Resital Melihat Bulan
Di
padang rumput yang luas sejauh mata memandang, angin segar berhembus.
Badanku
serasa sangat ringan. Sangat ringan sampai-sampai aku serasa memiliki
sayap—yang hanya dengan sedikit lompatan bisa membuatku melayang. Biarpun aku
tidak bisa melayang selamanya, badanku masih terasa jauh dari daratan.
Saat
aku melayang-layang dengan nyaman di padang rumput ini, sebelum aku
menyadarinya, segerombolan anak sapi mulai bermunculan di tempat ini—yang
menurutku terlihat seperti sebuah pertemuan antara sapi-sapi.
Melihatnya,
aku berpikir kemungkinan untuk membuat pesta steak.
Aku
terbuai dalam pikiran ingin tetap melayang seperti ini, lompat keatas dan ke
bawah.
Tiba-tiba
badanku menjadi berat, dan bersamaan dengan munculnya suara ‘brak’. Aku terhantam ke daratan.
“Ow!
Ke-kenapa tiba-tiba......”
Pantatku
sangat sakit. Aku memijatnya dengan tujuan mencoba mengurangi rasa sakitnya,
lalu aku mendengar suara kekehan entah dari mana asalnya.
"Ahahaha!
Oba-san, apa yang kau lakukan?!"
Aku
menolehkan kepalaku dan menemukan sosok Hibiya-kun yang tertawa terbahak-bahak
seraya memegangi perutnya.
“Ke-ke-ke-ke-kenapa
kamu ada disini?!!”
Dari
sekian banyak orang yang harus melihat kebodohanku yang amat sangat memalukan
itu, kenapa harus anak ini? Aku
benar-benar sial.
“Eh?
Suaramu waktu jatuh sangat keras sampai siapapun bisa mendengarnya.”
Wajahku
menjadi panas. Bertingkah konyol dihadapan anak ini sangatlah membuatku
menyesal.
“Oh,
coba tebak? Kurasa kamu tidak mengetahuinya, tapi biarpun aku bertingkah
seperti ini aku adalah idola! I - D - O - L - A!”
Biarpun
itulah kenyataannya, aku biasanya tidak banyak omong seperti ini. Aku juga
biasanya tidak berpose ataupun menyombongan diri seperti ini.
Biarpun
ini agak—bukan, sangat memalukan. Tapi pasti anak menyebalkan ini pasti akan
menyadari pesonaku.
“Eh?
Tidak, apa yang kau katakan? Bukannya Oba-san itu sapi?”
“Ka-kamu
masih berani ya mengejekku...!”
“Coba
saja lihat.”
Hibiya-kun
mengeluarkan cermin kecil dan yang tercerminkan disitu adalah.....
Seekor
sapi raksasa yang sedang berpose layaknya seorang idola dengan bangganya.
Aku
sangat syok lalu meraba-raba wajahku, dan sosok sapi yang tercermin itu
melakukan hal yang sama denganku.
“Lihatkan?
Kau memang sapi, O-ba-sa-n.”
.
.
.
"Uwaaaah!
Uwaaaah!"
Aku
tidak bisa menahan teriakan yang kemudian lolos dari mulutku, lalu tiba-tiba
terjaga.
Keringat
membasahi tubuhku ditambah dengan isi kepalaku yang serasa berhamburan tidak karuan.
Serasa ingin pingsan, tapi tidak bisa.
Di
tengah kegelapan yang menyelimuti sekelilingku, aku bisa melihat garis-garis
radiasi dari cahaya yang mungkin menyusup melalui tirai.
Bagaimana
aku bisa ada disini.
Dengan
perlahan aku mencoba memikirkan kemungkinan apa yang sebelumnya terjadi di
otakku. Aku tidak bisa mengingat satu pun kejadian yang membuatku bisa ada
disini. Aku bisa merasakan sesuatu yang lembut menjadi alas tidurku, mungkin
itu kasur.
Tapi
bagaimana aku bisa ada disini dan berakhir di tempat tidur? Aku sama sekali
tidak memiliki ingatan soal ini...
Di
tengah kegelapan yang membutakan mataku, aku meraba sekeliling sampai kemudian
menghantam sesuatu. Lalu aku mendengar suara rintihan.
“Uhh....”
“Hiie!”
Pekikan berhasil lolos dari mulutku. Kemudian aku menyadari Danchou-san
tertidur di sampingku.
Mengingat
kalau aku tidak sengaja menghantamnya tadi, perasaan cemas muncul dalam diriku.
“He-hei, Danchou-san?! Bagaimana aku
bisa...mungkinkah, ini adalah kamar Danchou-san?”
Perlahan,
satu per satu adegan dalam ingatanku bermunculan.
Oh
iya. Kami membawa Hibiya-kun dari rumah sakit ke markas, setelah itu kami makan
malam dengan masakan yang dibuat Seto-san, lalu...
“....Aku
tertidur di sofa.”
Background
musik bernuansa gelap menggema dalam kepalaku. Dulu, onii-chan pernah
mengatakan padaku. "Kau tidak boleh
memperlihatkan pose tidur dan igauanmu." dan bahwa diriku saat tidur
adalah sesuatu yang tidak boleh dilihat siapapun.
Tapi,
aku hanya menganggapnya angin lalu dan sama sekali tidak mempercayainya, dan
aku menjawab, "Onii-chan berkata
seperti itu apakah karena khawatir dengan adikmu kalau menginap di rumah orang
lain~?"
Tapi
ada kalanya dia merekamnya karena iseng.
Sungguh, setelah melihat video itu aku merasa sangat
ingin bunuh diri saat mendengar igauanku: “Ahn,
aku akan keluar.” dan “Kalo kamu denger
erangan sexyku, kamu akan melayang~ ”
Sejak
saat itu aku tidak pernah lagi tidur di muka umum.
Tentu
saja, aku membakar rekaman itu.
Hanya
dengan membayangkan aku melakukan itu semua sambil mengigau di ruang tamu
membuatku hampir muntah.
Tidak,
karena aku sudah mengatakan pada onii-chan bahwa kalau gaya tidurku ketahuan
siapapun jangan sungkan untuk membunuhku. Karena aku tertidur di kasur, hal itu
tidak terjadi.
Tapi,
aku harus lebih berhati-hati mulai sekarang. Aku tidak akan tahu kapan aku akan
langsung tertidur setelah makan.....langsung.....tertidur.....setelah
makan...........
.
.
.
“Lihatkan? Kau memang sapi, O-ba-sa-n.”
.
.
.
Tiba-tiba
aku teringat mimpiku, dan suara "BAK!" muncul saat aku memukul
selimut.
"Ngg..."
Kido-san mengeluarkan erangan pelan.
"U-ups...maaf,
ini salah ANAK ITU. Anak zaman sekarang lancang sekali..."
Bersamaan
dengan aku mengatakan itu, perasaan bersalah menyerang hatiku dan dengan segera
menutup mulut besar ini.
Kemarin
Hibiya pingsan di depan pintu rumah sakit, kemudian Kido-san membawanya kembali
ke markas.
