Minggu, 26 Agustus 2018

daze I (part 2)

Kagerou Daze Vol. VI - kepusingan I (Part 2)

Mendengar suara yang tidak aku duga, perasaan yang tadi menggebu-gebu dalam diriku terhenti secara tiba-tiba. Sebagian dari ini karena aku tidak menyangka akan ada orang lain di tempat hampa ini, tetapi aku lebih kaget akan suara siapa yang telah kudengar.

Tepat setelah itu, suara “tiit” elektronik berdantum dengan teratur. Mengisi kekosongan yang tadinya menyelimutiku, suara itu terus berulang bagai ingin memberitahukanku sesuatu.

Ini adalah suara yang tidak sukar kudengar… menirukan denyutan-denyutan kehidupan, bunyinya yang berulang menunjukkan detakan jantung yang masih bernyawa.

Apakah ini… suara monitor jantung? Aku sering mendengar suaranya; ketika almarhum kakekku dirawat inap, ketika adikku tengelam di laut… dan terakhir di musim panas yang telah berlalu.

Mengangkat kepalaku, aku menyadari adanya pintu baja yang muncul tidak jauh dari tempat aku berdiri. Tidak ada dinding yang menyangganya, pintu baja itu hanya berdiri sendirian. Mungkinkah karena aku sudah tenang atau karena aku mulai terbiasa dengan ketidaknormalan ini? Namun, walau ada sebuah pintu yang entah darimana asal muasalnya, tidak ada rasa [kaget] dari dalam diriku.

Kutorehkan fokusku ke pintu di hadapanku. Tampaknya itu adalah… pintu ke ruang operasi. Mengapa aku bisa berkata begitu?  Itu karena ada panel di atas pintunya yang bersinar terang bagai menandakan ada operasi yang sedang berlangsung di dalamnya. Suara monitor jantung yang terus berbunyi pun kelihatannya keluar dari balik pintu itu. Kemunculan pintu yang begitu mendadak… dan juga suara seseorang yang kukenali…

“…apa aku harus masuk ke dalam?” itulah yang kutafsirkan dari semua ini.

Namun… apa hal seperti ini mungkin?

Jika kami sungguh bisa berjumpa kembali, tentu aku menginginkannya. Jika kami bisa mengobrol akan lebih baik lagi. Soalnya, aku menyesal akan kurangnya waktu yang kami habiskan bersama, selain itu aku juga tidak mengetahui apa yang sebenarnya terjadi kepadanya. Aku selalu bertnya-tanya apa gerangan yang terjadi dua tahun lalu, di [hari itu] di mana hanya aku seorang yang tertinggal.

Andai kami bisa bertemu dan berbicara dengan satu sama lain lagi, maka…

“…Buka.”

Ketika untaian perintah itu keluar dengan lembut dari mulutku, lampu merah yang menghias pintu baja itu berhenti bersinar dan mati. Bergiringan dengan itu, pintu operasi itu terbuka dalam senyap.

Aroma gas desinfeksi adalah hal yang petama menyerang indra penciumanku, sangat megingatkanku dengan bau khas Rumah Sakit. Sama anehnya dengan pemandangan sebelumnya, kini aku disambut dengan banyaknya selang IV yang terjalin dan terjerat dengan acak di sebuah ruang putih. Setiap selang IV itu tersambung dengan kantong yang bergelantung di tongkat IV. Semua selang tersebut menuju arah yang sama, masuk jauh ke dalam ruangan itu, puluhan atau bahkan ratusan selang yang tiada akhir tidak terlihat begitu berbeda dengan rajutan jaring laba-laba. Dari pintu masuk… aku tak bisa begitu melihat ke mana mereka terjalin. Sepertinya sumber dari dantuman bising tanpa ampun ini berasal dari di manapun ujung dari selang-selang ini

Tidak melihat adanya keuntungan jika aku mundur dari sini, aku mempersiapkan diriku dengan menghirup napas dalam-dalam dan maju melangkahkan kakiku masuk ke ruangan baru.

Ribuan tiang IV yang kini bisa kulihat dengan jelas tampak bagai sebuah hutan belantara. Aku perlu meminggirkan mereka jika aku ingin berjalan maju, langkah demi langkah. Terpaan aroma desinfeksi semakin menyengat dengan setiap langkah yang kuambil. Bagaikan aku berada dalam hutan fiksi yang kelabu, aku perlu memperhatikan langkahku agar tidak tersangkut selang-selang yang saling sambung menyambung.

Entah berapa lama aku berjalan, membuat keributan sana-sini dengan gerakanku yang ceroboh, tidak jarang aku menabrak sesuatu. Selang-selang yang menemani jalanku tampak akan berakhir.

Walau seingatku aku masuk ke suatu pintu yang bentuknya seperti ruang operasi, di dalamnya tidak terlihat adanya apapun yang tampak seperti peralatan medis selain IV. Tidak perlu ditanya tentu dokter pun tidak ada. Di tengah ruangan putih ini aku hanya melihat sebuah ranjang berselimutkan warna yang menyatu dengan ruangan, tanpa ada sesuatu yang membedakannya dengan sekitarnya.

Terbaring di ranjang itu, orang yang menatapku dengan polos masih terlihat persis sebagaimana aku mengingatnya. Nafasku terhenti sesaat ketika otakku memastikan apa yang tertangkap indra penglihatanku.

Berbagai macam pertanyaan bergerak cepat dalam pikiranku. Kenapa dia bisa berada di tempat seperti ini? Apa yang dia lakukan setelah [hari itu]? Sebenarnya ini di mana? Apakah dia yang membawaku ke sini?

Pada akhirnya, hanya satu kalimat yang keluar dari mulutku.

“Sudah lama kita tidak berjumpa, Haruka-senpai.”

“…Mm. Memang sudah cukup lama, bukan.” Mengubah posisinya menjadi duduk, Haruka-senpai menjawabku dengan suara sayup seperti yang biasa dia lakukan.

…Kemustahilan yang terjadi tepat di depan mataku mencengangkanku.

“Anu… Aku… Uh…” diriku yang terguncang membuatku tak bisa mengeluarkan uneg-unegku dan terdiam. Selain itu, aku juga tidak memiliki topik yang pantas untuk dibicarakan.

Mungkin karena dia merasakan perasaanku, Haruka-senpai lah yang memulai pembicaraan kami, “Memang sudah begitu lama sejak kita melihat satu sama lain, jadi wajar saja kalau kamu agak gugup. Aku tidak menyangka kita akan bertemu kembali dalam situasi yang seperti ini.”

“S-senpai pun juga merasa begitu?”

Haruka-senpai membalas dengan santai, “Iya kan,” lalu ekspresi muram menyapa wajahnya.

…Kesenyapan di antara kami hadir terlalu cepat. Oh iya, sudah berapa lama sejak aku berbicara dengan orang lain? Seingatku belum lama ini aku ada berbicara dengan adikku, tetapi selain itu aku tidak memiliki kontak apapun dengan orang lain. Begitulah diriku. Makanya sulit bagiku bisa berbicara dengan mulus kepada siapapun.

“…A-anu! Aku! Aku memiliki berbagai hal yang ingin kubicarakan denganmu! Soal apa sebenarnya tempat ini, dan semacamnya…!”

Tak mengejutkan, volume suaraku terdengar tidak alami. Haa, setidaknya suaraku tidak menggema. Ketidak-adaannya dinding di sini membuatku bersyukur.

Suara memekikku tidak membuat Haruka-senpai terkejut, tetapi dia malah menundukkan kepalanya dengan perawakan seperti orang yang bersalah, “Dari apa yang aku lihat, sepertinya kamu memang tidak mengingat apapun, kah? Jangan-jangan kamu juga tidak mengingat apa yang terjadi kepada [mereka semua]?”

Memang tidak mengingat? Mereka semua? Apa yang dia maksud dengan itu? Aku tidak mengerti sama sekali.

“Uh… maaf, aku tidak tau apa yang senpai bicarakan.”

“Benarkah? Jika begitu… dari mana aku harus memulainya.”

Kelihatannya ada sesuatu yang diketahui oleh Haruka-senpai. Jika bisa, aku ingin dia segera memberitauku apa yang sebenarnya terjadi… harapan-harapan kecil muncul dari benakku, tetapi tidak mungkin aku bisa memaksanya untuk mengatakannya secepat mungkin. Haruka-senpai selalu melakukan sesuatu sesuai iramanya. Namun, sejak dulu aku tidak pernah membenci Haruka-senpai yang seperti itu.

“…Aku selalu ingin bertanya mengenai kondisimu.”

Ah, sial. Lagi-lagi aku berbicara terlalu blak-blakan.

Dulu, aku sering dimarahi karena aku terlalu blak-blakan dan terkesan [tidak sopan], tetapi sampai sekarang aku tidak bisa berbicara dengan santun, walau dalam sesi yang formal.

“Terima kasih. Sebenarnya aku ingin memohon maaf kepadamu karena suatu hal. Ini akan menjadi cerita yang cukup panjang…” Haruka-senpai menjawabku masih dengan raut muka bersalah, kemudian dia mengisahkanku tentang kejadian di masa lalu.


Suaranya masih sebening kristal, tidak berubah sejak musim panas dua tahun lalu, di waktu ia tiada.

***

Catatan Penerjemah:
Hai hai haloo, maaf ya lamaaa banget baru ini dilanjut. Alasan yah sama aja sih, sibuuuuuk. Tapi kayaknya tahun depan cukup senggang jadi bisa lebih lancar menerjemahkan semua sisa volumenya!

Volume satu ini berada di sudut pandang Kokonose Haruka, kita bisa melihat kalau ternyata bukan cuma Takane saja yang tertatih-tatih akan rasa cintanya kepada teman kelasnya yang satu ini. Haruka-senpai ternyata bukan orang yang tidak peka!

Enggak tau lagi sih update selanjutnya kapan, tapi yang pasti bukan minggu ini! Dadah!.

3 komentar: