Kagerou Daze Vol. VI - kepusingan I (Part 2)
Mendengar suara yang tidak aku duga,
perasaan yang tadi menggebu-gebu dalam diriku terhenti secara tiba-tiba.
Sebagian dari ini karena aku tidak menyangka akan ada orang lain di tempat
hampa ini, tetapi aku lebih kaget akan suara siapa yang telah kudengar.
Tepat setelah itu, suara “tiit”
elektronik berdantum dengan teratur. Mengisi kekosongan yang tadinya
menyelimutiku, suara itu terus berulang bagai ingin memberitahukanku sesuatu.
Ini adalah suara yang tidak sukar
kudengar… menirukan denyutan-denyutan kehidupan, bunyinya yang berulang
menunjukkan detakan jantung yang masih bernyawa.
Apakah ini… suara monitor jantung?
Aku sering mendengar suaranya; ketika almarhum kakekku dirawat inap, ketika
adikku tengelam di laut… dan terakhir di musim panas yang telah berlalu.
Mengangkat kepalaku, aku menyadari
adanya pintu baja yang muncul tidak jauh dari tempat aku berdiri. Tidak ada
dinding yang menyangganya, pintu baja itu hanya berdiri sendirian. Mungkinkah
karena aku sudah tenang atau karena aku mulai terbiasa dengan ketidaknormalan
ini? Namun, walau ada sebuah pintu yang entah darimana asal muasalnya, tidak
ada rasa [kaget] dari dalam diriku.
Kutorehkan fokusku ke pintu di
hadapanku. Tampaknya itu adalah… pintu ke ruang operasi. Mengapa aku bisa
berkata begitu? Itu karena ada panel di
atas pintunya yang bersinar terang bagai menandakan ada operasi yang sedang
berlangsung di dalamnya. Suara monitor jantung yang terus berbunyi pun
kelihatannya keluar dari balik pintu itu. Kemunculan pintu yang begitu
mendadak… dan juga suara seseorang yang kukenali…
“…apa aku harus masuk ke dalam?”
itulah yang kutafsirkan dari semua ini.
Namun… apa hal seperti ini mungkin?
Jika kami sungguh bisa berjumpa
kembali, tentu aku menginginkannya. Jika kami bisa mengobrol akan lebih baik
lagi. Soalnya, aku menyesal akan kurangnya waktu yang kami habiskan bersama,
selain itu aku juga tidak mengetahui apa yang sebenarnya terjadi kepadanya. Aku
selalu bertnya-tanya apa gerangan yang terjadi dua tahun lalu, di [hari itu] di
mana hanya aku seorang yang tertinggal.
Andai kami bisa bertemu dan
berbicara dengan satu sama lain lagi, maka…
“…Buka.”
Ketika untaian perintah itu keluar
dengan lembut dari mulutku, lampu merah yang menghias pintu baja itu berhenti
bersinar dan mati. Bergiringan dengan itu, pintu operasi itu terbuka dalam
senyap.
Aroma gas desinfeksi adalah hal yang
petama menyerang indra penciumanku, sangat megingatkanku dengan bau khas Rumah
Sakit. Sama anehnya dengan pemandangan sebelumnya, kini aku disambut dengan
banyaknya selang IV yang terjalin dan terjerat dengan acak di sebuah ruang
putih. Setiap selang IV itu tersambung dengan kantong yang bergelantung di
tongkat IV. Semua selang tersebut menuju arah yang sama, masuk jauh ke dalam
ruangan itu, puluhan atau bahkan ratusan selang yang tiada akhir tidak terlihat
begitu berbeda dengan rajutan jaring laba-laba. Dari pintu masuk… aku tak bisa
begitu melihat ke mana mereka terjalin. Sepertinya sumber dari dantuman bising
tanpa ampun ini berasal dari di manapun ujung dari selang-selang ini
Tidak melihat adanya keuntungan jika
aku mundur dari sini, aku mempersiapkan diriku dengan menghirup napas
dalam-dalam dan maju melangkahkan kakiku masuk ke ruangan baru.
Ribuan tiang IV yang kini bisa
kulihat dengan jelas tampak bagai sebuah hutan belantara. Aku perlu
meminggirkan mereka jika aku ingin berjalan maju, langkah demi langkah. Terpaan
aroma desinfeksi semakin menyengat dengan setiap langkah yang kuambil. Bagaikan
aku berada dalam hutan fiksi yang kelabu, aku perlu memperhatikan langkahku
agar tidak tersangkut selang-selang yang saling sambung menyambung.
Entah berapa lama aku berjalan,
membuat keributan sana-sini dengan gerakanku yang ceroboh, tidak jarang aku
menabrak sesuatu. Selang-selang yang menemani jalanku tampak akan berakhir.
Walau seingatku aku masuk ke suatu
pintu yang bentuknya seperti ruang operasi, di dalamnya tidak terlihat adanya
apapun yang tampak seperti peralatan medis selain IV. Tidak perlu ditanya tentu
dokter pun tidak ada. Di tengah ruangan putih ini aku hanya melihat sebuah
ranjang berselimutkan warna yang menyatu dengan ruangan, tanpa ada sesuatu yang
membedakannya dengan sekitarnya.
Terbaring di ranjang itu, orang yang
menatapku dengan polos masih terlihat persis sebagaimana aku mengingatnya.
Nafasku terhenti sesaat ketika otakku memastikan apa yang tertangkap indra
penglihatanku.
Berbagai macam pertanyaan bergerak
cepat dalam pikiranku. Kenapa dia bisa berada di tempat seperti ini? Apa yang dia
lakukan setelah [hari itu]? Sebenarnya ini di mana? Apakah dia yang membawaku
ke sini?
Pada akhirnya, hanya satu kalimat
yang keluar dari mulutku.
“Sudah lama kita tidak berjumpa,
Haruka-senpai.”
“…Mm. Memang sudah cukup lama,
bukan.” Mengubah posisinya menjadi duduk, Haruka-senpai menjawabku dengan suara
sayup seperti yang biasa dia lakukan.
…Kemustahilan yang terjadi tepat di
depan mataku mencengangkanku.
“Anu… Aku… Uh…” diriku yang
terguncang membuatku tak bisa mengeluarkan uneg-unegku dan terdiam. Selain itu,
aku juga tidak memiliki topik yang pantas untuk dibicarakan.
Mungkin karena dia merasakan
perasaanku, Haruka-senpai lah yang memulai pembicaraan kami, “Memang sudah
begitu lama sejak kita melihat satu sama lain, jadi wajar saja kalau kamu agak
gugup. Aku tidak menyangka kita akan bertemu kembali dalam situasi yang seperti
ini.”
“S-senpai pun juga merasa begitu?”
Haruka-senpai membalas dengan
santai, “Iya kan,” lalu ekspresi muram menyapa wajahnya.
…Kesenyapan di antara kami hadir
terlalu cepat. Oh iya, sudah berapa lama sejak aku berbicara dengan orang lain?
Seingatku belum lama ini aku ada berbicara dengan adikku, tetapi selain itu aku
tidak memiliki kontak apapun dengan orang lain. Begitulah diriku. Makanya sulit
bagiku bisa berbicara dengan mulus kepada siapapun.
“…A-anu! Aku! Aku memiliki berbagai
hal yang ingin kubicarakan denganmu! Soal apa sebenarnya tempat ini, dan
semacamnya…!”
Tak mengejutkan, volume suaraku
terdengar tidak alami. Haa, setidaknya suaraku tidak menggema. Ketidak-adaannya
dinding di sini membuatku bersyukur.
Suara memekikku tidak membuat
Haruka-senpai terkejut, tetapi dia malah menundukkan kepalanya dengan perawakan
seperti orang yang bersalah, “Dari apa yang aku lihat, sepertinya kamu memang
tidak mengingat apapun, kah? Jangan-jangan kamu juga tidak mengingat apa yang
terjadi kepada [mereka semua]?”
Memang tidak mengingat? Mereka semua?
Apa yang dia maksud dengan itu? Aku tidak mengerti sama sekali.
“Uh… maaf, aku tidak tau apa yang
senpai bicarakan.”
“Benarkah? Jika begitu… dari mana
aku harus memulainya.”
Kelihatannya ada sesuatu yang
diketahui oleh Haruka-senpai. Jika bisa, aku ingin dia segera memberitauku apa
yang sebenarnya terjadi… harapan-harapan kecil muncul dari benakku, tetapi
tidak mungkin aku bisa memaksanya untuk mengatakannya secepat mungkin.
Haruka-senpai selalu melakukan sesuatu sesuai iramanya. Namun, sejak dulu aku
tidak pernah membenci Haruka-senpai yang seperti itu.
“…Aku selalu ingin bertanya mengenai
kondisimu.”
Ah, sial. Lagi-lagi aku berbicara terlalu
blak-blakan.
Dulu, aku sering dimarahi karena aku
terlalu blak-blakan dan terkesan [tidak sopan], tetapi sampai sekarang aku
tidak bisa berbicara dengan santun, walau dalam sesi yang formal.
“Terima kasih. Sebenarnya aku ingin
memohon maaf kepadamu karena suatu hal. Ini akan menjadi cerita yang cukup
panjang…” Haruka-senpai menjawabku masih dengan raut muka bersalah, kemudian
dia mengisahkanku tentang kejadian di masa lalu.
Suaranya masih sebening kristal,
tidak berubah sejak musim panas dua tahun lalu, di waktu ia tiada.
***
Catatan Penerjemah:
Hai hai haloo, maaf ya lamaaa banget baru ini dilanjut. Alasan yah sama aja sih, sibuuuuuk. Tapi kayaknya tahun depan cukup senggang jadi bisa lebih lancar menerjemahkan semua sisa volumenya!
Volume satu ini berada di sudut pandang Kokonose Haruka, kita bisa melihat kalau ternyata bukan cuma Takane saja yang tertatih-tatih akan rasa cintanya kepada teman kelasnya yang satu ini. Haruka-senpai ternyata bukan orang yang tidak peka!
Enggak tau lagi sih update selanjutnya kapan, tapi yang pasti bukan minggu ini! Dadah!.
lov u kak kaorii ❤(ӦvӦ。)
BalasHapusSemangat ka kaorii!! Makasih udah menerjemahkan!!
BalasHapusMin kapan up laginya?:(
BalasHapus