Minggu, 14 September 2014

Shinigami Record II


Rekaman Dewa Kematian II
 
“Tidakkah kau mendengarku? Jika kau tidak membiarkanku masuk, panggil orang itu.”

Perlahan orang-orang berkumpul di sekitar pagar bata tua untuk menonton keributan ini.

Suara-suara bising menjijikkan yang biasa muncul saat kerumunan orang berkumpul—seperti biasa, aku membencinya.

Bahkan orang-orang yang kurasa adalah pelayan-pelayan menatap ke arah kami dari jendela mansion besar di belakang pagar.

“Begini ya, nona muda. Aku tidak bisa melakukan apa yang kau inginkan tiba-tiba seperti ini.”

Lelaki lusuh di depanku yang terlihat seperti bagian dari masyarakat tertawa dan dengan sangat jelas membuatku terlihat bodoh.

“Kalau begitu apa yang harus kulakukan? Apakah kau mengerti? Aku sudah melewati neraka gara-gara dia. Aku menurutinya karena dia mengatakan kalau dia tahu apa aku ini, tapi dia malah menyerahkanku kepada orang-orang yang mencurigakan dan aku diperlakukan dengan sangat buruk—aku bahkan ditembak.”

Ada apa dengan lelaki ini?

Kelakukan setengah hatinya itu membuatku kesal.

Pada mulanya, kenapa aku diperlakukan seperti ini setelah aku jalan kaki seminggu mengikuti jejak kereta kuda untuk kembali ke sini?

“Ahahaha. Kau tahu, nona muda.....kalau kau benar-benar tertembak, bagaimana bisa kau berdiri di depanku sekarang?”

“Hm? Omong kosong apa yang kau bicarakan? Tidakkah kau melihat aku berdiri di sini?”

Tepat setelah aku mengatakan ini, lelaki lusuh itu menghirup napas dalam-dalam dan tertawa terbahak-bahak. Seperti sudah diberi tanda, aku juga mulai mendengar tawaan-tawaan kecil dari kerumunan.

Api frustasi mulai membara di hatiku.

Kenapa makhluk-makhluk ini sering sekali membuatku marah.

Aku berpikir untuk meninggalkan tempat ini secepatnya, tapi itu berarti apa yang kulakukan selama ini akan terbuang sia-sia.

Aku tidak akan bisa beristirahat sampai aku mendengar apa yang diketahui pria gendut itu tentangku.

“Oi, jika kau terus seperti ini, aku akan langsung saja membiarkan diriku masuk. Pada awalnya, apa pentingnya kau buatku? Aku tidak terlalu memiliki alasan untuk berbicara denganmu.....”

Baru saja aku bersiap mengabaikannya dan memaksa masuk ke dalam mansion, aku menyadari pria gendut itu menatapku dari jendela lantai dua mansion itu.

Dia terlihat agak takut saat melihatku kembali ke sini.

Aku melihat bagaimana wajah yang mengintip dari jendela diwarnai dengan ketakutan.

Biarpun dia sudah sadar aku berada di sini, pria itu berpura-pura terganggu dengan keributan; amarahku sudah berada diambang batasnya.

“Pria itu.....!”

Aku menerjang ke depan dan mencengkram pagar besi, lelaki lusuh itu pun berteriak, “Hentikan! Kalau tidak, aku akan merasa bersalah sudah membesar-besarkan masalah ini!”

“.....apakah kau benar-benar tidak menanggapiku dengan serius?”

Amarahku sudah lama sampai diambang batasnya.

Kalau sudah begini, aku tidak mungkin dihentikan oleh bualan-bualan yang keluar dari mulutnya.

Lelaki ini pun sepertinya sama sekali tidak memiliki keinginan untuk menghentikanku.

Di depan pagar yang terdapat banyak orang berkerumun, muncul lah lelaki-lelaki bersenjatakan pedang besi dari dalam pagar.

“Aku tidak ingin melakukan ini, tapi karena kau tidak mau mendengarkanku, inilah yang terjadi, nona muda. Sudahlah, menyerah sa......agh...!”

Begitu ya. Jadi inilah yang akan terjadi. Manusia benar-benar busuk.

Tepat di saat aku melototinya, kedua bola mataku mulai berdenyut dan memanas.

Matanya yang menemuiku kejang untuk beberapa detik sebelum terdiam. Setelah itu, badannya pun perlahan berhenti bergerak.

Kemudian, aku menghadap kepada kerumunan yang berkumpul.

Mereka semua berwajah datar, seperti tidak paham apa yang terjadi sekarang.

“Hei, apa yang kau lakukan kepadanya?”

Salah satu ksatria itu mengeluarkan pedangnya dan perlahan menghampiriku.

‘Pedang’

Sesuatu yang manusia buat untuk membunuh.

Saat digunakan dengan cermat, pedang dapat membelah daging dan menghancurkan tulang.

Sejak aku terlahir kembali menjadi seperti ini, aku mempelajari hal itu dengan cara yang teramat sakit.

Aku pun mempelajari bahwa dunia ini telah menjadi habitat terbesar manusia; makhluk yang sangat dungu.

“Jika kau tidak menjawabnya, maka kami akan menganggapnya sebagai pemberontakan dan kau akan dimusnahkan!”

Ahh, ini sangat melelahkan. Kenapa aku terus memegang harapan kepada mereka?

Aku menutup mataku, pandanganku dipenuhi dengan kegelapan.

Kapan terakhir kali aku menggunakannya?

Bukankah terakhir kali menggunakannya, aku malah dianggap sebagai ‘Dewa’ dan dipuja di salah satu gereja di suatu tempat? Pada akhirnya, aku pun tidak mendapatkan apa-apa untuk itu.

Tidak, bukan tidak mendapat apa-apa.

Makhluk-makhluk ini selalu memberi rasa jijik dan kekecewaan kepadaku.

Karena itulah, aku kembali lagi ditemui dengan kekecewaan yang sia-sia

Saat aku membuka mataku, aku melihat para penjaga mengasah pedangnya.

Apakah dia bermaksud untuk mencabut nyawaku? Kenapa selalu terjadi hal seperti ini setiap kali aku berurusan dengan manusia.

“Pikatlah semua mata....”

 Dalam sekejap saat aku membisikkan ini, para ksatria tiba-tiba berhenti bergerak.

Pada saat yang sama, keributan yang dibuat kerumunan di belakang mereka segera menghilang.

Tentu saja, ini karena semua orang di sini ‘bertemudengan mataku.

Apa yang kulihat di depanku adalah wajah-wajah manusia yang dipenuhi dengan ketakutan. Benar-benar makhluk menyedihkan yang dungu dan tidak terselamatkan.

“Apa sebenarnya dia?”

Pikiran dari lelaki yang mengasah pedangnya menggenangi kepalaku.

Menyusahkan sekali,mencuri’ adalah satu-satunya yang masih tidak bisa kukontrol.

Karena, semakin kuintip pikiran manusia, aku merasa semakin tidak nyaman.

Jika aku bisa dengan mahir melihat isi pikiran semua orang ini, mungkin akan menjadi sesuatu yang sangat menguntungkan.

Aku akan dengan mudah membedakan apakah salah satu dari mereka berbohong atau tidak.

Namun, kepala mereka hanya dipenuhi dengan pikiran yang sangat tidak penting.

Kenyataannya, hampir tidak mungkin aku bisa membaca apa yang hanya ingin kutahu.

Seperti mencari sebuah batu pada lautan sampah.

Aku bertanya kepada lelaki yang tak bisa bergerak “Haruskah aku menyebut kalian semua monster?”

Tetapi, aku tidak mendapat jawaban.

Hening.

Pada akhirnya, selalu keheningan.

Dingin yang membekukan, seperti dulu. Bahkan sampai sekarang, aku membenci keheningan ini.

Berbalik ke arah mansion, aku melihat lelaki yang melihat dari jendela tadinya sudah menghilang.

Apakah dia sudah kabur ke suatu tempat?

Jika bergegas aku dapat menyusulnya, aku mungkin bisa mengatakan sepatah dua patah kata padanya, tapi aku tidak ingin lagi melakukan itu.

Berapa lama lagi aku harus melakukan ini.

Ini seperti diam-diam melaju melewati kegelapan tanpa akhir, mengetahui tiada cahaya berada disana.

Ya, aku tahu ini. Aku tahu hal ini, tapi aku harus tetap melangkah ke depan.
“Tidak ada orang di dunia ini yang tahu tentang diriku.”

Setiap kali aku memikirkannya, air mata akan keluar dari mataku.

“Aku benci ini.”

Kata-kata tanpa alasan seperti tadi akan memenuhi kepalaku.

Itulah mengapa tidak ada pilihan selain melangkah ke depan.

Jika tidak aku akan hancur karena pikiranku, seolah-olah aku akan lenyap begitu saja.

Namun, aku tidak bisa.

Aku sudah mengalami kematian berkali-kali, tapi aku tidak pernah bisa lenyap selamanya.

Manusia yang tak bergerak di depanku tidaklah lagi bisa memikirkan apapun.

Dia hanya diam dan berdiri disana.

Akan lebih mudah jika aku bisa seperti dia.

Tidak usah memikirkan apapun, keberadaan yang hanya berada disitu.

Sebelum aku mengetahuinya, air mata mengalir dari mataku.

Tidak bisa menghentikannya, aku menjadi sulit untuk bernapas.

“Uu……Aah, ah……!”

Jika ada suatu makhluk yang melahirkanku, cepatlah muncul di depanku!

Dan kumohon, akhiri aku.

Bersamaan aku berdoa untuk itu, aku terus menangis sampai hari menjadi gelap.

*

Hembusan angin musim panas membuat pepohonan bergoyang, dan nyanyian burung-burung kecil menggema di kehijauan yang menyegarkan.

Karena hujan lebat tadi malam, sangat sulit melewati jalan setapak ini.

Kakiku semakin lama semakin terjerumus ke dalam lumpur dalam setiap langkah yang kuambil, dan aku tidak bisa meneruskannya seperti yang sudah kuduga.

Biarpun pepohonan yang tumbuh kebesaran sangat melemahkan terik matahari, anehnya, kehangatan yang menyelimuti diriku menghisap tenagaku.

Aku sudah mendapatkan tubuhku sendiri, dan aku menyadari setelah menemui berbagai macam makhluk, kalau tubuh ini sangatlah kekurangan kemampuan fisik.

Aku akan mulai berkeringat setelah berjalan beberapa mil saja, dan sendi-sendiku akan kesakitan saat aku mencoba berjalan melewati tanjakan.

Bahkan sekarang aku berkeringatan, dan kakiku serasa akan roboh.

Karena aku sudah datang sejauh ini, keringat mulai muncul dari telinga karena sulitnya menggerakkan kakiku.

Walaupun memang benar kalau ini sangat sulit sampai-sampai aku bisa menangis karena kesakitannya, jadi ini tidak bisa dihindari.

“Harusnya tinggal sedikit lagi.......”

Fakta kalau aku sudah menggunakan ‘pemikat’ dari tadi juga mungkin salah satu penyebab kenapa tenagaku terkuras dengan cepat.

Namun, karena itu adalah caraku untuk menandai jalan, aku harus terus menggunakan itu.

Paling tidak, sepertinya aku sudah membuat sedikit kemajuan, dan setiap momen aku menarik perhatian makhluk-makhluk sekitar sini.

‘Pemikat’ adalah kemampuan yang berguna.

Aku bisa dengan mudah melihat dimana seseorang memfokuskan perhatian mereka, dan aku juga bisa memaksa perhatian mereka ke diriku.

Dalam artian lain, dengan menggunakan kemampuan ini, aku bisa mengetahui tempat apa yang tidak terlalu diperhatikan oleh makhluk lain. Aku merasa ini adalah cara yang pintar dalam menggunakan kemampuan ini.

Ya. Setelah aku dikhianati oleh para manusia sebelumnya pada hari itu, aku sudah memutuskan untuk menghabiskan hidupku di suatu tempat dimana tidak akan ada orang yang bisa menemukanku.

Awalnya, aku mempertimbangkan untuk hidup di sebuah gua, tapi jujur, aku sudah lelah dengan kegelapan.

Aku mencari tempat lain yang lebih pas, tapi aku sangat sebal saat mengetahui tempat yang tenang kebanyakan berada di tempat yang gelap.

Cukup sudah dengan kegelapan. Hidup disana adalah hal terakhir yang kuinginkan.

Namun, aku tahu kalau dunia ini dipenuhi oleh manusia, hampir tidak mungkin hidup sendirian di tempat yang terang tanpa ada mereka.

Dengan ‘pemfokus, aku sudah menemukan tempat yang paling tidak diperhatikan di dunia ini.

Dan anehnya, tempat itu adalah hutan yang cukup terang.

Jujur, aku sangat ragu datang kesini, tapi bersamaan dengan aku menuju tempat itu, aku menyadari tanda-tanda dari makhluk lain mulai menipis.

Ini aneh, hampir seperti ada sebuah lubang terbuka begitu saja, dan tiada makhluk bisa memfokuskan perhatian mereka ke sana.

Aku masih belum sampai disana, tapi aku sudah merasa sangat gembira hanya karena fakta ini yang sudah terbuktikan.

Jujur sih, aku sudah menaiki kapal untuk melewati lautan, tapi di jalan terjadi perselisihan, membuatku harus meninggalkan kapal dan berenang ke tujuanku sambil menangis.

Aku sudah tidak bisa menghitung lagi seberapa banyak aku tenggelam. Jika  tempat itu dikelilingi oleh manusia setelah semua penderitaan yang kualami, aku sudah pasti akan membakar hutan ini sampai tidak ada yang tersisa.

Bersamaan dengan aku berjalan maju, pada saat jalannya akhirnya menghilang, dan aku tidak bisa lagi mendengar nyanyian para burung, aku melihat suatu tempat yang agak terbuka.

Tempat seperti apa itu? Tanyaku.

Aku mempercepat langkah kakiku, dan suasana dari tempat yang telah kuinjakkan kakiku mengambil napasku.

Tempat ini seperti terus hidup setelah semua makhluk di dunia ini melupakannya.

Makhluk yang masih sadar menghindarinya; tempat yang tak disadari siapapun.

“Ini sempurna.....!”

Untuk pertama kalinya setelah beberapa lama, aku merasakan jantungku berdetak lebih cepat. Ini lebih tenang, terang, dan lebih nyaman dari apa yang sudah kubayangkan.

Dari apa yang kulihat, sepertinya tempat ini cukup untuk membangun sebuah rumah.

Menyingkirkan rumput yang pendek dan tebal, aku mencoba berdiri di tengah tempat ini. Tempat ini sangatlah berbeda dari keheningan yang dingin, disini memiliki ketenangan yang menyejukkan telingaku.

“Sudah kuputuskan. Mulai hari ini dan selanjutnya aku akan tinggal disini.”

Kalau kupikir-pikir, aku tidak pernah tinggal dimanapun sejak aku mendapatkan tubuh ini.

Yah, alasannya sudah jelas, itu karena aku terus mengelana tanpa tujuan kesana kemari.

Tapi, aku menginginkan rumah. Jika aku bisa terus tinggal disini, walaupun harus mengorbankan kemewahan, paling tidak aku hanya memerlukan sebuah atap.

Kapanpun aku basah karena kehujanan, badanku akan menjadi dingin, dan menggigil. Aku sama sekali tidak menyukai sensasi itu.

“Sebuah atap kah? ....Aku tidak bisa membangun seluruh rumah sendirian saja, tapi jika hanya atap.......”

Lalu, aku menemukan tempat dekat batu yang sepertinya cukup nyaman untuk diduduki, sambil melakukannya, aku mulai memikirkan tindakanku selanjutnya.

Karena aku hidup seorang diri, aku tidak perlu rumah yang terlalu besar, tapi  aku akan memerlukan sesuatu yang dapat melindungiku dari angin, hujan, dan juga cahaya matahari.

Prioritas utamanya adalah untuk melindungi diriku dari cahaya matahari. Tidak peduli seberapa kali pun aku berjuang melawan panasnya, dia adalah musuh yang sangat  berat. Kekalahan yang sukses telak.

Kalau begitu, aku membutuhkan material yang cukup banyak.

Bagaimana aku membawanya? Tidak, tidak mungkin. Itu terlalu melelahkan.

Namun, aku membenci panas dan juga dingin.

Saat mempertimbangkan berbagai hal, aku tiba-tiba menyadari kalau temperaturnya sangat berkurang.

Tanpa sadar hari sudah menjadi malam.

Setiap kali aku memikirkan apapun, aku akan kehilangan jejak waktu. Kebiasaan yang tidak bisa kuhilangkan sejak dulu sekali.

Aku akan sangat fokus pada sesuatu sampai berhari-hari akan berlalu, sampai akhirnya aku mendapatkan kesadaranku kembali.

Bagaimana caranya waktu berlalu untuk semua orang selain aku , membuatku merasa kalau hanya aku seorang yang berbeda dari dunia ini, perasaan yang tidak terlalu kusukai.

Tapi, paling tidak dunia ini tidak akan berubah sama sekali setelah aku selesai berpikir, tidak seperti dulunya.

Tapi, mengkhawatirkan soal rumah selamanya tidak akan memberikanku apapun.

Kalau bisa itu adalah sesuatu yang ingin kuhindari, tapi pada akhirnya tidak akan ada sesuatu yang terjadi jika aku tidak melakukan apapun.

“Apakah ini berarti tidak ada pilihan selain melakukannya?”

“ ‘Melakukan’ ? Melakukan apa?”

Membangun rumah pastinya.

Biarpun tidak terlalu elegan, paling tidak terasa nyaman.....

Sejauh itulah pikiranku berjalan saat tiba-tiba aku jatuh dari batu.

Mendongak ke atas dengan panik, aku melihat seorang pemuda berambut putih tiba-tiba berdiri tepat di samping batu yang telah aku duduki. Dia terlihat setua seorang manusia berumur 16 tahunan.

Walaupun dia terlihat sedikit kotor, bajunya seperti dibuat khusus. Seorang prajurit atau semacamnya?

Namun, itu semua tidak penting.

Yang lebih penting sekarang adalah bagaimana marahnya aku kepada pemuda ini yang melangkah di rumah baruku tanpa izin, mengejutkanku, dan membuat diriku terlihat seperti orang bodoh. Darahku mendidih penuh amarah.

“Kau....kuharap kau sudah mempersiapkan diri.”

Aku berdiri dan menghadap kepada pemuda itu, mengancamnya dengan menggertakkan kepalan tanganku.

Tentu saja, aku tidak memiliki keinginan untuk berkelahi secara fisik. Fisikku sangatlah lemah sampai-sampai aku tidak bisa menghadapi balita.

“Ah, apakah aku mengejutkanmu? Maaf, maaf. Kau sepertinya tenggelam dalam pikiranmu, kemudian tiba-tiba kamu berbicara sendiri. Itu membuatku geli...”

Kepalan tanganku gemetar melihat perilaku serampangan anak ini. Tentu saja, aku tidak akan menggunakan kepalan tangan ini untuk memukulnya.

“Apanya yang menggelikan, huh!? Jangan mempermainkanku! Aku sedang ingin membuat tempat tinggalku sekarang. Segera pergi dari sini!”

Teriakku dengan suara yang sangat kesal, tetapi senyum bocah itu tidak menghilang sedikit pun.

“Begitu ya. Tempat tinggalmu, huh? Apakah ada yang bisa kubantu? Jika kau tidak keberatan, aku bisa membantumu!”

Apa yang dia katakan?

Bukankah aku sudah menyuruhnya pergi dari sini?

Ya, tak diragukan lagi aku sudah mengatakan itu. Aku bahkan sudah mengatakannya sekasar mungkin.

Meskipun begitu, kenapa dia bersikap sembrono seperti ini?  Aku tidak paham.

“Jangan mengatakan sesuatu yang aneh. Kau hanya merencanakan sesuatu yang menyeramkan, bukan? Cukup. Pergi, sekarang!”

Ribuan orang sudah menawarkanku bantuan seperti sekarang ini, tapi pada akhirnya mereka hanya ingin menggunakanku.

Pastinya pemuda ini juga sama. Siapa yang bisa mempercayai makhluk seperti mereka?

“Apa!? Tidak, itu sama sekali tidak benar! Aku memang berpikir andai aku bisa menatapmu lebih dekat akan sangat bagus, tapi itu terlalu memalukan, dan tiba-tiba.....”

Pemuda itu menggaruk kepalanya dengan malu saat ia mengatakan ini.

Ada apa dengannya? Apakah dia gila?

Kata-katanya terlalu kikuk untuk membodohiku...atau apakah ini bagaimana caranya dia menurunkan pertahananku?

Dan lagi, apa yang dia maksud dengan ingin menatapku?

Yah, apapun yang dia maksud, mungkin dia juga sama seperti semua manusia yang pernah kutemui sampai sekarang, mengatakan hal-hal yang meragukan.

“Aku tidak bisa mempercayaimu. Aku terlalu sering ditipu orang seperti ini dulu. Aku akan lebih bodoh lagi kalau mempercayaimu.”

“Oh.....kalau begitu bagaimana aku bisa membuatmu mempercayaiku? Jika aku bisa berguna untukmu, aku akan melakukan apa saja. Aku tidak akan meminta imbalan apapun. Mulai sekarang aku bersedia mendengarkan apapun yang kau katakan.”

Kata pemuda ini yang menghirup embusan angin dari hidungnya.

Aku berpikir untuk mengatakan, “Kalau begitu, pergilah sekarang juga,” tapi melihat kesempatan yang ada, sebuah ide muncul di benakku.

“....’apapun’ katamu?” gumamku pelan.

“Huh!? Te-tentu saja! Apakah kau memutuskan untuk mempercayaiku!?”

Aku melewati bocah penuh senyum itu dan bergerak ke sebuah titik yang spesifik, kemudian menunjuk ke tanah.

“Ada apa? Kenapa kau menunjuk tanah....?”

“Bangun sebuah rumah di sini.”

Pemuda yang masih tersenyum itu langsung kaku mendengar perkataanku. Masih tidak merubah posenya, dia mulai gemetaran dan keringat dingin.

“Tidakkah kau mendengarku? Bangun sebuah rumah di sini.”

Aku yakin dia sudah mendengarku, tapi aku mengulangnya lagi.

“Akan kulakukan!”

“Dan segera setelah kau selesai membangunnya, pergilah. Jika kau tidak bisa, maka....”

“Sudah kubilang akan kulakukan!”

Yah, sudah jelas membangun sebuah rumah bukanlah sesuatu yang bisa dilakukan sendirian. Secepatnya setelah dia pergi, aku bisa perlahan....

“……Hm?”

“Kau tidak mendengarku? Aku akan membangun sebuah rumah untukmu! Kalau untukmu, yang seperti ini sama sekali bukan apa-apa!”

Kata bocah ini yang tersenyum kecil.

Biarpun ekspesinya tersenyum, aku bisa melihat dia masih gemetar dan keringatan, menjelaskan sejelas-jelasnya kalau dia memaksakan dirinya sendiri.

Sepertinya pemuda ini benar-benar sudah gila.

Membangun sebuah rumah seorang diri? Dia pikir berapa banyak bahan dan usaha yang dibutuhkan?

Apakah dia menyadari ini? Dan jika iya, aku masih tidak paham kelakuannya.

....Mungkinkah, dia masih merencanakan sesuatu biarpun dia berkata tidak?

Curiga, aku menatap pemuda itu dengan dalam, dan kemudian dia tiba-tiba jadi malu, pipinya memerah bersamaan ia menggaruk kepalanya.

Setiap kali ia malu, ia akan menggaruk kepalanya dengan tangan kanannya. Sekali lagi, aku mendapat informasi tidak berguna.

“....Baiklah kalau begitu. Jika kau pikir kau bisa melakukannya, lakukanlah. Aku akan memonitor kerjaanmu setiap saat.”

Kataku dengan sarkasme. Jika dia mencoba melakukan sesuatu, akan sulit jika aku terus memperhatikannya.

Pasti dia akan menyerah di tengah jalan. Akan sangat menggelikan melihatnya berlari dengan ekornya di antara kakinya.

“A-apakah kau benar-benar akan melihat...?”

Kata pemuda ini dengan wajah yang sangat senang.

Jujur, aku mulai muak dengan perilaku tidak masuk akalnya.

Aku tidak bisa memahaminya. Aku berpikir untuk mengintip kepalanya, tapi aku tidak terlalu ingin melihat isi pikiran seseorang yang sangat aneh.

“Oke, aku akan melakukan yang terbaik mulai besok!....Anu, hei, siapa namamu?”

“Nama? Aku tidak mempunyai sesuatu seperti itu.”

Nama

Sesuatu seperti tanda yang digunakan manusia untuk memanggil masing-masing dari mereka.

Saat seorang bayi manusia lahir, orang tuanya akan memberikannya nama yang penuh arti, dan dia akan dipanggil seperti itu seumur hidup mereka.

Namun, sesuatu yang dilakukan oleh para manusia tidak ada hubungannya denganku.

“Begitu ya, jadi kau tidak mempunyai nama....kalau begitu aku saja, ya? Aku Tsukihiko. Salam kenal!”
 Tsukihiko, hm?

Orang yang benar-benar dungu. Biarpun mempunyai nama, bagiku manusia ya hanyalah manusia.

Tidak lebih dan tidak kurang. Apa yang dia harapkan dengan memberitahukan namanya padaku?

Bersamaan aku mengatakan ini, sepertinya anak ini tidak menginginkan apapun dariku.

Dia benar-benar aneh.

Namun, jika dia pergi dan hanya meninggalkan kesan ‘aneh’ dan ‘sulit dimengerti’ akan sangat menjengkelkan bagiku.

Baiklah kalau begitu. Aku akan mencoba memahami apa yang dimaksud oleh hatinya.

“Sebaiknya kau tidak kabur, manusia.”

Kataku, kemudian mata Tsukihiko bersinar dengan terang dan menjawab, “Tentu!”

9 komentar:

  1. Arigatous kaori. Izin baca :)

    BalasHapus
  2. akhirnya aku tau cerita si azami pertama kali ketemu pasangannya
    terimakasih banyak kaori

    BalasHapus
  3. izin baca, trimakasih

    BalasHapus
  4. kk kaori bleh aku bantu share ngak?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Boleh banget kok! Tapi boleh minta link sharingnya dimana nanti?

      Hapus
    2. hehe cuma mau share di fb kk,soalnya temen fb aku banyak yang suka cerita kagero days.

      Hapus
  5. ak kira ini lnjutan yobanashi,ternyta shinigami 2 yang waktu itu pernah kehapus ama kaori.
    arigatou banyak kaori.terimakasih gozaimasu *gubrak

    BalasHapus
  6. makasih Shinigami Record II kaori..

    BalasHapus
  7. thank's kaori! d tnggu kelanjtan yobanashinya

    BalasHapus