aku, tapi Kido sedang melihat sekeliling ruangan dengan ekspresi yang terpukau, seperti dia tidak pernah melihat yang seperti ini sebelumnya.

“......bukannya katamu kau sudah pernah ke sini sebelumnya?”

“Tidak, sebelumnya aku tidak masuk ke dalam! Ngomong-ngomong, ini ruangan yang sangat indah, Marry.....aku iri.....”

Setelah Kido bereaksi sebagus mungkin, Marry menjawab dengan malu-malu, “Ehehe, makasih.”

Dia lalu duduk pada kursi dekat jendela dan mengatakan, “Sudah lama sekali yah....” sambil melihat keluar.

“Shintaro, jujur aku benar-benar ingin tinggal disini.”

Kido berbalik ke arahku dan menyatakan hal ini.

“Bu-bukannya agak sulit untuk hidup disini?”

Setelah aku mengatakan ini, Kido mulai berbisik berbagai hal seperti, “Iya sih, tapi.....” dan “Makanan juga....bagaimana cara mencarinya.....?”

Di sisi lain, Konoha yang berwajah serius sepertinya sedang mencari sesuatu yang mungkin bisa digunakan untuk mencari gadis bernama ‘Hiyori’, di rak buku.

Pemuda itu benar-benar serius dalam hal ini, tidak seperti Danchou.

Bersamaan aku memperhatikannya, tanpa diduga Konoha meraih tangannya ke sebuah buku. Apakah dia menemukan sesuatu?

Tiba-tiba, Konoha berbalik ke arah Marry dan memanggilnya.

“Bi-bisakah aku melihat buku ini?”

“Huh? Tentu, aku tidak keberatan.”

“Terima kasih!”

Setelah dia mengatakan ini, Konoha mengambil buku itu dan mulai membalik halaman demi halaman. Wajahnya sangatlah serius, berbeda dengan yang biasanya.

“H-hei. Apakah kau menemukan sesuatu?”

Bahkan di saat aku bertanya kepadanya, Konoha tidak mempedulikanku dan membalik halaman demi halaman, dia sepertinya sangat asyik membaca buku itu.

Penasaran dengan apa yang membuatnya seperti itu, aku berjalan ke sampingnya. Saat aku melihat lembar halaman yang telah dibuka Konoha, aku mengerti kenapa dia seserius itu.

“H-hei, bukankah ini.....”

“Ya, aku juga terkejut.”

Pada lembar halaman yang di buka itu terdapat sebuah gambar naga yang sangat besar. Ada komentar berbahasa Inggris yang ditulis melengkung disampingnya, tapi Konoha lebih fokus terhadap gambar naganya.

“.......kerennya.”

Pundakku jatuh dengan berat. Aku salah telah berharap dia bisa menemukan sesuatu yang berguna.

Yah, pada awalnya, tidak mungkin kita bisa menemukan sesuatu yang penting begitu saja. Aku merasa sangat tolol telah menjadi bersemangat biarpun aku tau tentang hal ini.

Aku dan mood-ku merosot, dan sekarang, Kido menepuk pundakku.

“Shintaro, aku menemukan sesuatu yang gila.”

Kebingungan dengan apakah yang akan muncul sekarang, aku berbalik dan melihat Kido memegang sesuatu yang seperti buku gambar.

Di kovernya, tertulis dengan huruf yang tebal dan hitam, kata ‘Rahasia’.

“Hei, bukankah ini......”

“Ya, sepertinya ini adalah sesuatu yang berbahaya.....”

Kata Kido, dan perlahan mulai membuka kover buku itu.

Pada halaman pertama terdapat sebuah gambar orisinil seorang gadis, yang kurasa adalah Marry, berlari-lari dengan pedang ditangannya.

Apakah dia pahlawan dari suatu kerajaan? Tapi kalau dinilai dari mahkota yang dia kenakan, mungkin dia juga seorang bangsawan.

Kami membalik halamannya.

Sekarang, ada gambar Marry yang menaiki makhluk berkaki besar yang terlihat seperti naga atau kadal.

Apakah dia mencoba menusuk naga atau sesuatu itu?

Marry mempunyai pedang di tangannya, tapi mungkin dia sedang disihir. Biarpun dia seharusnya sedang di tengah-tengah pertarungan, Marry yang tangguh terlihat hebat dengan senyuman besar di wajahnya.

Kami kembali membalik halamannya.

Pada halaman selanjutnya, terdapat Marry yang menari-nari dengan riang.

Apakah ini semacam pesta setelah dia mengalahkan naga atau apalah itu?

Tapi jika dilihat baik-baik, naganya juga menari-nari, biarpun dia telah ditusuk oleh pedang. Sehebat apa kemampuan negosiasinya sampai-sampai mereka sudah bisa berbaikan?

“Kyaaaaah! Jangan liat itu—!”

Pada waktu Marry, yang sedari tadi menatap keluat jendela, menyadari bahwa kami telah membaca buku ini, wajah Marry menjadi merah terang dan dia melompat dari kursinya.

