Kabut Panas Memusingkan II
Di kereta yang berguncang, dari jendela
yang sedikit terbuka berhembus angin kencang yang agak dingin tapi masih
nyaman.
Pemandangan yang terlihat dari jendela bukan lagi gunung-gunung seperti biasanya, melainkan benda abu-abu besar yang seperti penyongkong perkembangan masayarakat.
Pemandangan yang terlihat dari jendela bukan lagi gunung-gunung seperti biasanya, melainkan benda abu-abu besar yang seperti penyongkong perkembangan masayarakat.
"Yaaaah… Ini bagus. Dikit."
Aku tidak bisa menahan diri untuk
mengomentari hal ini. Yah, bukan salahku kan melakukan itu, aku tidak pernah
mengalami liburan musim panas yang mengasyikkan ini.
Dunia di luar desa dimana aku
dibesarkan, lebih baik dan indah daripada apa yang kuduga.
Pemandangan-pemandangan yang cuma bisa
kulihat di TV, sekarang bisa kulihat dengan jelas di balik jendela ini. Mereka
tersusun rapi seperti telah diletakkan di lemari, membuatku menjadi heran.
Dan yang paling penting adalah
keberadaan orang yang membuat hatiku berdebar dengan kencang ada tepat di
depanku.
“Menjijikkan. Apa bagusnya pemandangan
seperti ini. Ada sesuatu yang salah di kepalamu ya?”
"Ehehehe. Habis, bukannya kau
merasa kagum dengan hal seperti ini? UWAHH! Gedung itu BESAR SEKALI! Hei,
Hiyori kau liat itu?!"
"Ah~ menjengkelkan, benar-benar
menjengkelkan. Dulu aku juga menanti-nanti melihat itu, tapi sekarang aku sudah
bosan melihat hal-hal seperti itu.”
Di arah seberang tempat dudukku, Hiyori
dengan sikapnya yang dingin seperti biasa melihat keluar jendela sama
sepertiku.
Ahh, aku jadi ingin mengambil foto
pemandangan ini.
Sebelum aku pergi, aku sujud dan memohon
kepada ayahku untuk meminjamkan kamera SLR ini.
Aku merasa mendengar benda kecil yang
ada di bawah kursi ini berbisik “Hei, sudah waktunya bagiku untuk beraksi,
kan?”
Pada waktu apapun, asalkan itu Hiyori
semua foto akan menjadi gambar yang indah.
“Aku benar-benar menantikannya. Ngomong-ngomong,
aku punya banyaaaak sekali tempat yang ingin kutuju. Jadi! Yang mana yang kita
kunjungi duluan?!”
“Kunjungi duluan kah....Bukannya
berbelanja di jalanan sekitar saja sudah bagus? Karena pemandangan seperti ini
sudah membuatmu senang kurasa kamu akan puas hanya dengan itu.”
Hiyori menyarankan itu tanpa melihatku
sama sekali dan hanya melihat ke arah pemadangan yang ‘membosankan’ katanya.
“Apakah, apakah kita akan pergi
bersama....?”
“Huh? Kenapa aku harus ikut denganmu?
Kalau aku enggak pergi kamu bisa saja pergi sendiri.”
"Ah, em……."
Dan seperti biasanya aku tidak bisa
menarik perhatian Hiyori, pembicaraannya hanya terhenti begitu saja.
Malam setelah berbicara dengan Hiyori
ditelepon, aku yang masih salah paham dengan hubungan kami mencoba untuk
menyambutnya pagi ini di koridor sekolah “Selamat Pagi! Cuaca hari ini bagus
yah!” dan tidak dipedulikan, aku hanya menjadi bahan tertawaan semua orang.
Akhirnya aku mengerti dimana aku berdiri.
Benar juga, Hiyori tidak memilihku
karena sesuatu yang spesial, hanya saja karena aku ‘terlihat mudah untuk
disuruh-suruh’.
Dan karena itu jugalah, kami tidak
pernah berbicara satu sama lain di sekolah. Waktu sebelum kami berangkat hari
ini, satu-satunya cara untuk berbicara dengan Hiyori adalah telpon darinya yang
tidak beraturan datangnya.
Itulah kejamnya kenyataan.
Tentu saja untuk mencegah telpon dari
Hiyori diangkat orang lain aku terus duduk di koridor rumahku dan menunggu.
Biarpun ada seminggu dia tidak menelpon
sama sekali, ada juga saat dimana dia menelpon sehari dua kali.
Biarpun semua telponnya isinya cuma
tentang tanggapan-tanggapannya, aku telah melekatkannya erat-erat ke dalam
otakku, sampai-sampai saat aku menutup mataku aku dapat mengingat semuanya.
Perjuanganku untuk mendapat izin sangatlah
berat dan sulit. Jika harus dijelaskan, akan menjadi cerita yang sangat
panjang.
Bahkan ibuku yang biasanya menjadi orang
pertama yang khawatir denganku pada akhirnya hanya berkata “Ini benar-benar
sulit untukmu.” dan membuatkanku segelas teh. Tidak adakah orang yang bisa
mengerti...
Sampai-sampai untuk membuat orang tua
yang seperti itu menerimanya, aku telah memberikan banyak usaha untuk ini.
Malam pertama saat aku mengatakan pada
ayahku, “Aku ingin pergi ke kota untuk liburan musim panas.” aku langsung
dikunci di luar rumah, gemetaran mendengar suara anjing liar yang melolong dan
perasaan mengerikan yang merayap ke diriku.
Aku lalu berpikir, “Tidak bisa. Aku
harus memberi alasan yang bagus.” dan aku berpikir ‘ikut les tambahan liburan
musim panas’ adalah alasan yang jenius, dan aku kembali menantang orang tuaku.
Tetapi orang tuaku hanya berkata, “Kalau
mau belajar belajar saja di rumah.” dan sekali lagi aku dilempar ke alam luar,
dan dengan pasrah menerima serangan dari para rakun.
Kemudian aku berpikir keras. Aku mencari
berbagai info dan akhirnya aku mendapatkan alasan yang sangat sangat hebat. “Di
seluruh Jepang cuma ada sekolah satu-satunya dimana aku bisa belajar tradisi
India yang aku tidak tau banyak, dan karena bukunya hanya dijual di situ, aku
harus pergi.”
Terakhir kali aku bernegosiasi dengan
orangtuaku sampai jam 3 malam, dan untuk meyakinkan ayahku yang keras kepala
aku bahkan berkata, “AKU TIDAK BISA MELIHAT APA-APA SELAIN INDIA.” dan “JIKA
KAU MAU MENGHENTIKANKU KAU HARUS MENGHILANGKAN SELURUH INDIA DULU” dan setelah
berbagai macam perkataan yang gila level maksimal lainnya ayahku berkata, “Aku
telah salah mengajarimu.” dan AKHIRNYA setuju untuk membiarkanku pergi ke kota.
Jadi sekarang aku adalah ‘anak lelaki
yang mempunyai rasa penasaran yang tidak biasa untuk mencari tau tentang
tradisi di India yang dia tidak tau sama sekali.’ dengan status hubungan yang
setengah hancur dengan orang tuaku, aku berada disini sekarang.
Aku sendirilah yang memulai semua
penurunan harga-diri yang tak masuk akal ini, tapi yang paling membuatku
terkejut adalah Hiyori.
Tapi terlalu memalukan kalau aku
mengatakan aku melakukan semua ini karena Hiyori.
Aku sudah siap dianggap rendahan oleh
Hiyori dan memberitahunya, “Belum lama ini aku mempunyai keinginan untuk
mempelajari tradisi India dari masyarakat yang profesional, jadi orangtuaku
menyetujuinya.” tapi Hiyori malah berkata, “Itu bagus. Aku suka mencari tau
tentang sesuatu juga.” itu adalah jawaban terbagus yang pernah kudapat dari
dia.
Dia benar-benar mempunyai hobi untuk
hal-hal yang tidak diduga seperti ini ya. Semua pengorbananku sampai sekarang
telah cukup, aku akan terus-menerus mengingat kutipan Hiyori itu.
Tentu saja aku telah merekam bagian
dimana dia berkata “Aku suka”, dan akan kusimpan ke dalam ‘Boneka Suara Hiyori’
yang sudah jadi, yang akan menjaga kamarku selama aku tidak ada.
Tenggelam ke dalam ingatanku, tanpa
kusadari kereta apinya telah mendekat dengan peron yang besar.
Peron itu penuh, seperti ada event yang
akan diadakan disana.
“Ah, cepatlah, kita akan pergi ke
pemberhentian selanjutnya, Hibiya.”
"Eh?! Ah, ya!"
Jawabku, dan aku pun berdiri dari tempat
dudukku.
Akhirnya setelah aku mengeluarkan
barang-barang Hiyori yang sangat banyak dari tempat menaruh barang-barang di atas
kursi, aku membawa ranselku yang sudah jelas lebih kecil dari barang-barang itu
dan langsung bersiap.
“Oke! Kita akan keluar sebentar lagi.”
Keretanya tiba-tiba melambat dan tenaga
inersia tiba-tiba datang dari kakiku.
Agar tidak jatuh aku berusaha berdiri
dengan tegap, tetapi saat keretanya berhenti inersianya langsung menghilang dan
badanku tiba-tiba jatuh ke arah kebalikannya.
"Uwahh…"
"Huh, apa yang kamu lakukan.
Cepatlah, kita pergi sekarang."
Hiyori melihatku dan meghela napas, lalu
dia berdiri dengan rapi dan berjalan ke pintu.
"U-uwahh tunggu....tunggu
aku!"
Aku bergegas membawa barang-barang
Hiyori dan berjalan ke arah pintu.
Sejak pintu itu terbuka sampai aku
keluar, dunia yang kulihat adalah kerumunan orang yang sangat banyak berbaur dalam
keramaian hingga mengeluarkan tekanan yang bisa membuatku serasa akan tercekik
sampai mati.
Hiyori dengan santai berjalan ke peron,
sedangkan aku mencoba sebisaku untuk mengejarnya.
Bersamaan aku berjalan melalui garis
kuning yang kasar di lantai, menggunakan roda yang ada di barang-barang ini,
akhirnya berjalan ke eskalator dan sekarang aku bernapas dengan agak cepat.
"Hei…….. Hiyori. Apakah ada event
sesuatu hari ini……?"
"Hmm~? Enggak, kurasa nggak ada.
Kalau maksudmu festival musim panas itu masih lama."
Hiyori menjawab sambil bermain dengan HP
di tangannya.
"Eh, eh~ begitu yah…"
Jadi inikah tes sulit yang ada di kota
besar.
Aku pernah menonton di TV tentang ‘KERAMAIAN pulang-pergi pekerja.’ dan aku
mengejeknya dan berpikir “mereka terlalu membesar-besarkan.”, tapi dari situasi
yang kualami sekarang sepertinya itu benar.
'Kumohon jangan bilang kereta
selanjutnya akan seperti itu lagi.' memikirkan itu membuatku merinding.
Mungkin ini cuma karena aku masih belum
terbiasa, bersama eskalator yang mengarah ke tanah, hatiku dipenuhi dengan
tegangan yang tidak biasa.
“Turun....sekarang turun.”
Saat aku bersiap turun aku tidak bisa
mendapatkan waktu yang tepat untuk itu, langkahku jadinya agak aneh.
“Benar-benar kampungan.”
Hiyori yang turun duluan menertawakanku
sambil mengatakan itu, aku sangat malu sampai-sampai aku tidak bisa mengangkat
kepalaku.
Lain kali sebelum perjalanan bersama
Hiyori aku harus latihan dulu.
