Selasa, 10 Juni 2014

Yobanashi Deceive III



Cerita Malam Menipu III

Kredit kepada pochamachan untuk english translation

Suasana yang kurang enak memenuhi mobil yang kunaiki.

Suhu sedang yang diberikan AC mobil tidak bisa menumpas keheningan tidak nyaman selama perjalanan ini

Bayanganku dan tante yang muncul di tiang-tiang jalan yang kami lalui sajalah yang menandakan ada kehidupan di dalam mobil ini

Diam-diam, aku menghela napas.

Aku kurang bisa melakukan perjalanan dengan kendaraan yang bergerak sendiri, Yah, 'kurang bisa' sangatlah mengecil-ngecilkan maksudku, sangat dikecil-kecilkan.

Seandainya saja gerakannya lebih mulus seperti jungkat-jungkit atau semacamnya tidak apa-apa.

Aku kurang suka menaiki bis atau pun mobil. Mungkin ini karena aku jarang sekali menaiki kendaraan seperti itu atau memang ada yang aneh dari diriku untuk tidak menyukainya.

Ngomong-ngomong, ada pada suatu ketika Ibu tiba-tiba membawaku menaiki sesuatu bernama ‘roller coaster’. Itu adalah pengalaman terburuk dalam hidupku.

Ngebut, berputar-putar, belok kesana kemari......jujur, kupikir hal itu tidak ada gunanya dan buang-buang waktu.

Di perjalanan naik roller coaster aku merasakan mual yang teramat sangat, namun aku menahan diriku dengan berpikir, “Lebih baik aku mati daripada muntah di depan umum.”

Untungnya, skenario terburuknya tidak pernah terjadi, tetapi aku bersumpah aku tidak akan menaiki itu lagi seumur hidupku.

....ngomong-ngomong,  hampir empat puluh menit berlalu sejak kami pergi dari rumah.

Mobil ini berjalan maju menuju panti asuhan yang akan menjadi rumah baruku mulai sekarang,

Aku bisa menemukan beberapa alasan kenapa aku dipindahkan ke situ, tetapi alasan utamanya pasti kejadian beberapa hari lalu.

Setelah kejadian dimana aku menggunakan kemampuanku untuk pertama kalinya, tante terang-terangan menghindariku. Tentu saja, aku tidak pernah ketahuan atau memberitakukan tentang kemampuanku kepada siapapun.

Namun, tante sepertinya malah salah paham dan membuat hal ini menjadi ruwet. Esoknya, rumah besar ini dipenuhi dengan dukun dan pembasmi hantu.

Tante mempercayai bualan-bualan mistis mereka dan meyakini apapun yang mereka katakan.

Seperti yang telah diduga, aku dijadikan ‘penyebab setan-setan datang,’ dan penyelesaiannya sangat mudah untuk dibayangkan.

Aku sudah berencana untuk pergi jika aku menyusahkan keluarga ini jadi tidak apa-apa. Toh aku tidak memiliki keterikatan emosional dengan mereka.

Aku hanya merasa sedikit bersalah.

Kesusahan yang mereka terima karena diriku tidak akan hilang dengan mudah hanya dengan usahaku seorang.

Biarpun aku memikirkan cara untuk bisa mengkompensasi perbuatanku, tidak ada yang muncul di otakku.

Gemuruh mesin dan gerakan mobil berhenti bersamaan aku menghela napas sekali lagi.

Aku sekilas memandang sekitarku, tetapi tante menyuruhku, “Cepat turun. Kita sudah sampai,” karena itu, aku mendorong pintu mobil dan keluar.

Di luar mobil, kami bertemu dengan bangunan berwana coklat keabu-abuan yang besar. Mungkin ini ‘panti asuhan’ yang dikatakan tante.

Katanya, tempat ini adalah tempat yang merawat anak-anak yatim sepertiku.

Tante menjelaskan itu kepadaku dengan senyum yang dipaksakan, mengatakan kalau aku akan lebih bahagia jika tinggal bersama anak-anak seumuranku.

Tetapi, menurutku.....tidak ada yang lebih menyusahkan daripada berinteraksi dengan anak-anak seumuranku.

Karena aku tidak pernah memiliki teman sebenarnya sejak aku lahir, gedung yang ada di depan mataku serasa tidak ada bedanya dengan kebun binatang.

Aku menutup pintu mobil dan tante menguncinya dengan klik sebelum menatap ke arah jamnya.

“Aku akan masuk ke dalam untuk berbicara dengan pengurusnya. Tunggulah di sini sebentar, oke?”

“Huh? Ah, oke.”

Tante segera menghilang ke dalam gedung, meninggalkanku sendiri di sini.

Udara musim dingin menyerangku yang tadinya masih hangat karena suhu di dalam mobil, membuatku menjadi kedinginan. 

Padahal aku tidak ingin memikirkan ini sebelumnya, tetapi lama-kelamaan aku jadi sedih diperlakukan seperti ini.

Angin musim dingin berhembus dan menurunkan suhu tubuhku selagi aku terperangkap di dalam perasaanku yang tidak jelas.

“Di-dingin sekali....berapa lama lagi aku harus menunggu di sini sih?”

Tubuhku yang tidak kokoh ini gemetaran karena kondisi yang membekukan ini.

Seandainya tante kembali setelah beberapa menit, aku tidak apa-apa. Tetapi, kalau aku masih harus menunggu lebih dari sepuluh atau dua puluh menit lagi, lain lagi masalahnya.

Ngomong-ngomong, seandainya tante akan pergi sendirian kenapa aku harus keluar dari mobil? Logikanya agak sedikit aneh.

Seandainya pun aku ingin kembali ke dalam mobil, tante sudah mengunci pintunya jadi itu tidak mungkin.

Tapi kalau aku tetap bertahan berdiri di sini tanpa melakukan sesuatu, aku akan mati kedinginan.

Aku melakukan olahraga kecil di tempatku, tetapi suhu tubuhku menolak untuk naik, dan perlahan mulai menghilang bersamaan dengan menit yang berlalu.

“.....tidak, tidak, ini tidak baik, terlalu dingin....! Aku benar-benar akan mati jika ini terus berlanjut....!"

Aku bergumam tidak berguna bersamaan aku memandang sekitarku dengan lama. Tentu saja aku tidak akan seberuntung itu sampai bisa menemukan penghangat tiba-tiba.

Jika aku tau ini akan terjadi aku akan mengenakan sesuatu yang lebih hangat. Biarpun aku tidak mungkin mempunyai sesuatu seperti jaket hangat atau pun semacamnya, paling tidak sepasang sarung tangan bisa.....

Di saat aku tenggelam dalam pikiranku, sebuah selendang tiba-tiba muncul di hadapanku seperti telah didorong kepadaku.

Aah....pada saat putus asa seperti ini, apapun bisa menjadi penyelamat. Baru saja aku ingin menerima selendang itu dengan ekspresi bahagia, aku menyadari hal yang aneh dengan situasi ini.

Sekejap mata....sungguh, kurang dari sekejap saja, seseorang tiba-tiba muncul di depanku.

"Uwaaaaaah!" Aku mengeluarkan teriakkan yang nyaring dan berjalan mundur beberapa langkah.

Setelah mundur beberapa langkah, aku bisa melihat sekarang ada seorang gadis seumuranku memegang selendang dan menyodorkannya kepadaku.

Dia mengenakan penghangat telinga berwarna ungu yang besar dan jaket yang terlihat sangat hangat. Gambaran ini terlihat hampir sempurna jika tidak ada rambut pendek berantakan yang dibelai angin.
Dia hampir terlihat seperti anak laki-laki kalau bukan dari rok yang dia pakai. Sepertinya anak di depanku ini adalah perempuan.

Gadis rambut pendek itu terkejut melihatku mundur dan langsung melototiku marah.

“Aku cuma mau jadi orang baik....”

"Eh…"

Bersamaan aku mencari jawaban yang pas, gadis itu memberiku tatapan tidak senang sebelum mengatakan dengan kesal, “Menjijikkan kalau kau langsung mati di sampingku, karena itu aku meminjamkanmu ini!”

“Ah, um, ma-makasih banyak. Ahaha, kalau begitu aku akan meminjamnya.....”

Aku mengambil selendang itu, gadis itu hanya menggerutu, dia bagai mengatakan, “harusnya kau menerimanya dari awal.”

...pastinya itu cuma ilusi, kan? Dia benar-benar terlihat seperti tiba-tiba muncul tanpa ada tanda apa-apa.

Biarpun aku agak khawatir, lebih baik jika aku menerima kebaikan ini tanpa banyak bicara.

Aku menatap selendang itu dengan hati-hati dan tidak sengaja menemukan tanda merek terkenal.

Aku mengingat bagaimana Ibu mempunyai jam dengan merek yang sama. Sebenarnya itu luar biasa mahal jadi Ibu selalu menyimpannya di lemari, jarang sekali memakainya.

“Er~ aku tidak bisa meminjam sesuatu seperti ini....” kataku dengan senyum muram, kemudian ekspresi gadis itu menjadi tidak puas.

“Aku hanya...."

“Tidak, tidak, aku benar-benar sangat berterima kasih!!! Hanya saja, ini barang yang sangat mahal, kan? Kau seharusnya tidak meminjamkannya kepada orang lain dengan mudah.”

Saat mendengar ini wajah gadis itu menjadi datar.

“Ini....mahal?”

“Huh, kau tidak tau? Um, yah...bagaimana pun juga, aku baik-baik saja!”

Aku mendorong balik selendang itu kepadanya dan dia mengambilnya kembali dengan ekspresi yang sangat tidak puas.

Setelah beberapa waktu pertimbangan, akhirnya gadis itu malah mengambilnya dan lalu langsung membalut selendang itu di leherku.

“Ke-kenapa!?”

“Kupinjamkan kepadamu saja. Aku sudah lama melihatmu dan kau terlihat sangat kedinginan.”

Dia anak yang keras kepala.

Aku tidak terlalu menerima perlakuan ini, tapi dia sudah menyelendangiku jadi tidak ada yang bisa kulakukan.

Karena kehangatan yang sedikit demi sedikit datang mulai dari leherku aku tidak langsung mengembalikan selendang ini ke gadis itu.

“Ah~ um, terima kasih.....kau baik sekali, yah?”

Ini benar-benar hangat, pasti karena ini barang bermerek.

Biarpun aku tidak terlalu paham dengan nilai dari suatu benda, aku menebak ini adalah sesuatu yang pantas untuk dibeli dengan menghabiskan cukup banyak uang.

Baru saja aku menenggelamkan diriku dengan kehangatan membahagiakan, aku mengingat apa yang dikatakan gadis itu tadi. Sudah lama.....aku membelalakkan mataku.

“Ngomong-ngomong, katamu tadi kau sudah lama melihatku, tapi darimana?”

“Huh? Apa maksudmu? Aku tepat di samping....”

Gadis berambut pendek itu seperti menyadari sesuatu dan mengeluarkan rintihan sedih dengan pelan.

“Ah, a-apakah aku mengatakan sesuatu yang tidak seharusnya kukatakan...?” tanyaku dengan hati-hati, khawatir kalau aku telah menyentuh subyek sensitif. Gadis itu hanya menjawab, “bukan seperti itu,” dengan lagak kaku.

“Orang-orang selalu mengatakan kepadaku; sejak kapan kau di sini?, dan semacamnya.” Gadis itu memiliki ekspresi yang rumit di wajahnya.

Begitu kah. Dari apa yang bisa kukumpulkan tentang gadis ini dalam interaksi kami yang sangat pendek, dia adalah gadis yang pendiam. Jadi mungkin dia terkadang dilupakan.

“Ahh, tadi kau seperti muncul tiba-tiba tanpa pertanda apa-apa! Aku terkejut sekali~ aku hampir berpikir kau adalah hantu!”

Kataku sambil tertawa, bergurau dengannya.

Namun, kebalikan dari tingkah riangku tadi, wajahnya dengan cepat memerah dan dia merengek pelan, air mata mulai mengalir jatuh ke pipinya.

Tentu saja, ini adalah pertama kalinya aku pernah membuat seorang gadis menangis.

“Aaaaaaaaaaaaaaaa!! Maafkan aku! Itu tidak benar! Aku cuma bohong kok tadi!! Aku tidak berpikir seperti itu sama sekali!!”

Aku segera mencoba menarik kata-kataku, tapi semuanya sudah terlambat.

Gadis berambut pendek itu mulai menangis. Ditengah-tengah isak tangisnya, dia mengeluarkan tuduhan-tuduhan yang ngajak berantem seperti “tidak bohong,” “tidak akan memaafkanmu,” “tidak akan pernah.”

Sial. Aku melakukan kesalahan lagi.

Suara ibu tiba-tiba terngiang di kepalaku. Perempuan itu lemah, katanya.

Jadi inikah yang Ibu maksud?

"Anu, er……"

Dan ini terjadi tepat di depan bangunan yang akan jadi ‘rumah’ku mulai sekarang. Apa yang kulakukan?

Jika seseorang melihat ini, bahkan sebelum aku masuk panti asuhan aku sudah akan ditandai sebagai anak bermasalah.

Aku memandang sekitarku untuk mencek kalau ada orang. Kiri, kanan....aku membalikkan kepalaku ke kanan dan sesuatu yang mengejutkan terjadi.

Gadis yang menangis cukup lama tadi langsung hilang dari pandanganku.

“Eh!? Sejak...kapan....?

Ini lebih mengejutkan daripada saat ia tiba-tiba muncul tadi.

Jika dia berlari dariku karena kesal aku bisa melihat sosoknya yang pergi meninggalkanku dari jauh.

Dan jika sepatunya tidak terbuat dari spons. Jika dia lari aku akan bisa mendengar langkah kakinya.

Bagaimanapun aku melihatnya, tidak ada jejak dari hawa keberadaan gadis itu sama sekali.

Ini terlalu aneh. Kalau gadis itu bisa pergi dari pandanganku secepat itu, hanya kata ‘menghilang’lah yang pantas untuk itu.

“Ti-tidak mungkin...?”

Aku mengusap-ngusap mataku tidak percaya.

“....apa maksudmu tidak mungkin?”

Suara itu membuatku meloncat terkejut lagi.

Sekejap setelah aku mengusap-ngusap mataku, gadis itu kembali muncul di tempat yang sama tepat dimana dia berdiri tadi.

Biasanya, aku akan berteriak karena terkejut. Aku tidak melakukan itu hanya karena otakku tidak bisa bereaksi secepat keanehan yang terjadi di hadapanku.

Kurasa baguslah otakku tidak cepat bereaksi.

Jika aku berteriak lagi di depan gadis yang masih menangis ini, aku mungkin akan ditampar sampai pingsan.

Saat aku memikirkan ini, ada pemandangan yang lebih luar biasa terlihat, membuatku mengertakkan gigiku dengan keras.

Kakinya yang terbuka dari bawah roknya mulai menjadi transparan.

Aku tidak bisa menahan diriku mengeluarkan suara nyaring  karena ketakutan dan terkejut.

Aku hanya bercanda saat aku mengatakan ‘hantu,’ tapi kata-kata itu mengambang kembali ke pikiranku dengan menyeramkan.

....tunggu sebentar.

Mungkinkah......gadis ini benar-benar makhluk astral? Melihat bagaimana aku seperti akan mati kedinginan, dia mendatangiku karena berpikir kami sama?

Dan dalam situasi seperti itu, aku dengan santainya bertanya identitasnya. Pantas saja dia marah—

“Kau  berpikir kalau aku ini hantu, kan?”

Mendengar perkataan gadis itu, aku jadi merasa ingin menangis.

Aku sudah bersusah payah menahan bulu kudukku berdiri, ayolah diriku, paling tidak pertahankan sisa-sisa martabatmu.

“A-ahaha! A-ayolah! A-a-aku kan sudah mengatakan kalau aku tidak berpikir seperti itu! Maksudku, kita teman, kan?”

