Rabu, 26 Maret 2014

Children Record V

Rekaman Anak-Anak V

"Kenapa kamu mengatakan hal seperti itu?!"

Dengan sikap yang sangat mengancam Mary berteriak kepadaku.

Rambutnya yang bergantung di sisinya berdesir dengan kencang bagai menunjukkan emosinya. Kedua mata merah jambunya berubah menjadi merah gelap bersamaan dengan tempo napasnya yang menjadi tidak teratur.

“O-oi, Mary. Aku yakin Shintaro tidak bermaksud mengatakan hal yang buruk. Dan lagi, itu hanyalah perkiraan. Kau tidak usah terlalu......”

Perkataan Kido hampir benar, tapi kurang terlalu mengena.

Aku sama sekali tidak memikirkan apa yang kukatakan tadi sebagai ‘kemungkinan’.

Aku yakin itu adalah ‘kebenaran’ yang sebenarnya.

Saat mendengar perkataan Kido, Mary mengerang seperti ingin mengatakan sesuatu “Uuuuuuu…!”  dan mulai meneteskan air mata.

Melihat air mata itu, sepertinya Konoha mundur beberapa langkah dengan ragu dan bolak-balik melihat antara wajah Mary dan aku.

“Aku, aku......akan keluar sebentar.....!”

"Oi, Mary…!"

Mary yang mengabaikan suara pelan Kido berdiri dan melompat keluar, kemudian pergi.

“Aku, aku akan pergi mengikutinya!”

Mengatakan itu, Konoha terbang pergi mengejar Mary. Dengan kaki yang ia miliki, tidak akan ada masalah mengejarnya.

Hanya kami berdua, Kido dan aku yang tertinggal di dalam ruangan ini. Kido menghembuskan napas pelan “Hahh…” dan merosot duduk di kursi.

“Hei, Kido. Bagaimana menurutmu?”

Saat aku menanyakan itu, Kido menggaruk kepalanya dengan kasar dan menjawab, “Sebenarnya aku berpendapat sama denganmu.”

“Memang sepertinya kita yang salah. Pada akhirnya, kalau kita melihatnya dari sudut pandang Mary, dia mungkin mendengarnya seperti ‘neneknya sendiri lah yang telah memberikan masalah kepada semuanya.’”

“Yah, tidak ada yang bisa kita lakukan lagi, bukan? Tidak apa-apa, kalau kau menjelaskan kepadanya dengan baik-baik dia pasti akan mengerti.

Aku duduk pada kursi dimana Mary duduk sebelumnya agar bisa menatap langsung Kido. Dalam otakku, aku berencana untuk menyusun masalah ini dengan rapi, tapi ada terlalu banyak hal yang tidak bisa kumengerti.

“Ya, dengan ini kita akhirnya tahu apa Mary itu.”

“Iya, seperti yang kita duga, disini tertuliskan semuanya dengan lengkap dan akurat. Bahkan jika ini diberikan kepada orang yang tidak terlalu mengerti, dia akan bisa memahaminya.”

Kata Kido, lalu membalik lembaran demi lembaran diari.

“Monster.....huh. Pada akhirnya, era kapanpun itu manusia tidak pernah berubah.”

Ekspresi wajah Kido terlihat layu bersamaan dengan dia mengatakan itu.

Anak-anak ini mungkin juga pernah menerima perlakuan yang sama seperti di dalam diari.

“Pada akhirnya, sepertinya kemampuan bernama ‘Mata Penjelas’ adalah penyebab dari semua kejadian ini.”

“Iya, dari sudut manapun kau memikirkannya, hanya itu saja yang bisa menjelaskan semuanya. Tapi....apa kita bisa menyebutnya sebagai sebuah kemampuan?”

Pendapat Kido benar. Diantara ‘sepuluh kemampuan’ yang muncul dalam diari, tidak ada yang bisa menjelaskan dimana keberadaan ‘Mata Penjelas’.

“Tidak, aku masih tidak mengerti. Paling tidak, kemampuan ini sepertinya tidak ‘digunakan’, tapi.....”

Selama kami membaca diari itu, kami mengerti sesuatu; sepertinya kami tidak bisa lagi bertanya langsung kepada pemilik diari ini untuk mengkonfirmasi apakah itu benar-benar sebuah ‘kemampuan’.

Tetapi, jika kemampuan ini telah menciptakan‘dunia itu’, mungkin lebih baik jika kami juga menghitung ‘Penjelas’ sebagai salah satu dari kemampuan mata.

“Ngomong-ngomong, pada situasi kita yang sekarang, kita sudah mengkonfirmasi kalau ada enam orang yang ‘memiliki kemampuan’, ya.”
                                                
“Untuk Hibiya, aku tidak tahu kemampuan mana yang berada di dalamnya sekarang. Kau juga berpikir hal yang sama untuk Konoha, bukan?”

“Ya, kupikir kita tidak perlu meragukannya lagi. Tidak mungkin manusia normal dengan tubuh yang tersusun dari daging dan darah bisa melompat sejauh sepuluh meter.”

Dari dalam diari yang telah kubaca, kupikir tidak ada yang cocok untuk menjelaskan kemampuan Konoha.

Jika begitu, mungkin kemampuannya di antara ‘Mata Terbangun’ dan ‘Mata Terbuka’, kemampuan yang tidak dituliskan dengan detail di dalam diari. Hanya saja aku masih bingung mana yang dia miliki di antara kedua mata itu.

“Ngomong-ngomong, jika kita memasukkan Konoha, sudah ada 7 orang pemilik yang kita ketahui. Masih ada tiga pemilik kemampuan yang belum kita kenali.”

“Untuk sementara waktu, kita mungkin bisa bertemu dengan siapapun yang memiliki kemampuan ‘Penjelas’ dan menanyakan kepadanya beberapa informasi tentang ‘dunia itu’.”

Jika hanya kemampuan itu sudah muncul pada sisi dunia ini. Kalau belum, kita tidak bisa melakukan apa-apa.”

Alhasil, informasi yang bisa kami dapatkan dalam diari ini adalah sesuatu yang sangat besar.

Misteri ‘dunia itu’ dan ‘kemampuan mata’ terhubung seperti diikat benang merah, dan mungkin bisa kami jadikan sebagai pertanda.

Kami sampai pada suatu titik dimana tinggal sedikit lagi saja kami mungkin bisa menemukan kebenaran dari serangkaian insiden ini.

Seandainya kami bisa terus melanjutkan dengan kecepatan seperti ini, mungkin kami juga bisa mengambil alih ‘dunia itu’ dan mengambil kembali orang-orang yang telah ditelan ‘dunia itu’, mengembalikan mereka ke sisi dunia ini.

“ ‘Dunia itu’, ya....”

“ ‘Dunia itu’, kau tahu....”

Aku dan Kido sama-sama diam setelah mengatakan itu. Sepertinya kami ingin membicarakan hal yang sama.

“......Bukankah lebih baik jika kita memberi nama untuk ‘dunia itu’? Agak sulit untuk membicarakannya jika kita terus memanggilnya ‘dunia itu’.”

“Kebetulan sekali. Aku baru saja memikirkan hal yang sama.”

Biarpun aku mengatakan itu, aku tidak memiliki kemampuan yang baik dalam menamai sesuatu. Yah, memang kita tidak memerlukan nama yang keren, asalkan namanya cocok dan mudah diucapkan......

“Bagaimana dengan ‘Kagerou Daze’?”

Saat Kido mengatakan itu, matanya terbuka lebar dan mulai berbinar-binar.

Ahh, sepertinya orang ini mengeluarkan aura percaya diri yang tinggi......adalah apa yang kurasakan saat melihatnya.

Memang jika kau melihat ekspresi Kido, dia bagai mengatakan “Bagus banget, kan?” bersamaan dia menunggu reaksiku.

“Ngomong-ngomong, ‘Kagerou’ berarti kabut panas yang muncul dan menghilang dengan cepat. ‘Daze’ memiliki arti ‘memusingkan’ atau......”

Ahh, dia bahkan menjelaskan apa maksudnya.

Ini sangat menyebalkan, dia seperti seseorang yang ingin menjelaskan cerita yang dia ciptakan dengan sedetail-detailnya. Jujur aku berharap dia berhenti saja.

“O, oh. Aku mengerti. Itu bagus, bukan? Jadi...”

“Tunggu. Dengarkan aku. Masih ada satu lagi arti dibalik kata ‘Daze’.....”

Tidak tidak tidak, ini menyusahkan.

Kita sudah selesai dengan topik ini, kan? Apapun arti di balik nama itu, aku tidak peduli. Aku sudah bilang itu bagus, kan?

“O, oke! Yah, itu cukup masuk akal, jadi mari kita pulang sekarang. Susah banget kan kalau kita pulang saat malam-malam.”

“Hm? Ahh, benar juga. Bagaimana jika aku melanjutkan penjelasanku setelah kita kembali ke markas?”

Sudah cukup. Itu  bukan nama yang cukup hebat sampai kau harus menjelaskannya ribuan kali.

Yah, pada waktu kami kembali ke markas, dia paling akan lupa tentang hal ini.

Ngomong-ngomong, mendengarkannya berbicara mengenai ini dalam waktu yang lama akan sangat menyebalkan. Jadi mari kita kembali ke markas dengan cepat dan buat Momo mendengarkannya sebagai gantinya.

Aku berdiri dari kursiku dan berjalan menuju pintu masuk.

Aku membuka pintunya dan membuat cahaya matahari langsung mengarah kepadaku, membuat suhu tubuhku meningkat dengan drastis.

Saat kupikir kita akan melewati jalan yang sama untuk pulang, aku langsung merasa kelelahan. Aku akan minta digendong oleh Konoha.....tidak, tidak bisa. Dia membawa ransel.

Jika begitu, aku akan meminta dia membawaku dengan tangannya.....tidak, di tengah jalan ke sini dia membawa Mary. Apapun pilihannya, keduanya tidak bisa.

“Baiklah, kira-kira dimana kah Mary?”

Kido yang mengikutiku keluar rumah mengatakan hal itu bersamaan dia menutup pintu di belakangnya.

Tidak terlalu lama waktu berlalu sejak Mary mengatakan “Aku akan pergi keluar,” jadi dia pasti tidak terlalu jauh........

Kido yang terkadang melihat sekililingnya sambil agak gemetaran melihat bayangan  putih besar berayun-rayun pada sisi lain dari rumah, jauh di balik semak-semak.

“Oh, dia disana, dia disana. O~i, Mary, maaf soal yang tadi! Kembalilah kemari!”

Saat aku mengatakan itu, Mary yang sangat jauh meneriakkan sesuatu, dia terlalu jauh dan aku tidak bisa mendengarnya dengan jelas.

“Apakah dia mengatakan sesuatu....?”

Aku tidak punya pilihan lain, jadi aku menembus semak-semak dan melaju ke depan, sampai aku cukup dekat untuk mengkonfirmasi bahwa apa yang berada di depanku adalah Mary.

Seperti sebelumnya, Mary meneriakkan sesuatu, tapi apa yang dia coba katakan?

Bagaimana pun juga, aku melaju lebih dalam lagi, dan tiba-tiba, semak-semak di depanku menghilang dari pandangan bagai tidak pernah ada di depanku.

Ketakutan, kakiku berhenti melangkah.

Bersamaan aku melakukan itu, aku dapat mendengar dengan jelas Mary yang menangis meneriakkan “Tolong akuuuuu!” dengan suara yang sangat kasihan.

Saat aku dengan sangat hati-hati mencoba mendekati Mary dari tempat semak-semak yang menghentikanku, ada jurang kira-kira selebar 5 meter memisahkan kami.

“Ma, Mary?! Bagaimana bisa kau berada di tempat seperti itu?!”

Saat aku ingin menanyakan bagaimana dia bisa melewati jurang sejauh itu, aku melihat pada sekitarku dan aku menemukan kayu panjang lurus menuju seberang jurang dari kejauhan yang bisa digunakan sebagai jembatan.

Mary mulai menangis tersedu-sedu bersamaan dia mengatakan, “A, hiks, ku, hiks, di, hiks, kej hiks, di kejar-kejar, hiks, lebah, hiks.”

Mungkin dia mengatakan, “Aku di kejar-kejar lebah” atau semacamnya.

Mungkin dia melewati kayu kecil itu saat dia lari dari kejaran lebah dan akhirnya terdampar pada seberang situ, huh?

“Situasi seperti apa ini....”

Tiba-tiba, Kido muncul dari belakangku, dan setelah dia menyadari situasinya, dia berteriak dengan terkejut, “Mary?!”

“Oi, apa yang harus kita lakukan.....”

“Apapun yang kita bisa. Kita harus melakukan sesuatu dan menolongnya, bukan? Oh iya, kemana Konoha pergi?”

Benar juga, untuknya jurang sebesar ini tidak ada apa-apanya.

Melompat ke seberang situ, menjemput Mary, dan kembali melompat ke sini adalah hal yang mudah untuknya.

“Memang benar dia dapat membantu. Orang itu timingnya tidak pas sekali, kemana dia pergi pada saat kita membutuhkannya....”

“Mungkin dia tersesat?”

Punggungku dan Kido jatuh.

Dia tidak ada disini sekarang—mungkinkah karena dia tersesat? Kira-kira kemanakah dia pergi?

Ngomong-ngomong, tanpanya disini, tidak ada yang bisa kami  lakukan. Jika aku melihat keadaan ini, memberi tahu Mary untuk “Lewati kayu itu lagi” terlalu kejam.

Tapi menyuruhku melewati kayu kecil dan tidak aman itu dan membawanya kembali akan sangat tidak mungkin seberapa kali pun aku mencobanya. Pertama-tama, aku bahkan tidak memiliki keberanian untuk melewati jurang ini sampai ke seberang sana.

“Bagaimana pun juga, kita hanya bisa menunggu Konoha....”

Baru saja aku mengatakan itu, sesuatu yang kuning dan kecil masuk dalam area pandangananku.

Dia mengepakkan sayapnya dengan cepat dan datang tepat ke depan mataku.

Dia adalah lebah.

"Gyaaaaahh!!"

Karena peristiwa yang tiba-tiba ini, aku memutar balik badanku.

Aku harus segera pergi dari sini, aku harus segera.....

Sekejap aku berpikir itu dan melangkah pergi, kakiku malah dengan pintarnya menginjak angin dan kekosongan daripada tanah.

......Sial, aku mengacaukannya.

Wajah terkejut Kido memasuki area pandanganku, dan dengan sangat cepat wajahnya mengecil.

Seperti ditarik oleh gaya yang sangat amat kuat, tubuhku mulai  terjun dengan kepala lebih dahulu ke dalam jurang.

......Ahh, ini buruk. Tidak ada yang bisa kulakukan.

Aku melihat figur Kido yang masih tidak terlalu jauh, dan mulai memikirkan akhir dari hidupku.

Ini akan sangat sakit, bukan? Yah tentu saja, jatuhnya dari ketinggian seperti ini.

Kalau kupikir-pikir, saat Ayano meninggal, mungkin ini juga yang dia pikirkan. Biarpun aku tidak mengerti apa-apa dengan hanya melihat dari atas atap, tapi sekarang aku paham. Jadi beginikah rasanya.

“Dia pasti ketakutan, iya kan?”

Tepat setelah aku membisikkan itu dan menutup mataku, seluruh tubuhku bergetar dan aku kehilangan kesadaran.


Pada saat aku membuka mataku, apa yang pertama kali kusadari adalah darah melimpah yang mengalir dari lubang luka di tubuh Konoha yang gemetaran.

Intuisiku mengatakan bahwa dia lah yang menyelamatkanku.

Tubuhku tidak terluka dimanapun, tapi pemandangan di depanku sangat menyakitkan sampai-sampai dadaku serasa hancur lebur.

Di samping Konoha ada sebuah batang kayu yang sebesar tangan manusia, tumbuh seperti itu telah tertanam di tanah sejak lama.

Darah tertempel pada ujung tajam batang layu itu.

Pastinya itu telah tembus menusuk perut Konoha.

Jauh di atasku, aku dapat mendengar suara-suara teriakan, tapi sekarang, daripada memperhatikan mereka, aku lebih memikirkan dengan segala cara bagaimana aku bisa menyelematkan orang yang berada tepat di depanku ini.

Ponselku tidak ada jaringannya.

Biarpun aku menggendongnya, pasti tidak akan sempat.

Dan lagi, apa yang bisa kulakukan?

Pertolongan pertama.....tidak, tidak bisa, ini bukanlah sesuatu yang bisa disembuhkan hanya dengan pertolongan darurat.

Sesuatu.....apakah ada sesuatu yang bisa kulakukan? Suatu cara untuk bisa menyelamatkan pemuda ini.....

“Kenapa kau melakukan ini.......!”

Aku tidak bisa mengatakan apa-apa selain itu ke Konoha yang gemetarannya mulai berkurang.

Konoha pun berbisik dengan lemah untuk menjawabku.

Pada waktu yang sama, dia memuntahkan darah dan kata-katanya hampir hilang dalam suara batukannya, namun tak diragukan lagi, Konoha berkata, “Karena kita teman.”

Badanku terguncang dan air mataku mulai tumpah.

Apa yang pernah kulakukan untuk orang ini?

Tidak, tidak ada apapun yang pernah kulakukan untuknya.

Biarpun begitu, Konoha melindungiku dan tidak bisa lagi bergerak.

Cahaya mulai menghilang dari mata Konoha dan hanya darahnya saja yang terus mengalir menuju bumi ini.

....Oi, kumohon, lakukanlah sesuatu. Kau ada di dalam tubuh Konoha, kan? Kami adalah teman. Aku ingin menyelamatkannya. Kumohon, kumohon, tolonglah....

Setelah aku berdoa, aku merasa udara disekitarku membeku dalam sekejap.

Seperti dipelototi oleh sejenis hewan kecil; itulah apa yang kurasakan sekarang.

Tepat setelah aku memikirkan itu, ular yang tak terhitung jumlahnya keluar dari tubuh Konoha yang kaku, memperbaikinya kembali.

Mata Konoha, yang tadinya tidak hidup, mulai bercahaya merah dalam kegelapan dan denyut nadinya mulai kembali berdetak, sampai-sampai aku bisa mendengarkannya dari kejauhan.



Tak berdaya, aku hanya bisa duduk tercengang dan melihatnya, bersamaan dengan temanku dibangunkan kembali tepat di depanku.

2 komentar:

  1. waaaa!! lanjutkaan > <

    BalasHapus
  2. KYAAA!!!
    Konoha nya kelihatan keren walau dalam keadaan begitu!! >w< *salahfokus
    yo, lanjutkan!! And semangat terus buat ngetranslatenya!! :3 /

    BalasHapus