Shinigami
Record III
Hari ke-1014
Hujan
turun dengan derasnya tiap hari, sama sekali tidak menunjukkan pertanda akan
reda, terus membasahi dedaunan dari pohon yang terlalu besar.
Dengan
perubahan cuaca, temperatur mulai naik, tapi cuaca buruk terus memperburuk
perasaanku.
Dengan
tiap tetes air hujan yang jatuh di depan mataku, aroma rerumputan yang muncul
memberikan bau musim panas.
“....seberapa
banyak nyali yang dia miliki?”
Di
hujan lebat ini, biarpun bentuknya masihbelum sesuai, pembangunan rumahku
akhirnya bisa terlihat.
Seperti
biasanya, hari ini, tanpa kenal lelah, aku terus mengikuti si pemuda penuh
senyum itu, yang sekarang sedang memindahkan berbagai macam material dan
peralatan.
“Dengan
hujan sederas ini, bukannya normal untuk istirahat? Sebagai manusia lemah yang
lukanya lambat sembuh, apa yang membuat dirinya sangat percaya diri?”
Gumamku
sendiri di gubuk yang dibangun dengan buruk (dengan pemadian yang sudah
dibangun), paling tidak itu cukup untuk menahan angin dan hujan. Letaknya tidak
terlalu jauh dari tempat rumahku dibangun.
Membuka
pintu, aku duduk bersila dan mengamatinya. Kegiatan ini mulai menjadi salah
satu keseharianku.
Kalau
begini terus, tidak lama lagi rumahku akan selesai.
Biarpun
dulunya dia adalah anak kecil yang asalnya sama sekali tidak tahu bagaimana
caranya membangun rumah, sekarang dia bisa mengerjakannya dengan baik. Entah
kenapa aku merasa agak senang ketika menyadari itu.
Yah,
tentu saja, dia bisa menjadi seperti itu berkat bantuanku selama ini.
Pada
awalnya, cukup dengan kata-kata tajam seperti “Apa yang kau tahu tentang cara
membangun sesuatu?” untuk membuatnya menangis. Karena merasa kasihan, kuajarkan
dia semua yang kubisa.
Hanya
itu penyebab kenapa sebuah rumah bisa dibangun dalam waktu yang terbilang
singkat.
Biarpun
begitu, dia juga terlalu bersemangat untuk seorang manusia. Dia memotong,
mengangkat, dan memasang semua material ini sendirian saja.
Rumahnya
sendiri masih jauh dari sempurna, tapi aku memutuskan untuk tidak mengkritik
terlalu kejam.
Sudah
tiga tahun sejak dia mulai membangunnya.
Biarpun
untukku itu termasuk waktu yang singkat, mengingat kerjakerasnya, pasti dia
merasa ini adalah tiga tahun yang panjang.
Yah,
bukan berarti aku peduli dengannya.
Hanya
saja, semua akan jadi sia-sia jika dia mati sebelum menyelesaikan rumah ini,
apalagi setelah kutemukan seberguna apa dia itu. Cuma itu.
Intinya,
dia orang yang sangat jujur dan selalu menepati perkataannya. Pasti dia akan
pergi setelah menyelesaikan rumahnya, seperti yang telah dijanjikan.
Lalu,
aku bisa hidup dengan tenang di rumah ini, sendirian saja. Itulah rencana
brilian yang kupikirkan tiga tahun lalu.
Kulipat
tanganku sembari memuji diriku sendiri, tepat saat kudengar gemuruh guntur.
Aku
menyadari kalau hujan semakin deras.
Dilihat
dari waktunya, matahari akan segera tenggelam. Sepertinya dia akan pulang
sebentar lagi.
Seperti
dugaanku, Tsukihiko muncul.
Dia
berlumuran lumpur dari kepala sampai ke kaki, seperti yang telah kubayangkan.
Seperti biasanya, aku menunjukkan kejijikanku.
“Aku
membuat kemajuan yang besar hari ini. Harusnya sebentar lagi selesai. Jadi,
bagaimana menurutmu? Apakah sesuai dengan apa yang kau inginkan....”