Saat
itu, kemarahan tidak jelas Hibiya tidak bisa disimpulkan sebagai 'hanya anak
kecil yang lancang.'
Bagiku
yang tidak pernah mendapat tatapan setajam itu, aku sama sekali tidak bisa
membayangkan perasaan macam apa yang dipendam anak itu.
"Anak
itu..apa yang terjadi padanya? Ngomong-ngomong..."
Yang
paling membuatku terkejut adalah ‘mata itu’.
Matanya
yang menjadi merah saat itu, sudah pasti adalah ciri-ciri yang menandakan telah
lahirnya sebuah 'kemampuan'. Sama seperti aku, Kido-san, dan juga yang lain.
Meskipun
saat aku bertemu dengan Mekakushi Dan, aku bisa langsung mengetahui siapa saja
yang memiliki kemampuan selain aku. Tapi ini baru pertama kalinya aku melihat
bagaimana kemampuan itu ditemukan.
.
"Mata
itu... kira-kira apa ya penyebabnya? Apakah ini sejenis penyakit? Tidak
mungkin."
Perlahan,
aku memusatkan penglihatanku pada satu titik. Lalu daerah sekitar mataku
perlahan jadi panas.
"Ini
kemampuan yang menyusahkan, tapi aku tidak akan bertemu dengan yang lainnya
tanpa ini. Karena mata ini sedikit berjasa, kurasa sekarang aku jadi sedikit
lebih menyukai kemampuan ini. SEDIKIT."
Tapi,
aku masih belum bisa menggunakan kemampuan ini sebaik Kido-san atau Kano-san.
Latihan...ya.
Yah, yang selalu kulakukan hanyalah berlari jadi aku tidak pernah belajar
menggunakan kemampuan ini.
Kalau
dipikir-pikir, aku memang tidak tahu seperti apa kemampuannya. Tapi kurasa
Hibiya juga akan mengalami masa-masa sulit.
"...TIDAK.
Aku tidak akan memaafkannya sampai dia minta maaf duluan!"
Benar,
dosa karena memanggil seorang gadis sepertiku dengan sebutan 'sapi' ataupun
'bibi' itu lebih dalam daripada lautan.
Apapun
yang terjadi, kalau dia tidak minta maaf dengan tulus dan introspeksi diri, aku
tidak akan memaafkannya.
“Yah
sudahlah, aku harus bangun dari tempat tidur sekarang~ Memangnya ini sudah jam
berapa sih?”
Aku
mengeluarkan HP dari kantong parkaku, dan memastikan jamnya. Sekarang jam 7
pagi.
"Oh!
Mhmm. Rasanya enak bangun jam segini. Aku mandi dulu sebelum yang lain
bangun."
Aku
menyikap selimut ke arah berlawanan dengan dinding, dan bangun dari tempat
tidur.
Bersamaan
dengan aku melewati Kido-san dan bangun dari tempat tidur, aku melihat wajahnya
untuk memastikan dia tidak terbangun.
"………Hmm~
dia memang gadis yang cantik."
Kido-san
mengenakan piyama perempuan normal dan tidur dengan manis serta nyenyak. Dia
mempunyai wajah cantik yang bisa membuat gadis-gadis iri.
“Karena
wajah inilah, sangat mengejutkan mendengar gaya bicaranya yang seperti itu.”
Dia
selalu tenang tapi terkadang tsundere. Entah kenapa rasanya aku pernah
mendengarnya dari seseorang. Aneh, kapan?
Tidak,
tidak. Memang terkadang ada waktu dimana kau tidak bisa mengingat sesuatu, maka
kau jadi berpikir pernah mendengarnya sebelumnya! Kurasa tidak apa-apa kalau
kusimpulkan seperti itu.
Ngomong-ngomong,
aku harus mandi.
Aku
tidak bisa membuka gordennya jadi aku harus meraba-raba dalam kegelapan seraya
berjalan maju.
Pinggangku
tidak sengaja terantuk meja dan itu sangatlah menyakitkan, tapi anehnya suara
itu tidak membangunkan Kido-san.
Dia
adalah ketua tapi tidurnya seperti sapi...orang ini...
Akhirnya
aku bisa meraih pintu dan membukanya. Ruang tamunya sedikit terang—meyakinkanku
kalau ini benar-benar sudah pagi.
Aku
jadi bersemangat karena sepertinya hari ini cerah, dan aku pun berjalan ke
kamar mandi dengan bahagia.
Saat
aku melihat ke lantai, aku menyadari Konoha yang berada di bawah sofa, dan
onii-chan yang menggenggam HPnya dengan erat dari arah seberang sofa terlihat
sedang tidur dengan nyenyak.
“Huh...onii-chan
pasti kelelahan setelah jalan-jalan kemarin."
Sepertinya
onii-chan sudah cukup akrab dengan Mekakushi Dan, aku merasa seperti sudah
memberikan kontribusi yang cukup besar agar ia bisa kembali ke masyarakat.
Setelah
itu, aku akan memintanya untuk membuatkan rumah yang imut untukku. Kalau
begitu, sudah diputuskan.
Melewati
ruang tamu, aku menyalakan lampu ruang ganti dan kamar mandi. Lalu membuka laci
terbawah, dan meletakkan bajuku yang kubawa dari rumah disamping bak cuci.
Aku
mengambil handuk, mengunci pintu, dan melepaskan bajuku. Saat aku ingin masuk
ke dalam kamar mandi, ‘TOK TOK!’, terdengar suara ketukan yang kasar dari pintu
ruang ganti.
"Gyyaaaahhh!!"
Aku
panik lalu dengan segera membungkus diriku dengan handuk. Untuk jaga-jaga, aku
menjauhkan diriku dari pintu.
"Ma-maaf!
Ini Momo! Aku sedang mandi!"
Namun
tidak ada jawaban dari seberang pintu sementara orang itu terus mengetuk-ngetuk
pintu dengan keras.
Aku
merasa ada sesuatu yang berbeda.
Kalau
itu adalah seseorang dari markas, dia tidak akan terus-menerus mengetuk pintu
karena sudah tahu aku ada di dalam. Kalau begitu, jangan-jangan yang mengetuk pintu
adalah...
"PE-PERAMPOK!?"
Entahlah,
apakah perkataanku terdengar atau tidak. Suara ‘BAK!’ muncul bersamaan pintu
yang digedor-gedor.
Kakiku
menjadi lemah karena ketakutan dan kekhawatiran.
"u-uwahhhhhhhh………
ma-maaf!!! BUKAN! Maksudku erm tidak ada barang berharga disini oke!? BENERAN,
SUNGGUH! Y-yah, anak kecil bahkan mengejekku ‘sapi’. Ah, gawat… a-AHAHAHA.."
Aku
terduduk di lantai dan mulai memohon untuk keselamatan hidupku, dan dari
seberang pintu muncul suara yang kukenal.
“Obaa-san........? Jadi kau sendiri tahu kalau
kau itu memang sapi ya?”
Saat
itu, tanpa sadar aku menghatam pintunya sehingga menimbulkan suara ‘BAM!’,
"Uwahhh!?"
sebuah teriakan pun terdengar dari balik pintu.
Suaraku
bergetar karena kemarahan dan kebimbangan. Tidak, tentu saja itu normal. Siapa
yang tidak marah kalau dikerjai seperti ini?
“Te-tenanglah, oke? Maaf, uhm........apakah
rompiku di dalam?”
“Rompi?”
Aku
melihat ke laci teratas dan ada sesuatu yang seperti rompi Hibiya-kun di
atasnya.
“Ah?
Yang ini ya? Ada kok.”
“Be-benarkah?!
Kembalikan!! Ada sesuatu yang sangat berharga di dalam situ.”
“Sesuatu
yang berharga katamu.....haha. Kamu menjadi gelisah karena kamu
mengkhawatirkannya ya. Kira-kira apa sesuatu berharga itu ya~ Apa ya, yang ada
di dalamnya~?”
Aku
mengatakannya dengan penuh kebencian dan kekesalan yang meluap-luap. Hibiya-kun
mengeluarkan reaksi yang sangat bagus saat dia menyadari tujuan burukku.
"U-UWAHHH!!
JANGAN AMBIL ITU OKE?! AKU MENDAPATKAN ITU DARI ORANG YANG KUSAYANGI!! KUMOHON
DENGAN SANGAT JANGAN AMBIL ITU OKE!?"
“Semakin
kamu bicara seperti itu semakin aku ingin mengambilnya. Apa isi dari kantongnya
ya~”
"HENTIKAN!!
KUMOHON BERHENTI!!!!!!!!"
Bersamaan
dengan aku mengabaikan Hibiya-kun yang terus mengetuk pintu, aku memasukkan
tanganku ke dalam kantong rompinya. Dan tanganku serasa menyentuh sesuatu
seperti tas kertas.
"OH!
Ketemu, ketemu! Apa isi tas ini ya~"
"TIDAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAK!!!!!!!!!!!!!!"
Aku
tidak ingat apa yang terjadi setelah aku mengambil benda itu dari tasnya.
Yang
bisa kuingat hanya diriku yang berlari dari ruang ganti dan mengatakan
“KUMOHON!! BERIKANLAH INI PADAKU!!” kemudian aku melihat wajah Hibiya-kun
memerah saat dia melihat reaksiku, tidak lupa juga aroma khas pantai yang
menyeruak dari benda itu. Meskipun yang kulakukan tidak sopan, aku tidak akan
menyesalinya.
~***~
“Begitu
ya...hmm, ditelan ya...berbahaya juga...”
"……….uhm,
oba-san. Kau sama sekali tidak mengerti, kan?"
"Ahahaha…….
tapi paling tidak aku mengerti intinya kan……"
Kurasa
kami sudah agak jauh dari markas. Kami berdua berjalan menyusuri trotoar,
cahaya matahari yang tidak terlalu terik karena terbiaskan oleh dedaunan di
pohon membuat sepanjang jalan yang kami lewati menjadi sangat pas untuk
melakukan jalan santai di hari yang cerah.
Setelah
perselisihan tadi, Hibiya-kun lari dari markas seperti yang telah diduga.
Kido-san
berkata, “Akan berbahaya kalau dia mengaktifkan kemampuannya.” karena itulah
aku berusaha keras menghentikan dirinya, tapi bocah itu tidak mendengarkanku. Pada
akhirnya aku juga lari bersamanya—yang kemudian menuntun kami pada situasi saat
ini.
Kami
membeli sandwich untuk sarapan di supermarket, melahapnya habis, dan pada waktu
itu Hibiya-kun memberitahuku bagaimana dia bisa terlibat dalam suatu insiden.
Tetapi.
Apa
yang Hibiya-kun katakan kepadaku agak sulit untuk kumengerti.
Dari
bagian dimana truknya menabrak gadis bernama ‘Hiyori’, sampai pada bagian
dimana mereka terjebak di dalam dunia yang tidak masuk akal.
Dan
juga bagian Hibiya-kun yang melihat temannya mati berkali-kali, dan pada akhirnya
dia dimuntahkan dari dunia itu. Sendirian.
Oh
iya, untuk membuatku mengerti tentang apa yang terjadi, Hibiya-kun bahkan
mengulang cerita ini sampai tiga kali. Dari kerja kerasnya itu aku bisa melihat
kalau dia itu sebenarnya anak yang baik.
Dan
aku juga bisa melihat kalau aku ini sangatlah bodoh. Menyedihkan sekali.
"M~hmm.
Intinya, Hibiya-kun. Kamu ingin mencari cara agar bisa menemukan gadis yang
hilang bernama Hiyori itu, kan?"
"Eh!!??
Ah, ya... itu benar."
Hibiya-kun
menunjukkan wajah yang sudah sangat jelas kalau dia ingin mengatakan sesuatu. Tapi
mungkin dia pikir itu tidaklah penting, makanya dia tidak mengatakannya.
“Kamu
suka gadis itu kan?”
“Ya-HAH!!??
Kenapa kau menanyakan hal seperti itu?!”
“Ah~
sudah kuduga. Waduh waduh~ kamu sudah dewasa ya~”
Melihat
kenaifan anak itu, aku menyeringai. Tapi....bukannya itu termasuk bagaimana
seorang ‘bibi’ bertingkah. Terbayang-bayang oleh pikiran itu membuatku
menyembunyikan seringai yang sempat lolos.
“APA......!
Hah..iya. Aku suka dia sejak lama. Tapi...aku ditolak.”
"EH!?
KAMU DITOLAK!!?? UWAHHH~!"
"Berisik
obaa-san! Kenapa kau semangat sekali sih…….."
Biarpun
dia mengatakan hal itu, Hibiya-kun menundukkan kepalanya dengan malu.
Dia
itu memang bocah yang pikirannya sepadan dengan umurnya, itulah apa yang
kupikirkan.
Meskipun
aku tidak terlalu mengerti apa yang dia sampaikan, aku masih memiliki pikiran
kalau situasi yang dialami Hibiya-kun itu sangatlah kejam. Aku meragukan bocah
ini bisa melakukan sesuatu.
“Tapi aku harus menyelamatkannya.”
Mengabaikan
kekhawatiranku, Hibiya bergumam dengan pelan namun penuh dengan tekad.
“Kalau begitu kamu harus menyelamatkannya,
oke?”
“......Ya.
Pastinya.”
Apakah
ada sesuatu yang bisa kami lakukan untuk membantunya?
Tunggu
sebentar. Pertama, kenapa Hibiya-kun ingin melakukannya sendiri?
“Hibiya-kun.
Aku tahu kamu melarikan diri karena kamu ingin menyelamatkan gadis itu, tapi
kalau sendirian pasti sulit, kan? Bukankah lebih baik kalau kita mencarinya
bersama daripada sendirian?”
"Haaa….."
Mendengar pertanyaanku, Hibiya-kun menghembuskan nafas dalam-dalam seperti
sedang jengkel.
“Ka-re-na,
bahkan oba-san sepertimu butuh waktu yang lama untuk mengerti situasinya kan?
Coba kau pikirkan, ini bersifat darurat. Tidak ada pilihan lain lebih baik
daripada pergi sendirian kan?”
"Uhm..."
Dengan
satu kedipan mata, perkataanku langsung dibantah olehnya.
Aku
tidak menyesalinya, tapi aku sangat terkesan bahwa ‘anak SD zaman sekarang
sangatlah pintar.’
“Dan
juga......”
"Dan
juga apa?”
“Dan
juga, tidak apa jika mereka tidak mempercayaiku. Tapi akan buruk kalau mereka menghentikanku. Aku ingin
menyelamatkannya secepatnya.”
Pancaran
mata Hibiya-kun, biarpun dia masih muda tapi dia selalu menatap ke depan.
Bahkan terlihat bisa diandalkan.
Tetapi,
bocah itu juga memiliki banyak kelemahan.
Hibiya-kun
yang datang dari desa tidak terlalu mengenal tempat ini, dia juga tidak
memiliki uang yang cukup.
Tambah
lagi, karena kemampuan matanya yang baru lahir, dia masih tidak tahu bagaimana
menggunakannya sesuai keinginannya. Jadi akan buruk jika kekacauan terjadi.
"……….
Biarpun begitu, aku akan tetap bersamamu. Aku khawatir denganmu tahu?"
Bersamaan
aku selesai mengatakannya, Hibiya-kun menatapku seolah-olah tidak percaya
dengan apa yang baru saja dia dengar.
Aku
tidak terlalu pandai menghadapi tatapan seperti itu, jadi aku hanya tersenyum
kecil untuk menutupinya.
“Apa
untungnya bagimu kalau membantuku? Orang-orang itu juga sama. Kenapa kalian
ingin membantuku? Itulah bagian dimana aku tidak bisa mempercayai kalian.”
Meski
perkataannya seperti duri yang tajam, tapi membuatnya terlihat imut.
Perasaan
ini, penyebab kenapa aku tidak bisa mengabaikan anak ini sangatlah mudah.
“....mirip
sekali dengan onii-chan.”
“Eh?
Apa katamu?”
“Baiklah~!
Oke! Bagaimana kalau begini saja. Aku akan membantumu. Kalau kita menemukan
gadis itu, berhentilah memanggilku ‘oba-san’, dan ‘sapi’, dan
juga.......ge-gendut....jangan katakan ‘gendut’ lagi.....”
Berkat
satu kata yang tidak bisa kukatakan keras-keras itu, ini menjadi awal yang baik
namun juga akhir yang buruk.
Harusnya
aku tidak terlalu mengeluarkan semangat di bagian awal.
“Hah?
Apa? Itu ‘keuntungan’ untuk obaa-san?”
“Ya.
Bagiku kalau itu terjadi aku akan saaaangat puas! Ah, aku bisa menjadi
partnermu kalau kamu mau!"
Aku
menyilangkan tanganku dan mengatakannya dengan penuh percaya diri, lalu aku
melihat Hibiya-kun tersenyum untuk pertama kalinya.
“......Aneh.
Kalau begitu, bagaimana kalau obaa-san tidak bisa menemukannya? Apa yang akan
obaa-san lakukan?”
“Hmm?
Tunggu sebentar......aku akan....”
Aku
mempertimbangkan apa yang akan kulakukan. Tapi sebenarnya itu tidaklah
dibutuhkan, karena jawabannya sangat mudah. Karena apa yang harus kulakukan
hanyalah mengatakan kepada Hibiya-kun apa jawabanku, satu per satu.
"… sampai kita menemukannya. Aku akan terus
bersamamu."
Semua yang berada di Mekakushi Dan tahu betul
sesulit apa menghadapi masalah sendirian.
Aku diselamatkan oleh mereka, lalu aku bisa
tersenyum kembali.
Dan sekarang giliranku untuk berada disisinya
Sebagai anggota Mekakushi Dan, otomatis itu menjadi
misi yang penting bagiku.
"O-obaa-san,
kenapa kau mengatakan hal seperti itu?"
Wajah
Hibiya-kun memerah, dan memalingkan kepalanya.
Jujur,
aku sebenarnya menyadari apa yang kukatakan tadi akan membuat siapapun malu, karena
itulah wajahku juga jadi panas dan kutundukkan kepalaku.
Kenapa
aku malu-malu di depan anak SD?
Saat
aku memikirkan itu, tiba-tiba tubuh Hibiya-kun terhuyung.
Aku
dengan cepat menahan pundaknya, Hibiya-kun mendapatkan kembali keseimbangannya
dan menekan kepalanya.
“Aneh,
apa yang terjadi? Aku tidak tahu kenapa aku merasa tidak enak badan....”
"A-ada
apa……… AAHH!!"
Aku
menatap wajah Hibiya-kun yang tertutupi oleh tangan kanannya, tapi aku melihat
mata kirinya berubah menjadi merah darah.
Oh,
tidak. Warna mata itu.....tidak diragukan lagi kalau itu adalah tanda kemampuan
mata Hibiya-kun diaktifkan.
Sampai
sekarang aku tidak pernah melihat kemampuan yang mengakibatkan kehancuran pada
sekitarnya. Tapi karena hubungan antara setiap kemampuan tidak ada, aku tidak
bisa menebak kemampuan apa yang dipunyai Hibiya-kun.
Melihat
perkembangannya, ketakutan menyerang diriku.
Tidak.
Aku baru saja mengatakan kalau aku akan membantunya. Aku harus tetap kuat.....!
"Hibiya-kun!
Apakah kamu merasakan sesuatu yang aneh dalam dirimu?!"
"U-uhm.
Badanku tidak apa-apa……. tapi aku tidak tahu kenapa aku melihat hal-hal yang
aneh. Apaan ini, menara jam… bangunan sekitar empat lantai. Apakah ini……
sekolah? Aku bisa melihat beberapa atlet."
Hibiya-kun
tiba-tiba menatap ke langit dan menjelaskan detail tempat itu.
Semakin
banyak Hibiya-kun menyatakan karakteristiknya, semakin kusadari kalau tempat
itu adalah tempat yang kukenal.
"Bu-bukannya
itu....SEKOLAHKU?!"
"EH!?
DISITU!? Ah, benar, ada loker sepatu bertuliskan ‘Momo Kisaragi’. Disini….
ruang guru? Ah, ‘Momo Kisaragi’ hasil tes Geografi … NILAINYA SATU!!??"
"UWAHHHHHHHHHHH!!!!!!!????
KE-KENAPA KAMU SAMPAI TAHU HAL SEPERTI ITU!!??"
Tiba-tiba
dia mengumumkan hasil nilai ulangan Geografiku, dan tidak dapat kusangkal bahwa
semua itu adalah kenyataan.
Bagaimana
Hibiya-kun bisa mengetahuinya? Melihat warna mata Hibiya-kun yang berubah
menjadi merah, bahkan diriku yang bodoh ini bisa dengan mudah menebak apa
kemampuan matanya.
“Kemampuan
matamu...”
“...Tidak
salah lagi...”
Saat
mata kami bertemu, warna merah di mata Hibiya-kun lenyap dan berubah kembali jadi
warna asalnya.
"E-EHH?!
Aku tidak bisa melihatnya lagi sekarang....Kenapa!?"
"Huh~
Mata merah ini memang bisa mengeluarkan berbagai macam kemampuan."
Kupikir
kemampuan Hibiya-kun yang baru lahir adalah kemampuan untuk melihat sesuatu
dari tempat yang sangat jauh.
Dan
dengan bagaimana Hibiya-kun menjelaskan sekolahku dengan tepat, bahkan melihat
nilai dari kertas ulanganku, kurasa kemampuannya bisa membuatnya melihat apa
yang dia inginkan.
“Kerennya......”
Mood-ku
turun dengan sangat drastis.
Kalau
saja ada polling mengenai 'Kemampuan
Yang Paling Ingin Kamu punya', pasti kemampuan Hibiya-kun menduduki peringkat
teratas.
Coba
lihat kemampuanku.......menarik perhatian. SELALU menarik perhatian. Seandainya
saja aku memiliki kemampuan yang lebih berguna. Ini adalah pertama kalinya
dalam hidupku, pikiran ini terlintas dalam benakku.
“Eh?
Apa? Apa yang terjadi!!??”
Hibiya-kun
panik, dia sama sekali tidak mengerti apa yang terjadi.
Tentu
saja. Pertama kali aku mendapatkan kemampuan ini, aku juga tidak menyadarinya.
“I-itu.
Singkatnya, saat matamu jadi merah kamu bisa melihat berbagai macam hal dari
tempat yang sangat jauh.....semacam itulah.”
“Mata
merah.......?”
“Yup,
tadi matamu jadi merah.”
Hibiya-kun
mematung, lalu menunjukkan wajah yang tidak pernah ia perlihatkan sebelumnya.
“Artinya aku mempunyai kemampuan super?!”
“Ya-yah....begitulah.”
Sejujurnya
aku juga tidak terlalu tahu kebenaran dibalik kemampuan ini. Tapi kalau seperti
ini masalahnya, kurasa yang kulakukan tidak salah.
Tapi
kenapa Hibiya-kun ingin melihat sekolahku? Kira-kira kenapa ya.....
“Aku
tidak terlalu yakin, tapi kalau aku mempunyai kemampuan ini....berarti aku bisa
menggunakannya untuk menemukan Hiyori kan!?”
Perkataan
Hibiya-kun membuatku menyadari sesuatu.
BENAR
JUGA! Bukannya kemampuan Hibiya-kun yang paling pas untuk mencari orang?
Kalau
kita menggunakan kemampuan ini untuk menemukan Hiyori-chan.....
“Benar
Hibiya-kun! Baguslah! Ayo cepat, coba lagi!”
“I-IYA!!
Okeeeeee. Uwaaaaaa.... Akan kucobaaa.....”
Hibiya-kun
berpose seperti tokoh manga yang rambutnya akan berubah jadi jabrik emas, dan mulai
mencoba untuk mengaktifkan kemampuannya sekali lagi.
“Uwaaaaaaaa......”
“YA
YA! Teruskan!!!!”
“Giaaaaaah......aaaaaaahhhhh.......”
“Semangat!
BERJUANGLAH!!!”
“Huuuuuu......waaaaaaaaaaaaaa......!!!!!!”
...............dan
3 menit pun berlalu.
Aku
merasa kasihan kepada Hibiya-kun yang masih berusaha untuk melihatnya.
“.....masih
tidak bisa melihat apa-apa?”
“Uuuuuuh.....masih....tidak
bisa melihat apa-APAAAAAAAAA!!!!!!!”
Mungkin
karena dia masih belum bisa menggunakan kemampuannya dengan baik, dia tidak
bisa menggunakannya kapanpun dia mau.
Ini
adalah kemampuan langka yang bisa membuat keinginan Hibiya-kun terwujud, tapi
kalau tidak tahu cara menggunakannya tentu akan jadi tidak berguna.
Seandainya
ada cara untuk mengaktifkan kemampuan itu lagi...apakah Hibiya-kun harus lebih
berkonsentrasi?
"Mm~hmm
menyusahkan sekali. Mungkinkah ada suatu syarat untuk mengaktifkannya? …..
ah."
Seorang
gadis dengan rok mini melewati Hibiya-kun yang sedang berusaha keras
mengeluarkan kemampuannya.
Angin
meniup rok gadis itu dan Hibiya-kun menatapnya.
“Ah!
Aku melihat sesuatu! Kamar dari....gadis itu? Ada foto....ah, segunung baju
yang belum dicuci....AGH AW!!??”
Aku
memukul kepala Hibiya-kun, dan lalu warna merah dari mata Hibiya-kun langsung
menghilang.
“KAMU
INI!!!! BARU SEKARANG KAH KAMU SEMANGATNYA?! DAN LAGI APAAN DENGAN PERSYARATAN
KEMAMPUAN ITU?! PIKIRAN YANG MESUM!?”
“A-AKU
TIDAK TAU!!! Tiba-tiba saja langsung aktif!”
“Ah~
padahal katamu ‘Aku ingin menyelamatkannya’. Ternyata.....yah sebenarnya sih normal
saja untuk anak seumuranmu.”
“BUKAN!!!
Ahh, aku tidak mengerti....”
Mengesampingkan
Hibiya-kun yang mencoba berdebat denganku, sebuah hipotesis muncul dalam
kepalaku.
Oh,
tidak... kalau benar begitu bisa gawat.
“....hei, Oba-san. Bagaimana aku bisa melihat
dimana Hiyori berada...?”
Kemampuan
Hibiya-kun pertama kalinya aktif saat ‘dia melihatku’. Lalu dia melihat
sekolahku. Yang kedua adalah saat dia melihat cela—bukan, maksudku ‘melihat
seorang gadis’, dan malah mengintip kamar gadis itu.
Ini
hanya terjadi dua kali jadi aku tidak bisa mengkonfirmasinya, tapi dari dua
kejadian ini bisa kusimpulkan...
“Kamu bisa ‘melihat’ tempat yang berhubungan
dengan orang yang kamu tatap?”
“Eh?
Apa maksudnya....”
Saat
Hibiya-kun bertanya kepadaku, sebuah mobil berhenti di depan kami dan mengklakson
pada kami.
Aku
menolehkan kepalaku, dan dari dalam mobil terlihat orang yang paling tidak
ingin kutemui saat liburan.
“Yo,
Kisaragi. Sudahkah kau belajar dengan baik?”
“Bisakah
anda menyapa dengan lebih baik lagi, Sensei?”
Sambil
membuka kaca dibagian kiri mobil, Tateyama-sensei berbicara padaku dengan nada slebor.
Jangan lupakan rokok yang setia terselip di mulutnya.
“O-obaa-san, siapa orang ini......?”
Hibiya-kun
meningkatkan kewaspadaan dengan kemunculan tiba-tiba dari om-om tidak dikenal.
“Ah, tidak apa-apa. Dia guru dari sekolahku.”
“Eh,
begitu ya. Dia kelihatan....sangat unik.”
Kurasa
Hibiya-kun mencoba mencari kata-kata yang baik untuk digunakan dan dia pun
memilih kata-kata yang paling sopan.
Tapi,
‘unik’ tidak terlalu pas untuk mendeskripsikan sensei. Mungkin ‘mengerikan’ adalah
perkataan yang paling tepat untuk menjelaskannya.
“Oh,
apa yang kau lakukan Kisaragi? Kencan ya? Jangan lupa mengundangku ke pernikahan
kalian ya.”
“Tidak,
tidak. Kau salah. Aku hanya membantu anak ini untuk mencari seseorang.”
Setelah
mendengarnya, sensei menatap Hibiya-kun sebentar dan menyeringai, lalu dia
mnggunakan ibu jarinya untuk menunjuk ke kursi belakang.
“Kalau
begitu, kau mau aku mengantarmu ke suatu tempat? Aku hebat dalam mengemudi lho.”
“Tidak,
tidak, sensei! Anak ini bukanlah orang seperti itu!”
Aku
menolaknya dengan keras, tapi sensei jadi terlihat lesu.
“Kenapa
sih.....hari ini hari Obon tapi aku tidak mempunyai tempat yang akan dituju....apa
kalian tega membiarkanku sendiri...”
Seakan
marah saja tidak cukup, dengan niat jahat sensei mencoba membuat kami merasa
bersalah.
Tidak
ada yang lebih buruk daripada sosok sensei ketika melancarkan senjata
pamungkasnya.
“Uhm, anu.....”
Bersamaan
saat aku menghela napas, tanpa diduga Hibiya-kun berbicara pada sensei.
“Oh?
Ada apa bocah?”
“Uhm....aku
ingat rasanya ada taman di depan perhentian bus, di dekat persimpangan
jalan.....kalau boleh, bisakah anda mengantarku ke sana?”
Awalnya,
aku tidak mengerti apa yang Hibiya-kun katakan. Tapi aku teringat kembali latar
tempat kejadian yang Hibiya-kun pernah ceritakan sebanyak tiga kali, lalu aku
mengerti apa yang Hibiya-kun pikirkan.
“Tempat
itu memang bagus....! Sensei, bisakah anda menolong kami!?”
Sensei
terlihat senang, untuk sesaat ekspresi wajahnya sedikit menegang. Kemudian
menunjuk kursi penumpang di belakang.
Ah,
paling dia cuma ingin berpose seperti itu.
“Hum,
maksudku. Naiklah, nak.”
“Hibiya-kun,
kupikir kita lebih baik naik taksi saja.”
"AAAAAHHH!!!!!!!
AKU MINTA MAAF!! KUMOHON NAIKLAH DI MOBILKU!!"
Sensei
menginjak pedalnya. Di dalam mobil terasa agak sejuk karena AC-nya.
Aku
melihat jam, sebentar lagi jam 2 siang.
Tanpa
kusadari, aku sudah berbicara dengan Hibiya-kun selama 6 jam. Tapi aku masih
tidak mengetahui kebenaran dibalik kemampuannya.
Tapi,
kalau hipotesisku benar berarti kemampuan Hibiya-kun bukanlah melihat ‘orang’
tapi melihat ‘tempat’.
Kalau
kita HARUS menemukan tempat dimana Hiyori-chan berada, akan sangat menyusahkan.
Kalau
begitu, berarti menggunakan kemampuan Hibiya-kun untuk mencari Hiyori-chan akan
sangat sulit.
Ditambah
lagi, fakta bahwa kami tidak mengetahui bagaimana caranya menggunakan kemampuan
ini juga menyebalkan. Tidak ada yang memiliki kemampuan yang sama, tidak ada
buku panduan untuk ini, dan tentu saja tidak ada orang yang bisa
mengajarkannya.
Ini
adalah situasi dimana hanya orangnya sendirilah yang bisa mengerti cara
menggunakan kemampuannya, seperti halnya mempunyai tangan tapi tidak tahu
bagaimana menggunakannya.
Jika
dibandingkan dengan kemampuan Hibiya-kun, kemampuanku lebih mudah digunakan
kapanpun aku mau.
Kemampuan
untuk mengumpulkan ‘perhatian’ orang-orang, hanya ada dua pilihan untuk
menggunakannya, antara ON atau OFF. Untungnya aku tidak mempunyai kemampuan
untuk memanipulasinya.
Berbeda
denganku, Hibiya-kun tidak takut pada kemampuannya. Padahal kemampuannya lebih
rumit dari milikku, dan dia berusaha keras menggunakannya untuk menyelamatkan
Hiyori-chan.
Apapun
yang terjadi aku harus membantunya.
Aku
berharap akan ada sesuatu yang baik terjadi saat kami tiba di taman.......
Tiba-tiba,
aku berbalik untuk melihat Hibiya-kun, dan melihat pemandangan yang
mengejutkan.
Mata
Hibiya-kun menjadi merah dan dia menatap tajam kantong dalam kursi mobil
sensei.
Bagaimana
bisa...pikirku sambil mengintip apa yang ada di dalam kursi mobil itu. Yah, aku
sudah mengira kalau yang ada di dalam kantong itu adalah majalah yang sampulnya
penuh dengan gambar-gambar mesum.
Aku
langsung mengeluarkannya, menggulungnya, dan suara ‘BAK!’ tercipta bersamaan
dengan aku menghantam kepala Hibiya-kun.
“OW!
Ugh....UWAHH!!! BUKAN, BUKAN SEPERTI ITU! AKU HANYA TIDAK SENGAJA MELIHATNYA!”
“Ti~dak~se~nga~ja~!?
KAMU MEMANG MENATAPNYA BUKAN!? KENAPA KAMU MENGGUNAKANNYA UNTUK HAL-HAL TIDAK
BAIK SEPERTI INI?!”
Setelah
aku berteriak, tiba-tiba aku menyadari sesuatu dan berbalik ke depan. Dari kaca
spion aku bisa melihat sensei sedang menyeringai jahat.
“Heiiiiiii Kisaragi. Laki-laki itu...meski
kami mengetahuinya tapi terkadang ada kalanya kami tidak sengaja melihatnya. Kau
tidak akan pernah bisa pacaran dengan seseorang kalau kau terus cemburu
kepadanya hanya karena dia melihat majalah porno tahu?”
Setelah
mengumpulkan kembali pikiranku dan menyadari apa yang dikatakan sensei, wajahku
meledak dengan kemarahan.
Dari
sudut pandang orang yang tidak tahu kemampuan Hibiya-kun, aku hanyalah seorang
gadis yang cemburu kepada bocah disampingku yang mengintip majalah porno sampai
menjadi marah.
“BU-BUKAN!
AKU TIDAK BERMAKSUD SEPERTI ITU!”
“Ah~
Aku tahu, aku tahu. Aku juga merasa selalu dimarahi oleh Tuhan karena itu. Aku
mengerti perasaan itu.”
"GAAHH!!!!
CUKUP!!!! AKU INGIN KELUAR DARI MOBIL INI!!! BIARKAN AKU KELUAAR!!"
Setelah
aku meneriakkan ini, mobilnya berhenti di tepi jalan.
“Eh?
Ah, jangan bilang anda benar-benar akan menurunkan kami disini.”
“Hahaha!
Sayangnya kita sudah sampai pada tujuan kita. Yah, kuserahkan sisanya kepada
kalian berdua.”
Dari
balik jendela, terlihat sebuah taman kecil yang terlihat biasa-biasa saja.
Ini
adalah tempat dimana insiden yang diceritakan Hibiya-kun terjadi, taman normal
yang diluar dugaanku dan juga bisa ditemui dimana saja.
Disini,
seandainya kami bisa menemukan petunjuk bagaimana caranya menemukan
Hiyori-chan.......
Hibiya
membuka pintu mobilnya dan keluar, aku bergegas mengikutinya.
Kami
berbalik menghadap mobil, dan sensei membuka jendela mobilnya sambil menyalakan
rokoknya.
Dia
pasti menahannya sebelum kami keluar dari mobil.
“Akhirnya
aku bisa istirahat. Aku tidak terlalu mengerti apa yang terjadi, tapi kuharap
kalian berhasil mencari orang itu. Yah, jika aku masih bertemu dengan Kisaragi
saat pelajaran tambahan.”
“Guehhh......begitu
ya. Mohon bantuannya.....”
“Te-terima
kasih. Uhm....ah, maaf. Aku belum memperkenalkan diriku. Namaku Hibiya.”
Mungkin
karena bagi sensei Hibiya yang tiba-tiba memperkenalkan dirinya saat kami
hampir ingin berpisah itu lucu, sensei tertawa dan menjawab.
“Oh,
aku Tateyama. Kita akan bertemu kembali. Selamat tinggal.”
Sensei
menutup jendela mobilnya, melambaikan tangan, lalu mengemudikan mobilnya
meninggalkan kami.
“Haa.
Padahal aku tidak ingin memikirkan pelajaran tambahan saat liburan, tapi
gara-gara dia aku jadi ingat lagi....Eh, ada apa Hibiya?
“Huh?
Tidak ada....hanya saja aku merasa pernah mendengar nama itu sebelumnya......”
“Hmm~
Karena itu nama yang langka, mungkin saja ada kenalanmu yang bernama seperti
itu.”
“Se-sepertinya.....”
Hibiya
memperlihatkan senyuman pahit lalu berbalik untuk menatap taman seperti ingin
mengubah suasana hatinya.
"Jadi,
Hibiya. Apakah kamu melihat sesuatu?"
“Se-sebentar,
harusnya aku bisa melihatnya......akan kucoba.”
Hibiya
menatap taman lalu mulai memfokuskan dirinya untuk mengaktifkan kemampuannya.
Gara-gara
mendengar cerita Hibiya, melihat taman yang kosong tanpa anak-anak satu pun
meski hari ini hari libur menimbulkan kesan bahwa semua anak-anak yang datang
kesini telah ditelan. Pikiran itu sukses membuatku merinding.
Hibiya
mencoba mengaktifkan kemampuannya terus menerus sampai matahari tenggelam, tapi
dia masih tetap tidak bisa menemukan Hiyori sama sekali.
Bulan
mulai menampakkan sosoknya di tengah langit malam—memberikan cahaya redup yang
cukup jelas untuk terlihat dari balik dedaunan.
Kami
duduk di kursi taman berjam-jam.
Jelas
sekali bahwa Hibiya sangatlah kelelahan setelah mencoba fokus tanpa henti
selama berjam-jam.
Pada
akhirnya, bukan hanya kami tidak bisa menemukan kebenaran dibalik kemampuan
ini, kami juga telah menghabiskan tenaga untuk mengaktifkan kemampuannya, sudah
jelas ini adalah situasi yang buruk.
"Hei,
hei……. Hibiya, sudah telat nih. Gimana kalau kita coba lagi besok saja?"
“Aah,
Obaa-san bisa pulang duluan.....aku akan melakukan ini sendirian.....”
“Itu
tidak boleh! Hibiya, kamu sudah lelah bukan? Kupikir kamu harus
istirahat.......”
Bersamaan
dengan aku berbicara, aku menyadari Hibiya menatapku dengan tajam.
Ini
sama seperti kemarin, tatapan dingin yang penuh dengan kebencian.
"Eek…."
Kalah
dengan tekad Hibiya yang kuat, aku tidak bisa mengatakan apa-apa.
Benar
juga, setiap menit—bahkan detik, nyawa Hiyori bisa terancam. Tidak mungkin
Hibiya akan mengatakan “Istirahat yuk.”.
Hibiya
kembali menundukkan kepalanya dan mulai mencoba fokus dengan menatap lantai.
Aku
yang tidak bisa melakukan apa-apa hanya bisa melihatnya berusaha. Namun aku
melihat tetesan-tetesan air yang membuat titik gelap di tanah dekat kaki
Hibiya.
Aku
tahu apa itu, mengetahuinya membuat dadaku sesak.
“Apa-apaan
sih.....! Kemampuan ini benar-benar tidak berguna.....!?”
Melihat
Hibiya yang menangis, aku tidak bisa mengatakan apa-apa.
Aku
lah yang tidak berguna. Mengatakan omong kosong tentang bagaimana aku akan terus
menolongnya, tapi pada akhirnya......
Saat
itu, mataku mulai tergenang oleh air mata.
Air
mata ini tidak bisa lagi kubendung, lalu perlahan menetes menuruni pipiku.
Tiba-tiba
Hibiya berdiri dan berjalan menuju pintu keluar taman.
“Ke-kemana
kamu pergi?!
Biarpun
aku memanggilnya dengan suara yang serak, yang menunjukkan kalau aku juga
menangis, Hibiya tidak peduli dan terus berjalan.
Akhirnya
aku juga berdiri dan memegang tangannya. Barulah kusadari tangan mungilnya
gemetaran.
“Tidak
akan ada yang selesai kalau aku bergantung pada kemampuan itu.. Lebih baik aku
langsung saja mencarinya.”
“Itu
juga tidak akan membuahkan hasil! Bagaimana kalau kita mencarinya besok saja,
kita juga meminta yang lain untuk ikut mencarinya, oke?”
Hibiya
menepis tanganku dengan kasar.
“Makanya.....bukannya
sudah kubilang aku tidak bisa mempercayai mereka?! Bahkan sekarang lebih sulit
lagi untuk mempercayai kemampuan ini.....”
Hibiya
berjalan maju, kemudian berhenti.
Lalu
dia berjalan beberapa langkah dan mengambil sesuatu di tanah.
Itu
adalah tas kertas yang sama dengan yang di dalam kantong rompi Hibiya.
“Hiyori
membeli ini.....”
Hibiya
bergumam lalu berlutut.
"Hibiya?!"
Aku
berlari menuju Hibiya dan menyadari kalau wajahnya putih pucat.
“Semangat
oke? Kita akan berjuang bersama....oke?”
“Mungkin
lebih baik kalau aku menghentikan ini semua......aku bahkan tidak tahu apakah
Hiyori masih hidup atau.....”
“.......Jangan
seperti itu!!!”
Itu
adalah kalimat yang tidak boleh dia katakan.
Kalau
tidak ada orang yang percaya seseorang masih hidup, kalau dia tidak mencari
orang tersebut, mungkin orang itu akan benar-benar menghilang. Itulah hal yang
kupercaya sejak aku kecil.
“Kamu
tidak boleh....mengatakan hal seperti itu. Jangan menyerah! Karena.....aku
mempercayaimu!”
“Ka-kalau
begitu, apa yang harus kulakukan?! Hiyori tidak ada disini lagi....itu berarti
bahkan aku tidak bisa ‘melihat’nya....”
Memang
benar. Kemampuan itu tidak ada gunanya kalau kami harus melihat ‘seseorang’,
kemampuan itu hanya bisa melihat tempat, tapi tidak ada artinya kalau Hiyori
tidak ada.
Kalau
begini apa yang harus kami lakukan.
"……
bukan"
Pada
waktu itu, perlahan kepalaku memunculkan teori yang aneh.
Kenapa
aku tidak menyadari ini lebih awal? Ini lebih mudah daripada apa yang kami
pikirkan selama ini.
"…….Hei,
Hibiya. Majalah porno yang kamu lihat di mobil Sensei.....apakah kau ‘melihat’
sesuatu yang lain?"
Hibiya
terdiam sejenak setelah mendengar pertanyaanku, lalu menjawabnya dengan jujur.
“Waktu itu.....bukannya sudah kubilang aku
tidak menggunakan kemampuanku untuk itu?! Aku......tidak sengaja melihatnya.”
Semua
hipotesis yang ada di dalam kepalaku begabung, dan tiba-tiba berubah menjadi
‘kebenaran’.
Memang,
Hibiya menggunakan kemampuannya pada waktu itu.
Itu
adalah saat dimana Hibiya tidak bisa melihat apa-apa biarpun dia menggunakan
kemampuannya.
“Mungkin......ini
akan berhasil!”
"HAH!?
Apanya yang berhasil?"
“Yah,
saat kau melihat ‘seseorang’, kau bisa melihat ‘tempat’ yang berhubungan dengan
orang itu kan? Tapi saat kau melihat ‘majalah’ itu, kau tidak bisa melihat
‘apa-apa’.”
Hibiya
memiringkan kepalanya seperti tidak mengerti apa yang ingin kusampaikan.
“Jadi,
saat kamu mencoba mengaktifkan kemampuanmu, tidak ada yang terjadi. Namun, saat
kamu melihat ‘majalah’ matamu sangatlah merah. Aku yakin kemampuanmu aktif
secara otomatis.”
“Tapi
aku tidak melihat apa-apa.....”
“Bukan.
Sebenarnya kamu ‘melihat’nya tapi karena sesuatu kamu tidak melihatnya. Hei,
bagaimana kalau kita pikirkan seperti ini. Saat kamu melihat ‘seseorang’ kamu
melihat ‘tempat’ sedangkan saat kamu melihat ‘sesuatu’ kamu melihat.........”
"……….
‘pemilik’nya?"
Ya,
kemampuan Hibiya adalah melihat ‘sesuatu’ untuk melihat ‘pemilik’nya, jadi pada
saat itu, apa yang Hbiya ‘lihat’ adalah Sensei yang mengemudi. Dan karena orangnya
tepat berada di depannya, dia berpikir kalau dia ‘tidak bisa melihat apa-apa’.
“Ini
cuma hipotesis. Tapi kalau ini benar, itu berarti....”
Hibiya
mengerti apa yang kumaksud, dan mengambil tas kertas Hiyori yang dia jatuhkan.
“.....Ayo
kita coba.”
Hibiya
membuka tas kertasnya dan mengeluarkan isinya, sebuah ikat rambut.
“Apa-apaan
sih, apakah orang itu lebih berharga daripada aku?”
Dan
Hibiya mulai memfokuskan dirinya.
Kalau
hipotesisku benar, berarti dia bisa melihat Hiyori.
Namun,
Hibiya menghabiskan waktu terlalu lama untuk mengaktifkan kemampuannya.
“Obaa-san.....aku
tidak bisa fokus.....”
Siratan
mata Hibiya hampa—seakan dia bisa tumbang kapan saja.
Tentu
saja. Itu karena sejak kemarin dia sudah tertekan.
Kami
memang harus mencobanya kembali besok......
.......atau
tidak.
Hibiya
pasti akan meolak kalau aku mengatakan, “Pulang yuk.”
Paling
tidak kemampuanku tidak menimbulkan masalah apapun hari ini.
......kalau
dipikir-pikir, rasanya aku melupakan sesuatu. Apa ya.....
Sesuatu
tentang kemampuanku....
"AAAAAHHHH!!!!!!”
"UWAH!
Ada apa Obaa-san…"
“Aku-aku
keluar sendirian?!?!?!”
“Eh?
Tidak, kau keluar bersamaku......”
“Horeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeee!!!
Aku bisa mengontrol kemampuanku sekarang??!?!?!”
“A...pa.....?”
Hibiya
menatapku dengan tajam, namun semua itu terkalahkan oleh perasaan bahagia akan
peningkatan yang kulakukan.
Aku
selalu menginginkan kehidupan normal dan sekarang aku bisa mendapatkannya.
Kalau
aku tidak bahagia karena ini, kapan lagi aku bisa bahagia?
Dan
ada satu lagi.
Akhirnya
aku mengerti bagaimana caranya aku menggunakan ‘kemampuan’ku.
“Tidak~
hahaha. Maaf ya, aku hanya menemukan sesuatu. Aku bisa menolongmu.”
“Kamu
bisa membantuku...?”
“Yup,
bisakah kamu meminjamkan ikat rambut itu sebentar?”
Dia
ragu, berdiri, dan berjalan menuju diriku.
“Apa
yang ingin kau lakukan?”
“Baiklah,
lihat saja oke?”
Aku
mengambil ikat rambutnya dengan tangan kananku dan menutup mataku, memokuskan
diriku.
Ikat
rambut adalah titik untuk menarik perhatian.
Ya,
sama seperti bagaimana aku melakukannya di departemen store. Untuk Hibiya,
keluarkan seluruh kemampuan!!!!
Kubuka
mataku dan melihat seluruh lampu di taman menyala.
“Kereeeen,
kau menarik cahaya-cahaya pada dirimu......sama seperti idola!”
"Yup.
Mau kunyanyikan sebuah lagu? Semoga kamu menikmatinya."
Mata
Hibiya berubah menjadi merah saat dia berteriak, “OKE!!!”
Kalau
dia melihatku seperti ini, dia akan berhenti memanggilku ‘Obaa-san’.
Bersamaan
dengan munculnya pikiran itu, aku menatap ke langit—melihat bulan diatas sana.
Dan aku, sebagai idola baru diatas panggung, merasa sedikit malu.
~***~
Translator
Note
Oba-san
= Bibi/Tante
Sensei
= Guru
Ah ini soalnya kaori awalnya mentranslet dibagi jadi berpart-part supaya kaori gak cape, tapi setelah selesai kaori gabung, jadi kaori edit yang part 5-nya~ <---ketauan malas buat post baru
BalasHapus