Kami berjalan melalui pemeriksaan tiket,
disitu tercampur kerumunan yang lebih besar daripada di peron. Aku berpikir
jika aku berjalan bersama dengan kerumunan itu, jalan yang akan kulalui akan
benar-benar seperti petualangan.
Hiyori yang masih sama seperti biasanya,
bergegas berjalan tanpa menungguku. Tetapi karena aku juga mempunyai tiket,
kupikir tidak akan ada masalah untuk meniru orang yang ada di depan dan
berjalan terus.
Ini adalah pertama kalinya aku melihat
mesin pemeriksa tiket otomatis yang kini sudah menggantikan tugas manusia di
masa lalu.
Apakah mesin ini akan benar-benar
mengecek tiket dengan baik? Aku merasa satu atau dua orang bisa melewatinya
diam-diam.
Saat hampir giliranku, agar tidak
melakukan kesalahan aku melihat tangan yang bergerak dari orang yang di depanku
dengan seksama.
Orang itu mengeluarkan sesuatu dan meletakkannya
ke mesin bersamaan itu berbunyi, dan dengan tenang melewati pemeriksa tiket
itu.
Begitu toh sistemnya. Stasiun kereta di
desaku ada paman tua yang baik sebagai pemeriksa tiket yang kemudian akan
memotong tiketnya satu per satu, jadi ini benar-benar kota besar ya. Biarpun
aku masih tidak mengeri, tempat ini sangat berteknologi tinggi.
Saat giliranku, aku memastikan mesin itu
tidak rusak, meletakkan tiket ke mesin itu sama dengan orang yang tadi, dan
maju ke depan.
Tetapi, tiba-tiba suara elektronik ‘TIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIT———————‘ yang
memekikkan telinga keluar, seperti ingin menghantamku dan membunuhku dengan
papan-papan tiba-tiba muncul.
"U-UWAHHHHHHH!!!!!!"
Menemui situasi yang sangat tidak diduga
ini aku tidak bisa menahan teriakan. Aku yang sedang berada dalam masalah
melihat ke belakang, para orang dewasa memberikan tatapan kebingungan pada
diriku, tak bisa berkata apa-apa.
"w-Wah….. HIYORI! TO-TOLONG
AKU!"
Saat para staff bergegas kesini, Hiyori
yang sudah agak jauh terhenti disitu dan melihat kearahku, tetapi saat aku
memanggil namanya dia memerah dan menurunkan pandangannya.
"Haha, kamu tidak apa-apa kok nak.
Kamu harusnya meletakkan tiketnya disini."
Menurut apa yang dikatakan staffnya, aku
harusnya memasukkan tiket itu ke dalam pemeriksa tiket. Tegangan tinggi dari
mesin tadi sekarang hanya seperti mimpi, papan-papan itu berhasil terbuka.
"te-TERIMA KASIH…..!"
Setelah akhirnya terlepas, aku merasa
lega. Tetapi aku tidak tahan bagaimana cara kerumunan itu melihat diriku jadi
aku pergi diam-diam. Orang yang menungguku di depan, Hiyori, terlihat tidak
senang.
“Kamu itu ikut mau bikin aku malu
ya...?”
Menemui Hiyori yang wajahnya penuh
dengan amarah, seperti sound effect guntur-guntur mengikuti dibelakang, aku
sedikit meratap.
“Ha-habis orang yang sebelumnya
tadi.....itu.....AAHHH, MAAF! Aku akan lebih berhati-hati di kedepannya....”
Aku berusaha meminta maaf. Aku tidak
tahu antara memarahiku itu buang-buang tenaga atau apapun, tapi Hiyori cuma
berkata “Kamu harus lebih bersemangat, oke.” dan kembali melangkah pergi.
Setelah itu, semoga aku bisa mencapai
tujuanku tanpa ada masalah lagi.
Saat aku ingin mengejarnya, Hiyori
tiba-tiba berbalik ke arahku dan mengulurkan lidahnya, dari sudut pandangku
sosoknya itu terlihat seperti berkata “Ayo kejar dan tangkap aku.”
“Aku pasti akan menangkapmu....!”
Aku kembali memegang pegangan
barang-barang dengan erat dan menuju pada Hiyori yang hampir hilang
dikeramaian, aku mengambil langkah yang besar.
♥♥♥
Dibawah terik matahari yang panas dan
dikelilingi sinar matahari dari berbagai arah yang belum pernah kualami
sebelumnya sampai-sampai Life Pointku hampir mencapai 0, kami akhirnya sampai
ke depan rumah kecil yang berdindingkan bata merah.
“Sudah sampai....? Kita AKHIRNYA
SAMPAI....?!”
“Tentu saja kita sudah sampai. Memangnya
kamu bodoh apa?”
Setelah melewati pemeriksaan tiket, aku
berjalan melalui keramaian yang tidak biasa dari stasiun kereta api bawah
tanah. Pada saat aku sampai ke tanah, aku ingin menyeberangi
kendaraan-kendaraan yang melintas, tetapi aku tertipu dengan arah lampu lalu
lintas yang aku sama sekali tidak mengerti kemana mereka mengarahkan. Itu
sangatlah memalukan.
Dan juga cahaya matahari ini.
Panas yang sangat menyakitkan ini yang
tidak akan pernah bisa kubayangkan saat aku berada di desa telah menguras life
pointku dengan sangat cepat.
"Aku……….. agak benci dengan
kota."
"Begitu ya. Tapi karena kamu sudah
disini kamu harus bertahan untuk sementara. "
Hiyori yang berteduh dibawah payung
tanpa setetes pun keringat berkata dengan muka datar sempurna.
Jadi ini tes berat yang ada di kota
ya....kalimat yang sudah muncul lebih dari empat atau lima kali dalam pikiranku
kembali muncul.
Tapi aku sudah memutuskan untuk hidup
bahagia di kota dengan Hiyori, bagaimana bisa Hiyori melihatku kalau baru
seperti ini saja aku sudah mengeluh. Kalau aku menyerah sekarang aku merasa aku
tidak akan kembali hidup-hidup.
Benar, lupakan saja pikiran negatif itu.
Saat pintu besar ini dibuka kenangan yang tidak akan pernah kami lupakan akan
dimulai.
Dalam waktu 2 minggu ini, jika aku masih
tidak bisa membuat Hiyori melihatku, aku tidak akan mempunyai kesempatan kedua.
Bukan hanya itu saja, sisa hidupku yang
panjang akan terbuang untuk menjelajahi tradisi India yang tidak berguna.
Inilah yang harus benar-benar kuhindari.
Aku harus menggunakan semua ideku untuk
mendapatkan hatinya saat kami menginap. Di masa depan yang jauh dia akan
menjadi istriku dan kami akan hidup di India bersama menjadi biarawan.
Hanya itu saja.
"Uhm~ Permisi~"
Saat aku tenggelam dalam khayalan
norakku, Hiyori menekan bel rumah tanpa mempedulikan apapun.
“Tidak, kau tidak usah menekannya
berkali-kali....”
"Eh? Tapi enggak ada yang
mengangkat telponnya. Jadi nggak ada pilihan lain. Haa~looo!"
Menekan bel pintu dengan keras kepala
tanpa berhenti, dia benar-benar terlihat seperti Yakuza yang ingin ngambil
hutang.
Kalau misalnya Yakuza yang imut dan
kecil ini datang mau ngambil hutang, aku akan benar-benar membiarkannya
mengambil rumahku. Lalu, jika bisa aku ingin dia mengambilku juga.
"Hei, hei Hiyori. Mungkinkah dia
sedang keluar?"
"Nggak mungkin. Beda denganmu, dia
tidak akan salah tempat dan waktu pertemuan."
"Bukan itu yang kumaksud…"
Hiyori tidak menghiraukan nasihatku dan
tetap menekan tombol itu. Lalu suara kunci dibuka datang dari pintu.