“Kotor.
Mandilah.”
Aku
menunjuk ke arah kamar mandi, dan Tsukihiko menjawab. “Ahahah, kau benar. Maaf,
maaf.” sebelum melesat pergi untuk mandi.
Biarpun
aku menyebutnya gubuk yang dibangun dengan buruk, gubuk ini cukup berguna.
Dari
usul Tsukihiko, asalnya bangunan ini hanya sebuah atap perlindungan yang dibuat dimana aku bisa
melihat pembangunannya, tapi gubuk ini justru meluas menjadi seperti sekarang
ini.
Awalnya
aku marah saat dia membuat ruangan untuknyanya sendiri agar bisa tidur di sini,
tapi menyadari kalau pembangunannya akan lebih cepat jika dia dekat dengan
tempat pembangunan, agak enggan kuperbolehkan dia tinggal di sini
kadang-kadang.
Yah,
asalkan tidak ada kerugian apapun. Kecepatan pembangunannya memang meningkat,
dan biarpun aku masih mempunyai keraguan, aku akan menahannya sampai rumahku
selesai.
Ya,
aku akan bersabar sampai rumah itu selesai.
Setelah
itu selesai, akhirnya aku akan mendapat tempat dimana aku bisa menetap. Sampai
pada waktu itu aku akan terus bersabar.
....Biarpun
begitu, apa aku terlalu memanjakan Tsukihiko dengan membiarkannya mandi?
Akan
jadi masalah kalau tiba-tiba dia pingsan, dan masalahnya akan lebih besar jika
rumahku tidak terselesaikan.
Pikiran
ini tenggelam saat suara cipratan air dan seruan terdengar dari kamar mandi.
“Terima
kasih sudah memperbolehkanku mandi! Aku sangat senang!”
Hari ke-1032
Setelah
hujan panjang, akhirnya tanda-tanda dari musim panas bisa dirasakan.
Aku
menghindari sinar menyengat dari cahaya matahari dan merendam kakiku di dalam
seember air yang Tsukihiko bawa.
“Hei,
bagian sini agak janggal!”
Saat
aku memanggilnya, Tsukihiko melambaikan tangannya.
Hari
ini, seperti biasanya, dia dengan tenang membangun rumahku. Sepertinya hari
ini dia akan mengerjakan atapnya.
Biarpun
diterik matahari yang sangatlah panas, kulit putihnya tidak pernah terbakar,
membuatnya terlihat sangat berbeda dengan atap yang berwarna hitam.
Rambutnya juga putih, biarpun dia masih muda. Mungkin
itu dikarenakan oleh kelainan genetik. Benar-benar orang yang aneh.
Ngomong-ngomong,
biarpun sebenarnya aku melambai untuk menunjukkan bagian atap yang agak aneh,
sepertinya dia salah tanggap dan berpikir aku sedang menyemangatinya.
Dia
hanya melambai balik kepadaku dan tersenyum. Dia sama sekali tidak menunjukkan
niat untuk memperbaiki bagian yang kutunjuk tadi.
“Hei,
bukan itu! Coba liat kakimu, kakimu!”
Tsukihiko
akhirya sadar kalau aku mencoba memberitaukannya sesuatu. Dia menoleh ke arahku dan memanggil balik. “Huh? Apa
katamu!?”
Aku
mulai sebal dengan pembicaraan tak nyambung ini. Kenapa si tolol itu tidak
mendengarku saat pertama kali aku mengatakannya?
“Kubilang,
lihat kakimu.....Ah!”
Saat
aku mulai berteriak kepadanya, Tsukihiko tiba-tiba kehilangan keseimbangannya.
Lalu,
tubuhnya jatuh karena gravitasi.
Aku
hampir tidak bisa berpikir saat melihat pemandangan seperti ini, tapi otakku
memaksa untuk menstabilisasi pikiranku sendiri.
Apa yang bisa kulakukan? Apa yang harus
kulakukan pada saat seperti ini
Kemampuan apa yang bisa....Tidak, tidak ada gunanya.
Aku tidak mempunyai kemampuan yang bisa menolong Tsukihiko pada situasi seperti
ini.
Dalam sekejap, kepalaku dipenuhi dengan berbagai
pikiran.
Tetapi
aku tidak bisa memikirkan cara yang efektif untuk menyelamatkan Tsukihiko dari
jarak sejauh ini.
Tubuh
Tsukihiko tidak memperlihatkan perlawanan sama sekali, dan menghilang ke balik
rumah, ke suatu tempat yang tidak bisa kulihat dari sini.
Hatiku
serasa membeku.
Jika
dia terjatuh dari tempat setinggi itu, dia pasti terluka parah.
Menjungkirkan
ember yang berisi air, aku berlari ke tempat dimana kupikir Tsukihiko jatuh.
Seandainya
saja dia jatuh dengan kakinya lebih dulu.....
Tetapi,
kalau dipikir dari terakhir kalinya aku melihat Tsukihiko, yang mana gambaran
itu telah terbakar di mataku, aku merasa dia tidak jatuh dengan cara seperti
itu.
“Tsukihiko!”
Aku
berbelok di ujung rumah dan memeriksa tanahnya.
Tetapi,
aku tidak melihat Tsukihiko.
Sebelum
aku bisa berpikir apa yang terjadi, aku mendengar suara dari atasku.
“Whew,
hampir saja. Hm? Ada apa?”
Saat
aku melirik ke atas, aku melihat Tsukihiko bergantung di ujung atap dengan satu
tangan.
Melihat
bocah itu tersenyum tidak karuan seperti biasanya, bukannya lega, perasaan
marah malah muncul di diriku.
“Jangan
bercanda, bodoh! Bagaimana bisa makhluk lemah sepertimu bisa seceroboh ini!”
Saat
aku mengomelinya, Tsukihiko memucat dengan senyum masih menghias wajahnya.
“Huh?”
Sepertinya
dia tidak mengerti kenapa dia diomeli.
Aku
membuka mulutku agar bisa megeluarkan ombakan amarah, tapi karena aku sedang
dibanjiri berbagai macam emosi, aku tidak bisa mengatakan apa yang kuinginkan.
Pada
akhirnya, satu-satunya yang keluar dari mulutku ada perkataan yang sangat
kekanak-kanakan. “Bodoh!”
Setelah
itu, aku membalikkan diriku darinya.
“Isi
ulang air yang ada di ember. Lalu....jangan panjat atap lagi untuk hari ini.”
Tsukihiko
panik mendengar perkataanku dan menjawab. “Si-siap!”
Aku
sama sekali tidak senang.
Tidak
sedikit pun.
Aku
malah sebal kepada diriku sendiri karena takut terhadap hal yang sangat tidak
penting.
Tambah
lagi, saat aku kembali, tidak akan ada ember yang berisikan air. Ini
benar-benar menyebalkan.
Aku
memutuskan untuk tidak berbicara dengannya hari ini. Pastinya dia akan berkecil
hati karenanya.
Saat
aku memikirkan ini, suasana hatiku membaik dan amarahku sedikit berkurang.
Hari ke-1058
“Dia
telat……!”
Sekarang matahari
terbenam sedang menyinari diriku.
Angin segar yang
berhembus, digabung dengan matahari yang terbenam, membuat suhu yang nyaman.
“Stok makanannya habis,
jadi dia pergi untuk mengambilnya lagi dari rumahnya? Memang sejauh apa
rumahnya sampai-sampai tidak datang selarut ini?”
Berkebalikan dengan pemandangan
yang hidup di depanku, awan guntur begemuruh di dalam dadaku.
Dia pergi setelah
mengatakan “Karena makanannya mau habis, aku akan pergi untuk mengambilnya
lagi. Aku akan kembali sebelum siang hari.” Namun, bukankah sekarang sudah
senja?
Tsukihiko selalu datang
kemari dari rumahnya, dan perjalan pulang-perginya hanya menghabiskan waktu
sekitar tiga jam.
Biarpun dia telat, dia
selalu punya alasan yang jelas. Seperti hujan atau salju yang memperlambat
perjalanannya kemari.
Tapi sekarang, dia tidak
kembali biarpun matahari sudah terbenam.
Kemudian, senja pun dicelup wewarnaan biru laut.
Seperti mengejek diriku
yang menunggu, matahari langsung tenggelam dalam kedipan mata. Bahkan setelah
hari menjadi malam, Tsukihiko masih belum kembali.
“Apa
yang mungkin dia pikirkan? Padahal kemarin dia dengan percaya diri mengatakan
kalau rumahku akan selesai seminggu lagi.”
Aku
bisa mendengar suara pelan serangga-serangga dari kejauhan, tapi seperti
biasanya, tidak ada tanda kehidupan dimanapun di sekitar sini.
Satu-satunya yang bisa
kudengar hanyalah suara dentuman jantungku yang nyaring di dalam dadaku.
Mungkin dia tidak akan
kembali malam ini.
Kalau
kupikirkan lagi, itu masuk akal. Biasanya seseorang akan menghindari berpergian
ke dalam hutan saat malam hari.
Misalnya,
jika kau memutuskan untuk pergi saat matahari terbenam, ditengah jalan nanti
akan menjadi malam, dan membuatnya berbahaya. Karenanya, lebih masuk akal
memulai perjalanannya pagi esoknya.
Atau
bisa saja dia tidur siang di suatu tempat karena hari ini adalah hari yang
sangat indah.......
Tidak,
itu terlalu berbahaya.
Mungkin
dia ketiduran setelah sampai dirumahnya.
Di
tengah kegelapan, aku mengeluarkan berbagai kemungkinan kenapa Tsukihiko masih
belum kembali.
“Yah,
kurasa dia pasti akan kembali esok pagi.”
……
....
..
“Atau
mungkin dia akan muncul jika aku menunggunya sedikit lebih lama lagi.”
....Nah,
itu hanya angan-anganku belaka.
Tapi
aku tidak bisa melenyapkan keinginanku agar hal itu terjadi.
Aku
sudah mengeluarkan alasan yang lebih logis daripada ini, alasan yang lebih baik
daripada yang lain.
Jadi
kenapa aku mencoba menutupinya dengan mengeluarkan harapan palsu seperti ini?
Saat
aku sadar akan hal tersebut, akhirnya
pikiran yang lebih realistis muncul diotakku.
“Mungkinkah
dia lari?”
Secara
logis, itu masuk akal.
Pada
awalnya, tidak masuk akal dia akan terus membangun rumah disini selama tiga
tahun tampa komplain ataupun ganti rugi sedikit pun.
Sebenarnya,
aku tidak mengerti kenapa dia terus tinggal disini.
Aku
tidak lagi percaya kalau dia mencoba untuk menipuku, tapi aku masih tidak bisa
mengerti apa maksud dari kelakuannya.
.....kalau
dipikir-pikir, dia mengatakan sesuatu kepadaku saat kami pertama kali bertemu.
Apa katanya lagi?
Saat
aku mendengarnya, aku merasa agak terganggu. Biarpun sekarang aku tidak terlalu
memperhatikan ketepatan perkataannya, jika aku mengingatnya dengan benar......
“Aku memang berpikir andai aku bisa menatapmu
lebih dekat.....”
Waktu
aku mengingat kata-kata itu, aku merasa seperti hatiku mengepal dengan kuat.
Wajahku
menjadi panas dan aku kesulitan bernapas.
Benar-benar
hal yang memalukan untuk dikatakan....!
Bocah
itu benar-benar bodoh!!
Tidak,
sebenarnya, bagaimana jika dia.....
“.....jatuh
cinta denganku?”
Sesaat
aku megatakan itu dengan nyaring, pikiranku serasa tidak bisa kukendalikan.
Tidak,
tidak mungkin. Dia manusia, spesies yang sangat berbeda dariku.
Tetapi,
dia laki-laki, dan aku adalah....yah, kurasa, perempuan.
Jadi
pasti maksudnya pada saat itu adalah bagaimana laki-laki ingin menatap seorang
perempuan.
Bersamaan
aku mulai kebingungan dengan konflik yang muncul ini, nada datar yang pasrah
keluar dari mulutku.
Apakah
ada lagi yang dia katakan?
Ingatlah.
Dia pasti mengatakan sesuatu. Pasti.
Apakah
yang dia katakan? Sesuatu yang lebih tidak masuk akal lagi.........
“Mulai sekarang aku bersedia mendengarkan apapun yang kau katakan.”
Tidak
bisa menahannya lagi, aku melompat. Hatiku serasa akan meledak jika aku tidak
melakukan itu.
Napasku
memburu dan pusing melanda diriku.
Akulah
sebenarnya yang bodoh.
Dari
awal, dia telah dengan jelas mengatakan kepadaku alasan kenapa dia tinggal
disini.
Aku
baru menyadarinya.
Kalau
dia jatuh cinta denganku.
“I-itu
berarti, semua yang dia lakukan sampai sekarang.....”
Pada
waktu aku menyadari ini, aku sangatlah mengerti sampai-sampai aku merasa sangat
malu. Alasan sebenarnya dia tetap tinggal selama tiga tahun ini.
“Artinya,
pada waktu itu, maksudnya adalah......? Saat dia melakukan itu juga!? Ahhhhhh.....bodohnya!”
Bukan,
sebenarnya yang menjadi orang bodoh di sini adalah aku.
Alasannya
bertahan di sini sangatlah simpel, dan pada waktu yang bersamaan, aku menyadari
alasan kenapa aku berharap hal-hal yang tidak penting.
Sekarang, mengingat
wajahnya untuk beberapa waktu saja telah cukup untuk membuat wajahku panas
membara.
Setelah aku selesai
mengingat, juga bersedih, aku akhirnya bisa kembali mendapatkan ketenanganku.
Aku menarik napas
dalam-dalam untuk mentetapkan napasku kembali.
Menghirup udara yang
dingin membuatku merasa isi badanku juga didinginkan.
“.....Cepatlah kembali,
bodoh.”
Bahkan sebelum aku
menyadarinya, aku merasa kesepian saat sendirian.
Saat si bodoh itu
kembali, aku akan protes.
Aku rasa dia justru
merasa senang, karena dia adalah makhluk yang aneh.
Hari ke-1059
Sudah
sekian lama sejak aku menangis sekencang ini.
Bahkan
setelah pagi datang, Tsukihiko masih belum kembali. Dan sekitar waktu itu,
airmata mulai mengalir.
“Ayolah,
jangan menangis lagi. Lihat, aku baik-baik saja kan?”
Tsukihiko
mengatakan ini, mencoba menenangkan diriku yang menangis sambil memeluk kakiku,
tapi airmataku tidak bisa berhenti.
Aku
tidak pernah membayangkan dia akan kembali dipenuhi dengan luka.
Orang
yang telah kau tunggu-tunggu tiba-tiba muncul dan terlihat seperti hampir mati.
Siapapun pasti akan menangis.
“Aku
benar-benar minta maaf aku datang terlambat. Berbagai hal menjadi agak
rumit.....”
Dia
tersenyum sambil masih dipenuhi dengan luka. Si bodoh ini.
“....kenapa
kau terluka?”
Aku
menahan airmataku untuk menanyakan ini. Tsukihiko dengan jelas memperlihatkan
ekspresi terkejut.
Dia
cepat-cepat tersenyum kembali, tapi aku bisa melihat melewatinya.
“Apa?
Sesuatu yang tidak bisa kau katakan kepadaku?”
“Ah,
tidak! Bukan itu. Hanya saja.....”
Melihat
sikap Tsukihiko yang bimbang, sambil masih terisak-isak aku mengatakan
kepadanya dengan tajam. “Katakanlah.”
Dia
memucat, seperti mengerti apa yang kumaksud, dan menghembuskan napas dengan
pelan dan mulai berbicara.
“Umm,
apakah kau ingat saat pertama kali kita bertemu? Kau tau, saat kau sedang
berpikir dengan serius dan aku memanggilmu....Huh? Ada apa?”
Merasakan
wajahku menjadi panas membara, aku mengubur wajahku di balik kakiku.
Aku
baru saja mengingatnya kemarin. Tidak mungkin aku langsung melupakannya.
Dengan
wajah masih bersembunyi di balik kaki, aku menyuruhnya untuk lanjut.
“Teruskan.”
“O-oke.
Umm. Pada waktu itu, aku sedang di tengah-tengah perjalanan pulang dari medan
perang. Mereka mengatakan aku tidak bisa melakukan apa-apa.”
Kalau
kupikir-pikir, saat kami pertama kali bertemu dia memang memakai pakaian seperti hendak berperang.
Tapi,
kejam sekali menyebutnya tidak berguna....Yah, sebelumnya aku juga mengatakan
hal yang mirip sih.
“Saat
aku berjalan, aku melihatmu. Kupikir kau sangat cantik, jadi aku akhirnya
mengikutimu.”
“Ti-tidak
usah menjelaskan sedetail-detailnya.”
Biarpun
aku mencoba menyembunyikannya saat aku berbicara, sebenarnya aku merasa akan
mati karena malu.
Meskipun
sebelumnya aku tidak terlalu memiliki perasaan apapun sampai sekarang, aku
mulai menemukan berbagai perasaan ini.
“Ahahah,
maaf. Tapi karena itulah saat kau menyuruhku untuk membangun rumah, walaupun
kupikir itu permintaan yang mustahil, aku benar-benar senang. Kupikir aku bisa
berguna untuk seseorang yang sangat cantik.”
“Ma-makasih...”
“Huh!?
Kau bertingkah agak aneh hari ini.”
Yang
benar saja, sebegitu tidak sensitifnyakah dia?
Sudah
jelas kalau tingkahku yang biasanya hanyalah menggodanya dengan maksud jahat.
Namun,
sekarang, aku merasa ketidakpekaannya adalah sesuatu yang kusuka.
....Apakah
aku benar-benar cantik?
....begitu
yah.
....ya,
baguslah.
“Kembali
ke topik. Kedua orangtuaku meninggal saat aku masih muda, tapi mereka
meninggalkan sebidang tanah yang cukup luas, jadi aku tidak perlu khawatir
untuk properti. Tapi kemarin....aku bertemu dengan orang-orang dari desa untuk
pertamakalinya setelah beberapa lama.....”
Aku
terdiam saat Tsukihiko mengatakan itu.
“Dan
apa yang terjadi saat bertemu mereka? Bukannya kau juga bagian dari desa itu?”
“Memang
sih....tapi, yah.....aku terlihat berbeda dari yang lain, jadi kami tidak
terlalu bersahabat....”
Sesaat
setelah Tsukihiko mengatakan ini, aku mengerti semuanya.
Dan
pada waktu yang sama, perasaan benci mulai muncul dipikiranku.
“....itu
sajakah?”
“Huh?”
“Apakah
hanya itu alasan mereka melakukan ini kepadamu?”
Tsukihiko
memiliki memar yang besar diwajahnya. Bajunya juga dilumuri lumpur.
Semua
ini pasti dilakukan oleh orang-orang desa.
Aku
tidak peduli sehelai rambut pun kepada perselisihan antar manusia, tapi karena Tsukihiko terlibat, aku sangatlah merasa terganggu pada hal ini.
Aku
akan melakukan hal yang sama kepada siapapun yang memperlakukannya seperti
ini....
Tidak,
aku tidak akan merasa puas kecuali mereka merasakan hal yang lebih buruk.
Aku
langsung berdiri, tapi Tsukihiko yang sepertinya telah menebak isi pikiranku
merentangkankan tangannya dan bergumam.
“Jangan.”
“Kenapa?
Kau diperlakukan dengan sangat buruk, bukan? Kau tidak bisa komplain jika
orang-orang di desa merasakan apa yang kau rasakan.”
“Tidak
usah, tidak apa-apa kok. Karena itulah hari ini aku kembali lagi kesini.”
Tsukihiko
masih tersenyum.
Walaupun
aku telah berpikir untuk membalaskan dendamnya, saat aku dihentikan oleh
Tsukihiko sendiri, hatiku entah mengapa menjadi sakit, dan merasa kalau apa
yang akan kulakukan adalah sesuatu yang buruk.
“....Kenapa?
Bukannya kau marah kepada mereka?”
“Hm?
Yah, tentu saja aku merasa apa yang mereka lakukan bukanlah hal yang benar,
tapi itulah sebabnya kenapa aku tidak ingin kau melakukan hal yang sama.”
Saat
aku mendengar ini, aku tidak bisa menjawab apa-apa.
Aku
tidak ingin disamakan dengan makhluk seperti mereka.
Tetapi
saat aku memikirkan bagaimana Tsukihiko akan hidup bertahun-tahun dengan orang seperti mereka, aku merasa tidak nyaman.
....apakah
dia benar-benar tidak apa-apa dengan ini?
Dikelilingi
orang-orang yang membencimu, setiap harinya diperlakukan seperti makhluk
rendahan, dan disakiti setiap kali mereka merasa ingin melakukannya.
“Jangan
pernah kembali ke desa itu lagi.”
Ucapku
tanpa keraguan.
Ya,
tidak perlu lagi kembali. Dia cukup tinggal disini selamanya.
Jika
dia melakukan itu, dia tidak akan diperlakukan seperti ini lagi.
Tetapi,
tidak ada jawaban dari apa yang kukatakan tadi.
Saat
aku mendongak, Tsukihiko mengepalkan tangannya dan berdiri di sana dengan wajah
yang lembut.
Melihat
ini membuatku mengingat kembali janji yang kubuat dengannya.
Saat
aku mengatakan kepadanya. “Bangun sebuah
rumah di sini” aku juga mengatakan. “Dan langsung setelah kau membangunnya, lenyaplah.”
Dari
awal, sudah ditentukan kalau hubungan kami hanyalah sampai rumah ini selesai.
Biarpun
begitu, kenapa aku mengatakan itu?
Pasti
itulah mengapa dia berwajah seperti itu sekarang. Selama tiga tahun ini, aku
sangat mengerti, bahwa dia adalah manusia yang menepati janjinya, sampai terasa
sangat menyakitkan.
“...Maaf,
lupakan itu.”
Bersamaan
aku mengatakan ini, aku merasakan airmata mulai kembali keluar dari mataku.
Kesepian.
Aku
kesepian, karena itulah aku tidak bisa menahan airmata ini.
Aku
tidak ingin kami berpisah.
Ahh,
kenapa aku mengatakan hal seperti itu dulunya? Aku bodoh, benar-benar bodoh.
“....maafkan
aku.”
Gumam
Tsukihiko, seperti memaksakan kata-kata itu keluar.
Aku
sudah tahu dari awal. Tidak ada yang aneh dari itu, sangatlah jelas, sudah
menjadi ketentuan.
.....tetapi,
aku merasa sangat malu telah berharap sesuatu dari itu.
Jadi
sekarang aku akan menyuruhnya mempercepat pembangunan rumahku.
Dan
lalu setelah dia menghilang, aku akan sendirian....
“Maukah
kau jadi istriku?”
“Iya.”
Dia
memelukku
Ini
adalah pertama kalinya aku merasakan kehangatan orang lain-kehangatan
Tsukihiko.
Mereka
seperti menghilangkan semua kekhawatiranku, semuanya.
Sepertinya,
airmata tidak hanya jatuh pada waktu kesakitan ataupun sedih.
Mereka
juga jatuh pada saat seperti ini.
“Maafkan
aku. Aku tidak menepati janjiku.”
Mendengar
perkataan jujur dan terus-terang, aku bergumam seperti biasanya.
“Bodoh.”
Hari ke-1072
Pertengahan musim panas.
Pada
cuaca yang membuatmu merasa malas.
Langit
biru yang sejernih kristal, dan angin yang berhembus menghamburkan awan-awan
putih.
“Akhirnya.
Aku sudah mulai lelah menunggu.”
Saat
aku mengatakan ini, Tsukihiko menggaruk kepalanya dan menjawab. “Ah, maaf yah.”
Rumahku
yang akhirnya selesai, biarpun ada beberapa tempat yang bentuknya tidak pas,
sudah agak membuatku puas.
Ini
pasti bisa tahan cuaca yang tidak terlalu buruk.
Karena
ini telah dibuat dengan bimbinganku. Jika ini sampai hancur, itu semua salah Tsukihiko.
“Ada
banyak yang ingin kukomentari, tapi paling tidak aku memujimu telah
menyelesaikan ini.”
“Ahaha. Terima kasih.
Tapi kau
tau? Rasanya aku menjadi terharu…memikirkan kalau aku bisa
membuat hal seperti ini….”
Mengatakan
ini, Tsukihiko menatap tampilan luar rumahnya dan sepertinya terbenam di dalam
perasaannya.
Ini
adalah hasil pekerjaannya selama tiga tahun yang mengesankan. Dia benar-benar
polos kalau dia bisa sesenang itu untuk hal seperti ini.
Tetapi,
dari ukurannya yang cukup besar, ada sesuatu yang membuatku penasaran.
“....hei,
Tsukihiko.”
“Hm?
Ada apa?”
Tsukihiko
berbalik ke diriku dengan riang.
“Rumah
ini.....bukannya ini lebih besar daripada apa yang kuminta pada awalnya?”
Gemetaran,
Tsukihiko memucat dengan senyum masih menghias wajahnya.
“U-ummm…maaf.
Sebenarnya, aku mempunyai sedikit harapan saat membuatnya……” Kata Tsukihiko
dengan tidak nyaman.
Dasar....jadi
dari awal dia sudah mempunyai keinginan untuk tidak pergi?
Aku
sebal kejadian-kejadian ini menjadi seperti apa yang dia inginkan, tapi pada waktu yang sama aku juga merasa
malu.
“....Aku
tidak pernah bilang kalau aku menentangnya.”
Pada
saat aku mengatakan ini, ekspresi Tsukihiko langsung menjadi cerah.
“Oh,
syukurlah! Ahh, kupikir kau akan menyuruhku untuk membuat satu lagi.”
“Me-memangnya
kau pikir aku ini apa!?.....Ayo kita masuk saja sekarang.”
Bersamaan
aku meninggalkan Tsukihiko dan menuju pintu masuk, aku menyadari ada sebuah
bunga yang mekar dibalik dinding terluar rumah, di dalam rumput yang dipotong
dengan rapi.
Aku
heran kenapa hanya bunga ini saja yang mekar, aku mendekati bunga itu, dan
Tsukihiko langsung menjelaskan. “Ahh, bunga itu. Kupikir itu imut, jadi
kutinggalkan itu disitu.”
Mengatakan
kalau sebuah bunga itu imut, dia benar-benar orang yang manis.
Aku
berharap dia bisa sedikit lebih jantan, tapi karena perilakunya yang seperti
ini lebih cocok, aku tidak terlalu menentang itu.
Bunga
pink gelap, biarpun hanya satu, ia mekar sempurna dengan indah.
“....Ini
bunga jenis apa?”
Membungkuk
untuk melihat bunga, Tsukihiko merundukkan dirinya disampingku.
“Ka-kau
tidak tau? Jarang sekali kau tidak mengetahui sesuatu....”
“Ja-jangan
mengatakan sesuatu yang tidak benar. Aku hanya tidak bisa mengingatnya
sekarang... cepat katakan apa namanya!”
Tsukihiko
dengan lembut menertawakan reaksiku dan dia dengan halus mengelus bunga itu
sambil menjawab.
“Nama bunga ini adalah.....”
Terima kasih......... ^^
BalasHapusNama Bunga itu Azami ya? ^^
BalasHapus