Seperti yang sudah diduga, perkataanku sangatlah tidak masuk akal.

Kakiku gemetaran tanpa henti. Mungkin dia bisa mendeteksi ketakutanku.

“Teman....?”

Gadis yang terisak-isak itu kembali bertanya kepadaku.

“I-iya! Bagaimana aku mengatakannya yah.....kita sama, kan? Er~ Maksudku....”

Apa yang kubicarakan? Sama? Kakiku masih terpasang di tubuhku dengan baik sedangkan lawan bicaraku mengambang di udara. Sebodoh apa aku ini?

Pandangannya masih tertancap kepadaku, jelas dia tidak puas dengan kebohonganku.

Ini buruk....kalau begini terus aku mungkin akan dibunuh oleh roh atau hantu atau apapun dia itu.

Ahh, seandainya aku tau ini akan terjadi aku seharusnya meminta beberapa jimat dari dukun-dukun aneh itu.

Jujur, aku lebih takut akan apa yang dilakukan hantu ini kepadaku daripada kematian.

Baru saja aku hampir ingin menangis karena luar biasa ketakutan, tiba-tiba aku mendapatkan sebuah ide.

“O-oh iya! Hei, bagaimana kalau aku menunjukkan kemampuanku juga? Kemudian kita akan berteman, bukan?!”

Dengan air mata di mataku, aku memohon dengan sangat, tapi gadis di hadapanku malah sedikit memundurkan dirinya dan bergumam, “Huh? Aku tidak ingin melihatnya....apa yang kau bicarakan sih?”

Kalau aku mundur sekarang, berakhirlah sudah hidupku; karena itulah aku memaksa, “Ayolah, biarkan aku memperlihatkannya kepadamu!? Oke? Kau tidak akan menyesalinya!” aku mulai berbicara tidak jelas.

Biarpun ekspresi gadis itu masih dipenuhi dengan kecurigaan, aku mempercayai seluruh hidupku kepada ‘kemampuan’ku. Kututup mataku untuk berkonsentrasi.

Asalkan aku bisa membayangkan bentuk, aroma, dan suaranya dari mata hatiku, aku bisa berubah wujud menjadi itu. Aku menyadari hal ini dan lainnya setelah beberapa kali bereksperimen karena penasaran.

Pertama, aku tidak bisa berubah menjadi sesuatu yang tidak hidup.

Aku perna berkonsentrasi untuk menjadi pesawat yang bisa terbang’ tapi yang terpantulkan di cermin hanya diriku yang berpose idiot dengan tangan dan leher direntangkan.

Bagaimana pun juga, aku tidak pernah menaiki atau pun melihat pesawat sebelumnya, jadi jika aku bisa berubah menjadi itu akan sangat mengejutkan.

Dan lagi, jika itu benar-benar bisa kulakukan, apa yang kupikirkan berubah menjadi pesawat di dalam rumah?

Kalau aku menghancurkannya bagaimana aku mengganti rugi? Pikiran itu membuat sampai diriku sendiri terkejut.

Setelah itu, aku mengulang latihanku yang menghasilkan satu kesimpulan: aku bisa berubah menjadi makhluk hidup dengan wujud yang jelas dan pernah kutemui sebelumnya.

Singkatnya, ini adalah kemampuan yang mengubah penampilan luarku di mata orang lain termasuk diriku sendiri.

Biarpun aku mengatakannya seperti sudah tau semuanya, aku hanya bisa bereksperimen seadanya. Masih banyak hal-hal yang belum dicoba, tapi kalau di situasi genting aku hanya bisa bergantung pada kemampuan ini.

Aku harus membayangkan seseorang yang mungkin disukai anak ini....

......maaf telah menggunakan wujudmu lagi dan lagi, gadis yang dulu kutemui  di taman.

Aku membuka mataku dan menemukan gadis berambut pendek itu tercengang menatapku dengan mulut menganga.

Sepertinya aku berhasil.

“Ba-bagaimana? Keren kan?” tanyaku dengan gugup. Gadis itu tiba-tiba gemetaran.

Aah, apakah ini masih tidak baik? Aku tidak bisa melakukan apa-apa lagi. Seandainya roh ini......

Bersamaan otakku melafalkan mantra untuk mengusir roh saking ketakutannya aku, gadis itu akhirnya berbicara.

“keren sekali.....!”

Matanya berbinar-binar sama seperti bagaimana mataku saat pertama kali menemukan kemampuan ini.

“Be-benarkah!? Baguslah....” aku menghembuskan napas lega, menghentikan mantra yang kulafalkan di otakku.

Sepertinya dia cukup terkesan. Kalau begini terus, aku tidak perlu khawatir akan dibunuh hantu ini.

“Ba-bagaimana kau melakukannya....!”

“Er, gimana yah.....kurasa....aku bisa berubah wujud menjadi apa yang kuinginkan....atau semacamnya?”

Saat aku berbicara gadis itu mengeluarkan ooooh...!” takjub.

Ya, ini berjalan dengan lancar. Pertahan anak ini longgar. Jika aku terus menghiburnya mungkin dia akan membiarkan aku pergi.

“Tunjukkan aku yang lain lagi."

"……Eh?"

Dia pasti sangat terkesan dengan kemampuanku. Gadis ini bahkan tidak berkedip bersamaan dia menatapku, menunggu perubahanku dengan penuh harapan.

“Ah, oke! Kalau begitu aku akan berubah lagi! Er....aku harus berubah jadi apa yah?”

Biarpun aku mengatakan ini, sebenarnya aku hanya bisa langsung berubah menjadi Ibu.

Maaf, Ibu. Aku masih takut akan dibunuh oleh hantu ini. Sekali lagi.....!

“Baiklah, kalau begitu ini saja....”

"M-mmhm."

Aku menutup mataku dan membayangkan aroma, suara, dan wujud Ibu.

Ibu lebih mudah diingat kembali daripada gadis yang kutemui di taman dulu, biarpun aku jadi sedih setiap kali memikirkan Ibu.

“...bagaimana?”

Aku membuka mataku dan kembali ditemui dengan suara “oooh~” bahagia dari gadis itu.

Mungkin karena kagum kepadaku, dia perlahan mulai bertepuk tangan.

“Ahaha, ah, terima kasih~ terima kasih~....”

Aku menundukkan kepalaku sedikit, aku jadi agak malu.

Yah, sepertinya anak ini cukup lincah. Paling tidak, ekspresi gelapnya tadi sudah menghilang.

Sepertinya bahkan hantu pun datang dengan wujud yang berbeda-beda.

Jika dia seperti ini, mungkin aku bisa benar-benar menjadi temannya.

"Huh?"

Aku menatap kaki gadis itu yang pada waktu tertentu telah kembali muncul.

“Hmm, apa? Ada apa dengan kakiku?”

Gadis itu memiringkan kepalanya, bertanya-tanya.

“Er....gak, gak ada apa-apa kok.”

“Huh~ Hmm, kayaknya ada yang aneh.”

Ekspresinya seperti mengatakan, “yah, sudahlah,” dan tidak mendalami topik ini lebih jauh.

Aku ingin menjawab, “Kalau ada yang ‘aneh’, bukannya itu kita berdua?”  tapi aku tidak ingin menyakiti ‘hati lemah’gadis ini lagi.

“Kalau begitu, baiklah.” Kata gadis itu sambil mengulurkan tangannya.

“Ya?”

“Bukan ‘ya?’, ayolah....teman! Kita teman jadi kita harus bersalaman.” Dia mengulurkan tangannya lebih dekat.

Ah, benar juga....aku lupa tadi gara-gara panik, tapi aku pernah mengatakan itu.

“Ah, iya, kau benar. Er...”

Aku ragu saat ingin menggenggam tangannya, melihat ini gadis itu langsung menggenggam tanganku dan memaksakan salaman.

“oke, sekarang kita teman.”

Katanya sebelum tersenyum. Sedangkan aku merasa sangat gugup sampai-sampai wajahku serasa akan terbakar.

Benar juga, ini adalah kali pertamanya aku pernah memiliki teman.

Sekarang aku pun mempunyai teman. Teman yang bisa kuajak bermain bersama, teman yang selalu kuinginkan setiap kali aku duduk termenung di taman.

“I-iya!”

Aku menghadap dia dengan tersenyum. Inilah waktu dimana gadis ‘hantu’ berambut pendek menjadi ‘Teman #1’.

“Ngomong-ngomong, siapa namamu?”

Tanya gadis itu, dan aku berteriak, baru sadar.

Bukan teman namanya kalau kami tidak mengenal nama satu sama lain, kan?

“Dan juga, kapan kau akan melepaskan tanganku?” tanyanya santai setelah itu.

Sangat malu, aku segera menarik tanganku kembali dan menutupinya dengan sahutan, “A-ahaha, nama, nama~”

“Na-namaku Shuuya. Kano Shuuya.”

Mendengar namaku, gadis itu mengeluarkan “hmmm.....” pelan bersamaan ia mengangguk.

“Ba-bagaimana denganmu?”

"Aku Kido—"

"Aaaaaaaaaaaaaaaaaa!!!"

Bersamaan gadis itu baru mau menjawab, teriakkan yang tidak asing bagiku terdengar dari pintu depan panti asuhan. Aku berbalik dan seperti yang kuduga, tante berdiri di situ dengan ekspresi terkejut seperti sebelumnya.

....Ah, aku lupa berubah kembali.

“Ke-kenapa kamu membuntuti kami sampai ke sini!? Ka-kamu mengincarku, bukan!? Iya kan!? Aaaah...”

Tante mengeluarkan rentetan pertanyaan sebelum kakinya lemas dan jatuh pingsan.

Dari dalam gedung terdengar suara “ada apa!?” dan “ada yang berteriak!”

Oh tidak. Ini tidak baik. Sama sekali tidak baik.

“Hei, siapa itu?”

Aku mengabaikan pertanyaan gadis itu dan bersamaan aku mengeluarkan berkeringat dingin aku mencoba memikirkan cara terbaik untuk keluar dari situasi ini .

Dan lalu, muncul lah soslusinya. Cara tercepat tapi terkejam. Hanya ini yang bisa kulakukan.

“Bi-bisakah kau memukulku, sekeras-kerasnya!?”

Aku memegang punggung gadis itu, memaksakan senyuman di wajahku.

"……Huh?"

Ekspresi kembali menjadi datar, dia memberiku lototan dingin.

Apapun boleh saja untuk sekarang, asalkan aku bisa kembali ke wujudku yang semula....

Di dalam gedung sekarang terdengar teriakan “seseorang pingsan!” langkah kaki pun mulai mendekat dengan cepat.

“Hei!? Ayolah!? Tidak usah khawatir sekeras apapun itu, oke!? Hantam saja aku! Ayolaaah!!!”

Penampilan gadis itu menjadi kaku dan tidak ada bekas senyumnya yang tadi sama sekali.

Tapi saat aku terus-menerus tanpa henti mengguncang punggung gadis itu, ekspresinya berubah.

Selanjutnya, dia melototiku dengan tatapan ingin membunuh.

Aah. Selamat tinggal teman pertama. Biarpun hanya sebentar, ini adalah kenangan yang indah.

Suara singkat namun nyaring plak menggema ke seluruh panti asuhan.

Dan kemudian, itulah serangan pertama, dan pastinya bukan yang terakhir, yang kuterima dari gadis bernama ‘Kido’.

9 komentar:

  1. Weeehhh.. kido muncul!!! XD XD XD

    BalasHapus
  2. Jadi itu asal muasal slapstick Kano-Kido OwO

    BalasHapus
  3. "Dan kemudian, itulah serangan pertama(dan pastinya bukan yang terakhir) yang kuterima dari gadis bernama ‘Kido’." Ngakak ceritanya :v

    BalasHapus
    Balasan
    1. wkwk serangan pertamanya karena permintaan si Kano sendiri :'v

      Hapus
  4. hmm, , Lanjutkan Kaori -san , , semangat terus

    ~AGG~

    BalasHapus