"Ah. Aku tau dia ada di dalam.
Ngomong-ngomong, sudah lama juga aku tidak bertemu dengan kakak iparku."
"U-uwahh….. Aku jadi
deg-degan."
Ini mungkin akan jadi pertemuan pertama
dengan calon kakak iparku dimasa depan.
Dan tentu saja hatiku jadi berdebar
kencang. Aku harus memperlihatkan diriku sebagai orang baik.
Aku menegapkan badanku dan menekan
kakiku sambil menunggu pintu itu dibuka selama 30 detik.
Aku masih bisa mendengar suara kunci
dibuka dari pintu, tapi pintunya sama sekali tidak terbuka.
"….Apa yang terjadi."
Kekuatan dari badanku perlahan
menghilang, gara-gara itu badanku mulai merinding.
Entah apakah karena kekuatan yang
terpampang di wajahku atau bukan, saat Hiyori yang berdiri disampingku melihat
ke arahku dia terlihat terkejut seperti ingin berkata “uwahh….." Aku
melihatnya dari ujung mataku.
Sabar, sabar. Jangan berikan kakak
iparnya kesan yang buruk. HARUS TETAP KEREN SAAT MENEMUINYA.
Ka-cha bersamaan suara itu berbunyi, pintunya perlahan
terbuka.
"Huh. Aku nggak tau apa yang
terjadi tapi akhirnya pintunya terbuka juga. Ada apa sih kakak ipar……….."
Dibalik pintu yang terbuka sedikit,
disitu berdiri pemuda berambut putih dengan keringat di dahinya, seperti telah
mendapatkan sesuatu, dia memberikan tampang senang.
Dia terlihat lebih muda dari apa yang
kudengar.
Aku ingat perbedaan umur Hiyori dan
kakaknya yang katanya sangat jauh. Jika begitu, berarti pernikahan mereka punya
perbedaan umur yang sangat jauh. “Ma-maaf. Aku tidak tau cara membuka kunci...”
Tidak tau cara membuka kunci? Hah?
Apakah itu sesuatu yang akan dikatakan orang yang sudah hidup disini sekian
lama?
Berbagai macam pertanyaan mulai muncul
dari otakku satu persatu. Tidak, tidak tidak tunggu. Berhenti berpikir seperti
itu.
Bagaimana jika dia benar-benar kakak
iparnya Hiyori.
Jika aku bersikap kasar kepadanya itu
mungkin akan mempengaruhi masa depanku.
"Kakak iparmu sangat muda ya,
Hiyori….."
Aku tersenyum dan melihat ke Hiyori,
tapi yang kulihat adalah Hiyori yang membuat wajah yang tidak pernah kulihat
sebelumnya.
Matanya bersinar seperti permata kecil
dan pipinya merah seperti terwarnai oleh pigmen buah persik.
"KERENNYA……"
Apa yang dikatakan Hiyori dan pandangan
yang dia buat, itu sudah pasti ditunjukkan kepada pemuda berambut putih itu.
“Ke, kenapaaaa HIYORI?! EH? KATAMU DIA
KEREN?! TAPI BUKANNYA DIA KAKAK IPARMU SENDIRI?!!!”
Menghadapi pertanyaanku, dia hanya
menggelengkan kepalanya tanpa mengalihkan pandangannya dari pemuda itu.
“Tidak. Ini pertama kalinya aku melihat
pemuda ini. HEBATNYA.....”
PA-CHA, aku mendengar suara seperti keramik yang retak
kemudian pecah menjadi kepingan-kepingan kecil. Sudah lama tidak bertemu
fans-fans gila Asahina yang dikubur oleh Hiyori sendiri, setelah beberapa lama
mereka datang kembali dari langit dengan telanjang bulat dan ingin membawaku
pergi. Apa sih masalahnya sekarang?
Ini sudah pasti rumah kakak ipar Hiyori.
Karena itu, kenapa ada orang yang Hiyori
tidak pernah temui di dalam rumah? Tidak, pemuda ini benar-benar terlihat
mencurigakan. Atau harus kubilang dia MEMANG mencurigakan.
Omong-omong, jika aku tidak
menghilangkannya dari depan Hiyori....!
“Si-siapa kau! Ini rumah kakak iparnya
Hiyori kan?! Kenapa kau ada disini?!”
Ditanyai dengan kasar, pemuda itu hanya
tampak kebingungan.
Badan tinggi dengan wajah ganteng, saat
aku melihatnya lagi aku jadi tambah marah.
“Eh? Hiyori adalah....ah, Sensei pernah menyebutnya.”
Pemuda itu tampak mengerti dan berjalan
ke arah Hiyori dari pintu masuk tanpa sepatunya.
“Senang berkenalan denganmu. Namaku
adalah...uhm, kurasa namaku Konoha.”
"Ehhhh….. aduh, apa yang harus
kulakukan…..! Ah, senang berkenalan denganmu! Aku Hiyori Asahina, Sensei...maksudmu
kamu murid kakak iparku yah?"
"Eh? Hmmmermm…… bisa kau bilang
begitu."
"Sudah kuduga! Jadi kamu diam
dirumah dan mengawasi rumah selama ini? Sepertinya kakak ipar benar-benar
sibuk....”
"Ya, karena kau sudah disini ayo
masuk."
Tidak, tunggu dulu. Kenapa suasananya
langsung berubah menjadi senang. Setelah berbicara dengan pemuda bernama Konoha,
seperti telah bertemu pangeran idamannya wajah Hiyori kembali bercahaya.
Dan aku tidak merasakan keberadaanku di
matanya.
Gutsu
gutsu, hatiku mendidih
karena kemarahan dan suaranya terngiang di telingaku.
"So-soal itu Hiyori. Bukannya dia
agak mencurigakan~……. Aku merasa semua perkataannya bohongan….."
"Huh??!! Apa katamu??!! Apa gunanya
cowo ganteng seperti ini bohong kepada kita?! Kamu bodoh yah?!!"
"Eeekk…!"
Setiap perkataan Hiyori menusuk hatiku.
Aku langsung kalah oleh teori tidak masuk akal darinya.
Setelah serangan yang menekan itu, teori
lamaku untuk mempertahankan diri semuanya jadi tidak berguna. Tidak ada yang
bisa berguna selain mengecil menjadi gumpalan debu.
"Hei, Konoha. Lupakan anak ini dan
mari kita masuk, oke?"
"Eh? Tidak, katanya aku harus
menyambut anak ini juga." Kata pemuda itu sambil berjalan ke arahku.
"Uhm Aku Konoha. Salam kenal?"
"……….Aku Hibiya Amamiya. Salam
kenal……!!"
Aku berusaha keras menahan api
kecemburuan yang membara di hatiku dan menggunakan seluruh usahaku untuk
mengatakan dua kalimat dasar ini.
"Wow~ baguskan Hibiya. Dia
menyambutmu dengan sangat baik! Sekarang kita masuk, oke? Ayo, Konoha!"
"Ah, ya"
Tanpa menyembunyikannya, aku melototi
Konoha yang punggungnya didorong oleh Hiyori dan masuk ke dalam rumah.
Siapa sih cowo ini?
Memanggil kakak iparnya Hiyori dengan ‘Sensei’, dan juga disuruh menyambut
kami ke dalam rumah. Mungkin dia benar-benar murid atau apalah.
Tidak, biarpun benar begitu.
Hal yang terpenting sekarang adalah
bagaimana cara mengusir pemuda itu dari rumah ini SEGERA, dan mendapatkan cara
supaya Hiyori melihatku kembali.
Aku mengacungkan jari tengahku ke arah
fans gila Asahina yang meledekku di udara dan berjalan ke dalam rumah, aku juga
menghantam pintunya dengan belakang tanganku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar