Keadaan Dunia Konoha
Disebuah kanvas biru bernama langit dimana
awan-awan putih saling bergerumul seperti kapas.
Meskipun semua ini terlihat seperti sebuah
kebohongan—yang sangat disayangkan adalah sebuah fakta—aku tetap menolak untuk
menerima semua ini sebagai sebuah kenyataan.
Terik sinar mentari serasa membakar
jalanan—samar-samar menimbulkan fatamorgana ditengah siang bolong.
Meskipun begitu, aku sudah tidak bisa
merasakan lagi semua itu... panasnya cahaya mentari.. maupun aroma aspal yang
terbakar oleh sang mentari.
"Sekarang kamu menyadarinya,
bukan? Ini bukanlah tempatmu berada. Di dunia tanpa ratu ini, kamu bukanlah
apa-apa."
"Ah, kau lagi? Aku tidak mengerti kenapa
kau bisa berpikir seperti itu…."
Apakah ini bisa disebut sebagai sebuah
pembicaraan—dimana aku hanya mendengar suara-suara tanpa memiliki sosok?
Ataukah aku hanya berbicara pada diriku sendiri?
Paling tidak, setelah sekian lama suara itu
menghantuiku kini aku mulai mengerti apa yang dia katakan.
Namun jika aku kembali sekarang, pasti aku
akan melupakannya.
Aku merasa malu karena kemampuan berbicaraku
menjadi lebih lambat dari sebelumnya.
Pohon yang berjejer disepanjang trotoar—tepat
di depan persimpangan seorang gadis dengan ekspresi sayu terlukis diwajahnya
sedang berjalan dengan sempoyongan melewati jalur penyebrangan.
Sudah berapa kali aku melihat semua ini? Tak
terhitung lagi.. dan sudah berapa kali pula kubiarkan semua itu terjadi?
Untuk kesekian kalinya kuulurkan tanganku
padanya, yang sudah berada pada area jangkauanku.
"Itu tidak berguna. Ini bukan
duniamu. Ini sudah dunia ‘mereka’. Tentunya kamu sudah mengerti bahwa semua
yang kamu lakukan tidak ada gunanya.”
Lampu merah menyala menandakan bahwa para
pejalan kaki dilarang menyeberang untuk beberapa saat, namun gadis itu tidak
memperhatikannya.
Hingga akhirnya dia berada tepat
dihadapanku... sangat dekat seolah aku hanya perlu mengulurkan tanganku agar
bisa memeluknya.
Namun itu hanyalah harapan kosong. Ia terus
berjalan melaluiku.. menembus tangan yang kuulurkan untuknya, aku bagaikan
menggapai udara yang tak terlihat.
"Kenapa... ?!"
Dan ‘insiden’ itu kembali terjadi disertai
jeritan yang memekikkan telinga.
Seperti kaset video yang rusak, pandangan
didepanku perlahan ditelan kegelapan—hingga akhirnya lenyap.
Saat aku menundukkan kepala, badanku juga
perlahan mulai lenyap.
"Sepertinya ‘itu’ sudah ditentukan dan ini pun akan
berakhir. Kamu tersesat kesini dan bertingkah ceroboh, tapi kamu masih bisa
berada disini—jangan kamu pikir itu karena kekuatanmu."
"Jadi ini kekuatanmu? Memberikan tubuh
yang kuat ini padaku, baik sekali."
"Itu adalah tubuh yang kamu
inginkan, itu saja. Jangan salah sangka. Sekarang, kembalilah."
"Ah, anu, sebelum aku menghilang. Bisakah
kamu katakan ini kepadaku diriku yang satu lagi?"
"Apa?"
"ⅹⅹⅹⅹⅹⅹⅹⅹⅹⅹⅹⅹ"
"……..Aku tidak bisa menjanjikan
apa-apa."
"Tidak apa. Terima kasih untuk
semuanya."
Sepertinya ini sudah berakhir, pada akhirnya
aku tetap saja tidak bisa melakukan segalanya dengan cepat.
Ah, jika permohonanku bisa dikabulkan sekali
lagi...
。・゚゚・(>д<)・゚゚・。
Next : Kagerou Daze I
thanks gan
BalasHapus