Maaf…… Marry…… Heh, hehe……”

Sepertinya Kido sangat terhibur dengan petualangan bergambar tadi sampai-sampai dia hampir pingsan sambil memegang perutnya karena tertawa.

“I-ini cuma corat-coret! Jadi, jadi....... Aaahh! Ini sangat memalukan!”

Marry berteriak sambil memegang wajahnya dengan kedua tangannya. Mungkin ini hanya imajinasiku saja, tapi aku melihat rambutnya sedikit bergetar.

“Kau benar-benar protagonis yang hebat, kurasa tidak ada yang bisa menandingimu.”

Kataku dengan santai, yang malah membuat Kido tertawa lebih keras.

Marry kembali berteriak karena malu.

Bisa membuka masa lalu yang luar biasa ini, kami sungguh hebat.

Memang sekarang ini sulit bagi Marry, tapi pada waktu yang sama, aku berharap dia akan tumbuh karena ini.

Kido duduk di kursi dan mulai mengatur napasnya kembali.

Namun, dia terus tertawa kecil setiap kali dia mengingat itu kembali, membuat Marry terus memohon ke Kido, “Cukuuuuup.”

“Hei, Marry. Apakah ada sesuatu seperti diari atau semacamnya di sekitar sini?”

Aku menanyakan Marry ini karena kupikir kami harus segera melakukan pencarian dengan lebih serius, dan kemudian dia berbalik ke arahku dan melotot kepadaku.

“Aku tidak punya sesuatu yang lebih aneh daripada ini.....!”

“Ahhhh, bukan, bukan kau! Maksudku adalah apakah mungkin ada sebuah diari yang dimiliki oleh ibumu atau semacamnya-Aku hanya berpikir dia mungkin menuliskan sesuatu yang penting di suatu tempat.”

Aku menjelaskan dengan terburu-buru dan lalu Marry berhenti melototiku.

“Hmm…… Ah, kurasa ibu ada menulis sebuah diari……”

Benarkah!? Dimana diari itu?”

Selesai aku menanyakan ini, Marry mulai berpikir, “Aku ingat kalau ibu sangat menghargai diarinya tersebut, tapi.....dimana yah ibu menyimpannya?”

“Um, di atas rak buku.....?”

“Di sekitar rak buku, kan!? Apakah kau dengar itu, Konoha!?”

Konoha menjawab, “Y-ya!” dan mulai mencari di atas tiap rak buku.

Namun, dia tidak bisa menemukan diari apapun.

Bersamaan Konoha sampai di atas rak buku terakhir, dia memangatakan, “Tidak ada disini~”

“Bukan di atas rak buku......”

“Hei! Sepertinya bukan di situ tempatnya! Konoha!”

Konoha menjawab, “O-oke!” dan berhenti mencari.

“Um…… di taman……”

“Konoha! Di taman!”

Konoha menjawab, “Oke!” dan meloncat keluar dari pintu depan.

“…… atau bukan.”

Sudah kuduga bukan di taman. Maaf, Konoha. Aku akan mentraktirmu minuman nanti.

Biarpun Marry mengangguk-ngangguk sambil berpikir dan mengatakan kemungkinan-kemungkinan yang dia dapat. Kurasa masih ada satu tempat lagi dimana diari itu mungkin berada.

“Marry, kalung yang ada di lehermu itu—itu kunci untuk rumah ini, kan?”

“Hm? Iya, kamu benar. Sebelumnya ini milik ibuku sih......”

Marry mengangkat kalungnya dan kuncinya membuat suara klink-klink

Fakta bahwa kunci itu bisa bersuara karena sebenarnya ada dua buah kunci.

Yang satu lebih kecil dari kunci untuk masuk rumah ini. Kami hanya bisa melihat satu pintu masuk dan kurasa itu bukan kunci serep.

Mudah sekali, saat aku melihat sekeliling ruangan ini, satu-satunya furnitur yang mempunyai lubang kunci hanyah meja kecil yang di letakkan di tengah-tengah rak buku.

“Kunci yang satunya itu, bukankah itu untuk meja yang disana? Mungkin saja diarinya berada di laci meja itu....”

Tidak, tidak mungkin.

Mengesampingkan Marry, seandainya diari itu benar-benar berada di tempat yang sangat jelas, kami tidak akan berpikir sekeras ini sekarang.

Diarinya tidak mungkin berada di meja itu

Tapi jika tidak, dimana.......

“Huh?”

Setelah mendengar perkataanku, Marry bolak-balik melihat antara kunci yang dia pegang dan meja kecil beberapa kali, lalu membuat ekspresi terkejut.

“Aku tidak menyadarinya sama sekali....”

“Apa.....”

Ahh, apa saja yang dia lakukan selama seratus tahun.....? Aku mulai memikirkan itu, tapi aku mengingat kalau dia adalah orang yang akan menari dengan naga yang baru saja dia tusuk sampai mati.

Pasti dia memiliki pemikiran yang tidak akan pernah bisa kumengerti. Merasa sedikit kecewa, aku melihat keluar jendela, dan dalam waktu yang hanya beberapa detik, aku melihat sosok putih berlari.

Saat aku berpikir lebih baik memanggilnya ke dalam, Marry menggenggam kuncinya dan menuju meja kecil itu.

“......Kubiarkan saja dia untuk sementara waktu.”

Maaf, Konoha. Ada batasannya sih, tapi aku pasti akan mentraktirmu makan lain kali.

Bersamaan aku memikirkan ini dengan santai, Kido akhirnya menenangkan dirinya kembali

“…… heh. Maaf yah, Shintaro. Tapi aku tidak apa-apa sekarang.”

‘Ya, tapi kami hampir selesai disini’, kubisikkan itu ke diriku sendiri.

Kido sepertinya telah sembuh dari tawa tanpa hentinya.

Biarpun dia terlihat agak lelah.

“Aku juga berpikir kalau meja itu terlihat mencurigakan. Kerja bagus, Shintaro.”

Apa yang dia katakan? Apakah cuma aku disini yang merasa dia tidak melakukan apa-apa selain tertawa?

“......yah, semoga kita bisa mendapatkan sesuatu dari isi diari tersebut.”

Paling tidak, kami bisa menemukan sesuatu tentang Marry yang tidak bisa dia jelaskan sendiri kepada kami.

Mungkin itu juga bisa menjadi sesuatu yang berhubungan dengan kemampuan mata.....atau ‘dunia lain.’

Aku mempunyai harapan yang tinggi.

Terserah saja apa yang berada dalam diari itu. Bahkan biarpun itu adalah sesuatu yang sangat kecil, jika itu bisa menjadi kunci yang menghubungkan semuanya.

“Shintaro! Aku menemukannya!”

Marry mengatakan ini sambil membawa buku biru tua yang terlihat seperti kamus.

Untuk sebuah diari, buku itu benar-benar tebal.

Marry kembali berjalan ke meja dan meletakkannya di atasnya dengan suara halus thud. Itu seperti sebuah buku mantra yang biasa kau lihat di RPG atau semacamnya, dan jika dilihat dari dekat, diari itu mengeluarkan aura gelap.

Berapa lama ini sudah digunakan?

Jika ada sesuatu yang dituliskan tentang Marry, paling tidak ada sekitar dua ratus tahunan yang mungkin dituliskan disitu. Tiba-tiba aku mendengar suarau pintu dibuka, dan saat aku berbalik, Konoha datang terhuyung-huyung.

“Ma-maaf.....aku tidak bisa menemukannya.”

Semuanya diam. Seandainya aku bisa mendengar suara hati nuraniku, pasti sekarang sedang terjadi ledakan besar.

“Ah, uh, soal itu……”

Aku mulai menjadi gagap, namun pandangan Konoha jatuh ke diari yang berada di meja.

Aku kembali merasa gugup.

“Oh, kau menemukannya. Syukurlah.....”

Konoha benar-benar terlihat bersyukut saat dia mengatakan ini.

Ahh, dia benar-benar orang yang baik.....

Tapi pada waktu yang sama aku merasa bersalah. Aku pasti akan mentraktirnya makan.

“Yah, kami menemukannya, tapi, uh, Marry....sebelum aku membacanya, kurasa kau harus melihatnya terlebih dahulu.”

Sudah kuduga, tidak nyaman rasanya jika ada seseorang tiba-tiba melihat sesuatu yang pribadi milik keluargamu.

Namun, Marry hanya menjawab, “Jika ini bisa sedikit mengurangi kesedihan semuanya, tidak apa-apa.”

Kesedihan semuanya. Semua yang telah dilalui setiap anggota geng ini.

Kami mungkin tidakkan bisa mendapatkan kembali kebahagian kami hanya dengan mengetahuinya.

Tapi, jika kami bisa menemukan cara untuk lanjut ke depan dengan mengetahuinya, kami harus menemukan kebenarannya.

“Baiklah kalau begitu. Mari kita mulai membaca ini.”

Tidak ada yang tertuliskan di depan kover buku harian yang sangat tebal ini, yang ada hanya warna biru laut yang dalam.

Ketiga orang yang berada di sini mengerumuniku untuk membaca diari ini bersama-sama.

Memegangnya dengan cara yang bisa membiarkan kami semua membacanya, aku akhirnya membuka kover depannya.
Isi dari diari ini adalah sesuatu yang kami—yang diberkahi dengan hidup sebagai manusia ‘normal’, seharusnya tidak pernah tahu.

Sangat dalam dan sangat menyedihkan.

Di dalamnya adalah kehidupan yang sungguh ajaib, kehidupan seseorang yang terus menyayangi orang lain.

Sampai sekarang pun, aku masih tidak bisa melupakan perasaanku saat membalik lembaran-lembaran itu.

Aku juga yakin aku tidak akan pernah melupakannya.

Pada waktu itu, saat aku membuka kovernya, aku, yang tidak mempunyai alasan apapun untuk mengetahui kejadian yang akan muncul, hanya bisa mengatakan nama yang dituliskan disitu

“Azami”

2 komentar: