Buku Gambar
oleh Kaori Hikari
Dia selalu dan selalu menggambar. Tiada waktu aku pernah melihatnya tanpa buku gambar. Biarpun begitu kamu tidak pernah memperlihatkan gambaranmu kepada siapapun. "Suatu hari nanti akan kuperlihatkan kepadamu." katamu, dan sekarang aku melihat buku-buku gambar ini...di sampingmu yang terbaring di ranjang putih Rumah Sakit.
Genre : Romance, Hurt, Comfort
Pairing : Haruka x Takane
MC : Takane Enomoto
Other : Haruka Kokonose
*ting* suara pintu otomatis terbuka. Masuklah seorang gadis remaja
berambut hitam kuncir dua, bermata hitam, dan berkulit putih ke dalam
sebuah Rumah Sakit sambil membawa sebuah tas tangan. Dia lalu berjalan
ke resepsionis dan memberikan kartu tanda penjenguknya ke suster yang
menjaga di dalam. Suster itu mengambil kartunya dan berkata.
"Anda ingin menjenguk pasien ruang 107, iyakan?"
Gadis
itu mengangguk. Setelah suster itu menulis beberapa hal di bukunya. Dia
mengembalikan kartu gadis. Gadis itu lalu berjalan kesebuah lift. Di
saat dia berjalan melewati lorong menuju lift dia mendengar suara
suster-suster yang berbisik-bisik.
"Hei, lihat, dia menjenguk laki-laki itu lagi." kata suster yang satu. Suster yang lainnya mengangguk dan lalu menjawab kata suster tersebut.
"Iya,
bukankah sudah 2 tahun lelaki itu disini? Dia masih saja menjenguk
laki-laki itu. Padahal keluarga lelaki itu sendiri tidak datang lagi
kesini."
"Laki-laki itu sangat beruntung mempunyai gadis yang sangat sabar seperti dia."
Mendengar
perkataan para suster itu sang gadis hanya bisa geleng-geleng kepala.
Dia meneruskan perjalanannya menuju lift dan menaiki lift tersebut.
*ding* bunyi lift yang berhenti di lantai 4 Rumah Sakit.
Dia melewati
lorong dan sampai di depan pintu dengan nomor kamar 107. Lalu dia
menghela napas dan membuka kamar itu. Dia memasuki ruangan itu dan
menutup pintunya kembali.
Ruangan itu berwarna serba putih dengan toilet
di dekat pintu masuk kamar. Ranjangnya pun berwarna putih dan disamping
ranjang terdapat jendela yang bergorden biru.
Gadis itu berjalan menuju
jendela dan membukanya agar angin dan cahaya matahari bisa masuk ke
dalam kamar tersebut. Gadis itu lalu menghadap ke ranjang.
"Pagi, Haruka." katanya kepada lelaki yang tertidur di ranjang.
Lelaki
itu berambut hitam, kulitnya pucat, di bawah matanya ada titik hitam
tahi lalat, dan tangannya tersambung ke berbagai kabel. Kabel itu lalu
menyambung ke IV dan alat pendeteksi jantung dan alat lainnya. IV yang
terus menetes dan alat pendeteksi jantung yang berbunyi datar
menunjukkan lelaki itu hidup.
Gadis itu lalu duduk di samping ranjang
dan membuka tas yang dia bawa tadi. Di dalam tas itu, dia mengeluarkan
beberapa buku gambar yang sudah kusam.
"Tidak kusangka sudah 2 tahun berlalu sejak kamu menjadi seperti ini."
Dia lalu membuka sebuah buku gambar yang kecil dan terlihat paling kusam dan tua. Dia lalu meneruskan perkataannya.
"Lihat, ini adalah gambaranmu saat kamu kecil."
Dia
melihat berbagai gambaran yang ada di dalam buku gambar tersebut. Lalu
dia berhenti di sebuah gambaran. Di gambar tersebut dia melihat seorang
gadis kecil duduk di bawah pohon yang rindang, di depannya ada bocah
lelaki yang mengulurkan tangannya kepada gadis itu. Dia tertawa kecil
saat melihatnya.
"Hahaha, bukankah ini saat kita pertama kali bertemu?" katanya. Dia lalu melihat gambar itu dan mulai mengingat masa lalu.
(ᴗ˳ᴗ)
Di
sebuah taman, dimana banyak anak-anak bermain satu sama lain, ada
seorang gadis kecil yang duduk sendirian di bawah pohon. Dia tidak ikut
bermain bersama anak-anak lainnya, dia hanya melihat mereka melakukan
berbagai hal konyol.
'Benar-benar kekanak-kanakan.'
Dia tidak terlalu suka berada di taman melihat anak-anak
sebayanya bertingkah seperti orang bodoh. Tetapi dia tidak ingin kembali
ke rumahnya sekarang.
Tiba-tiba, pohon di atasnya bergetar dan
dia dikejutkan dengan bocah laki-laki yang bergelantungan di pohon yang
dia sandari. Bocah itu menyimpan buku gambar yang dia pegang ke dalam
tasnya dan menyapa gadis kecil itu sambil bergelantungan di atas pohon.
"Hei!" sapa bocah itu dengan senyum. Tetapi gadis kecil itu hanya menatapnya dengan datar dan tidak membalas sapaan bocah tadi.
"Hei, kataku!" ulang bocah itu.
Gadis
kecil itu mencoba tidak menghiraukan bocah yang lainnya, tapi itu tidak
berguna karena bocah itu tidak berhenti mengucapkan sapaannya. Akhirnya
gadis itu menyerah dan menyapa balik bocah itu.
"Hei..." kata gadis itu dengan tidak semangat.
Bocah itu senang mendengar balasan dari lawan bicaranya itu.
"Akhirnya kamu menjawabnya! Kupikir tadi kamu itu bisu atau tuli, hehe!" kata bocah lelaki itu dengan girang.
"Jadiiiii,
kenapa kamu sendirian disini?"
Gadis kecil itu asalnya
ingin tidak menghiraukan bocah itu, tetapi dia berpikir jika bocah itu
terus-menerus mengulang kata-katanya seperti tadi lebih baik dia
menjawabnya.
"Karena aku tidak ingin bermain dengan anak-anak." katanya dengan monoton.
"Bukankah kamu juga anak-anak?"
Gadis itu menatap bocah itu dengan datar dan kembali menjawab.
"Aku berbeda."
"Berbeda seperti apa? Dari penglihatanku kamu sama seperti mereka?"
Gadis kecil itu lalu menghela napas dan menjawab.
"Jelas
beda. Mereka hanya monyet-monyet yang tidak punya otak yang hanya bisa
bermain. Tidak sepertiku."
Pikiran gadis kecil itu langsung mengarah
kepada permasalahan-permasalah di rumahnya, seandainya dia tidak
mempunyai penyakit menjengkelkan ini...dia mungkin akan sama seperti
mereka
"...Wow. Kata-kata yang kasar untuk anak kecil yang cuma
duduk di bawah pohon dan termenung. Apa selanjutnya? Mengatakan kalau
orang dewasa itu mempunyai otak udang?" kata bocah itu dengan nada
bercanda.
Dia pun turun dari pohonnya dan berdiri di depan gadis
kecil itu. Dia mengulurkan tangan kanannya kepada gadis kecil itu dan
mengatakan.
"Aku Haruka Kokonose, panggil aku Konoha yah! Salam kenal."
Dengan
senyuman yang cerah, Haruka menunggu gadis itu mengenalkan diri juga.
'Namanya Haruka Kokonose kenapa dipanggil Konoha?! Apa hubungannya??!' batin gadis itu.
Gadis itu melihat 'Konoha' tidak berhenti menunggunya memperkenalkan diri-biarpun sudah jelas dia tidak ingin. Akhirnya menyerah dan mengatakan namanya.
"Namaku Takane Enomoto."
Setelah mendengar kata-kata Takane. Haruka berpikir sejenak lalu memerengkan kepalanya tanda bertanya-tanya.
"Takaneh Enolmolto...? Namamu aneh."
Mendengar jawaban Haruka, Takane langsung bermuka kesal, lalu dia pun berdiri dan menjitak kepala Haruka dengan keras.
"Adoow. Sakiiiiiit!" Haruka mengusap-ngusap bagian kepalanya yang tadinya di jitak.
"Namaku itu Ta-ka-ne E-no-mo-to. Takane Enomoto! Bukan Takaneh Enolmolto! Dasar monyet!" jawabnya dengan kesal.
"Heeeeeh?
Aku bukan monyet! Namamu terlalu susah di eja sih! Kupanggil Ene aja
yah!" kata Haruka dengan girang. Takane hanya menghela napas dan
menjawab Haruka.
"...terserah apa yang kamu mau...monyet."
Takane
lalu berjalan menjauh dari Haruka. Tetapi sebelum dia sempat melakukan
itu, Haruka menangkapnya dan menariknya ke jungkat-jungkit. Takane
protes terhadap Haruka tetapi pada akhirnya mereka berdua bermain
bersama.
ヾ( ̄ー ̄)X(^∇^)ゞ
"Setelah itu kamu mengajakku bermain sampai akhirnya aku ditemukan dan dibawa pulang oleh orangtuaku."
Takane
tenggelam ke dalam kenangan-kenangannya dulu. Dia membalik helai demi helai kertas buku gambar itu. Setelah habis, dia mengambil buku
gambar yang lainnya dan kembali membuka dan melihat isinya.
"Setelah itu entah kenapa aku selalu pergi ke taman itu dan entah mengapa pula aku terus menunggumu di bawah pohon itu."
Takane
pun mengingat dirinya yang masih kecil duduk di bawah pohon di taman
itu dan menunggu datangnya sang bocah lelaki bodoh seperti monyet yang
salah menyebut namanya tersebut. Mereka tidak pernah berjanji untuk
bertemu, tetapi mereka pasti selalu menunggu satu sama lain di bawah
pohon itu. Mungkin itu karena mereka...berteman, iyakan?
"Aku lalu meminta pada orang tuaku untuk bersekolah ditempat yang sama denganmu."
Dia membalik kertas buku gambar tersebut.
"Tetapi
karena itu hanya SD Umum tanpa fasilitas yang sehat. Aku tidak
diperbolehkan..."
Dan dia kembali membalik kertas ke halaman
selanjutnya.
"Karena itu aku ngambek dan tidak mengikuti pelajaran
dari guru privatku. Aku akan lari ke taman itu terus-menerus."
Membalik
halaman ke halaman lainnya
"Akhirnya mereka menyerah dan mengikuti keinginanku."
Dia lalu berhenti di selembar halaman.
Di
kertas tersebut terlihat seorang putri yang tertidur di peti mati yang
mewah. Di sampingnya ada seorang pangeran yang mencium dahi putri
tersebut.
"Yang ini...pentas drama di SD dulu. Pentas drama yang sangat 'luar biasa', huh?"
(ノ≧∀≦)ノ
Di
dalam sebuah kelas. Para murid berkumpul di depan. Mereka sedang
berdiskusi satu sama lain. Ketua dari kelas itupun mengetuk-ngetuk meja
untuk mendapatkan perhatian dari teman sekelasnya.
"Jadi sudah diputuskan?" suara 'iyaaaaa' terdengar menggema di kelas itu.
"Untuk pentas drama kita akan memainkan 'Putri Salju'. Tidak ada yang keberatan?" suara 'tidaaaak' menggema.
"Bagus!
Kalau begitu sudah diputuskan! Kido!"
Setelah dipanggil namanya Kido
pun maju ke depan. Dia membawa kotak yang ada lubang ditengahnya. Lalu
dia mengumumkan.
"Agar tidak ada yang protes saat dirinya tidak
dipilih. Kita akan mengundi siapa dapat peran apa! Ingat yah, kalian
tidak bisa bertukar peran dengan yang lain!" katanya dengan nyaring.
Kido pun keliling kelas. Satu per satu siswa mengambil isi dari kertas
tersebut sambil berdebar-debar. Setelah semuanya telah dapat mereka pun
membuka kertas mereka masing-masing. Keributan langsung menyerang kelas.
"Yaaah. Kok jadi pohon sih?"
"Kamu dapat apa?"
"Hei! Aku jadi kurcaci!"
Kebisingan berlanjut dalam kelas. Ketua kelas lalu kembali mengetuk-ngetuk meja dan berkata.
"Naah.
Karena sekarang kalian telah mendapatkan peran kalian tidak ada yang
boleh tukaran! Jadi, siapa yang mendapat peran pangeran? Angkat tangan!"
Setelah itu seseorang mengangkat tangannya. Semua mata langsung menatap orang itu dan kebisingan langsung meledak di kelas itu.
"Ehhhh? Enomoto yang jadi pangeran? Tapi kan dia cewe?" kata seorang murid di kelas itu.
"Ohhh. Kejadian tidak terduga. Jadi bagaimana dengan sang putri? Siapa yang jadi si putri?" tanya ketua kelasya.
Satu buah tangan mencuat ke atas, saat semuanya melihat siapa yang angkat tangan mereka langsung berbicara satu sama lain.
"Huuuah ada apa ini? Enomoto jadi pangeran dan Kokonose jadi putri? Enggak terbalik tuh?"
"*ptfff* Huahahahaha, yang jadi pangeran cewe dan yang jadi putri cowo. Hahaha!" tawa ketua kelas meledak.
"Hei!
K-ketua kelas, bisakah kami bertukar peran saja?" tanya Takane dengan
agak gugup. Tapi ketua kelas hanya menyilangkan tangannya tanda tidak
boleh.
"A a a. Tidak boleh. Kau dengar peraturannya."
"Tapikan...!"
Sebelum Takane bisa melanjutkan protesnya punggungnya di tahan oleh
seseorang. Saat dia berbalik, dia melihat Konoha lah yang memegangnya.
"Tenang
saja, Ene! Aku akan berusaha menjadi putri yang baik! Kamu juga jadi
pangeran yang baik yah!" katanya dengan mata yang berbinar. Melihatnya,
Takane hanya bisa sweat drop dan berteriak.
"BUKAN ITU MASALAHNYAAAAAAA..."
Ψ(`▽´)Ψ
"Itu benar-benar serasa seperti neraka...tapi kalau dipikir-pikir Konoha imut juga memakai gaun."
Sekali
lagi Takane tenggelam ke dalam kenangannya. Dia mengingat ketua kelas
yang sangat bersemangat memeriahkan drama tersebut. Protes dirinya yang
tidak didengar. Konoha yang sangat bersemangat memainkan perannya.
Saking semangatnya, pada adegan sang putri dibangunkan, Konoha benar-benar ingin Takane menciumnya di BIBIR. Tapi dirinya tentu saja tidak berani dan hanya mencium dahi Konoha.
"Oh, iya...penyebab kamu jadi sangat antusias dengan drama itu...adalah karena kamu sangat menyukai dongeng 'Putri Salju' kan?"
Setelah
pentas berakhir, Takane mengingat Haruka mengatakan bahwa dongeng
'Putri Salju' adalah dongeng favoritnya. Karena dulu dia sering
dibacakan dongeng itu sebelum tidur oleh ibunya.
"Sungguh ironis. Sekarang kamu sudah menjadi sama seperti putri dari dongeng yang sangat kamu sukai itu. Tertidur selamanya."
"Hei.
Pada dongeng putri salju...sang putri yang tertidur terbangun oleh
ciuman sang pangeran, kan?" tanyanya pada Haruka. Lalu dia mulai
mendekatkan wajahnya ke pada teman kecilnya.
"Jika aku menciummu
sekarang...apakah kamu juga akan bangun? Sama seperti di dongeng?"
Takane menghatupkan bibirnya kepada bibir Konoha. Setelah beberapa detik
dia lalu melepaskannya dan menunggu reaksi dari sang lelaki. Tetapi Konoha hanya diam...tidak bergerak...dan tidak membuka matanya.
"Tidak mungkin itu terjadi, huh?"
Dia mengembalikan buku gambar tersebut dan mengambil buku gambar yang lainnya.
"Kamu banyak sekali menggambar yah? Buku gambarmu sudah sebanyak 6? 13? 20? Sangat banyak."
Takane
lalu mengingat Haruka. Konoha itu...tidak pernah lepas dari buku
gambarnya. Dia selalu membawanya kemana-mana, dan dia tidak pernah
memperbolehkan siapapun melihatnya. Bahkan kepada teman kecilnya sekali
pun...
"Dulu saat kutanya isiya apa...kamu menjawab..."
(个_个)
"Ini adalah buku diaryku!"
"...eh?" Takane menatap Konoha dengan aneh. Konoha pun mengulang kata-katanya
"Kubilang ini adalah buku diaryku! Makanya aku tidak mau siapapun melihatnya!"
"Tapi itu...adalah buku gambar." jawab Takane dengan bertanya-tanya.
Itu karena buku yang di pegang Konoha adalah buku gambar. Bukan buku diary.
"Memang!
Aku menggambar keseharianku di dalam buku gambar! Karena aku tidak
terlalu pandai menulis, ibuku bilang aku bisa menggambarkannya, karena
aku suka menggambar!"
"Oooh. Jadi karena itu kamu selalu membawanya kemana-mana..."
"Yup! Dan karena itu juga aku tidak pernah memperlihatkannya kepada siapapun, bahkan pada ayahku!"
Mereka terdiam untuk sebentar, sampai akhirnya Konoha memecahkan keheningan tersebut.
"Tapi...suatu hari nanti...aku akan memperlihatkannya kepadamu...Ene."
"...eh? Kepadaku? Tapi katamu kau tidak ingin memperlihatkannya kepada siapapun...?"
"Itu karena...Ene spesial..."
(゜◇゜)
"Saat aku mendengar kata itu aku langsung bertanya padamu apa maksudnya...tapi kamu selalu menghindarinya..."
Terus-menerus
dia membuka helai demi helai dari buku gambar itu. Berhenti di beberapa
gambar dan mengingat kejadian yang terjadi di gambar tersebut. Terus
menerus dan terus menerus. Tanpa henti dia melihat gambar-gambar dari
buku-buku gambar tersebut. Sampai pada akhirnya hanya satu buku gambar
yang tersisa.
"Aku tidak pernah membuka buku gambar yang ini."
"Karena
kamu menuliskan kepadaku kalau aku hanya bisa membuka buku ini jika aku
sudah mengerti penyebab kamu...menjadi seperti ini."
Dan dengan
itu, kembali dia buka buku gambar penuh kenangan tersebut. Dia lalu
melihat sebuah gambar yang menggambarkan seorang remaja yang duduk di
ayunan di taman yang disinari dengan matahari senja sedang...menangis.
"Ini...pada waktu itu, kan?"
ヾ(´・ ・`。)ノ”
Setelah
pulang sekolah...para remaja pemuda pemudi keluar dari tempat belajar
tersebut. Mereka semua pulang ke tempatnya masing-masing. Tetapi, ada
satu orang yang masih belum pulang. Dia adalah Takane. Dia berjalan
melalui area perbelanjaan menuju taman yang sudah sangat sering dia
datangi.
'Ah...padahal aku sudah SMP, masih saja ke taman ini'
Setelah beberapa lama dia sampai ke taman kenangan itu. Tapi ternyata
dia sudah ke duluan orang lain dan orang lain itu adalah orang yang
sangat dia kenal.
'Haruka...sedang apa dia disini?'
Takane melihat Haruka yang duduk di ayunan sambil memegang buku gambar.
Di tangan kanannya dia memegang pensil. Tapi dia tidak menggambar, dia
hanya melihat ke arah matahari terbenam.
Wajahnya tersinari oleh
matahari senja membuat dirinya seperti disinari dengan cahaya yang
ajaib, pada saat itu langsung terbesit di kepala Takane 'Konoha..dia seperti...malaikat.'
Setelah dia berpikir seperti itu dia langsung sadar dan menyangkal kata-katanya yang tadi 'Bicara apa aku tadi! Konoha itu temanku! Hanya teman!'
Tetapi saat dia kembali melihat Konoha dia kembali berpikir itu.
'Kalau
dipikir-pikir...Konoha memang sudah seperti malaikat bagiku. Seandainya
dia tidak datang kepadaku di taman itu...mungkin aku akan menghabiskan
hidupku belajar sendirian di kamar yang sepi itu.'
Karena
memang itulah jalan hidupnya yang seharusnya. Karena penyakit aneh yang
menggrogotinya ini, dia tidak diperbolehkan keluar. Guru-guru privat
yang mahal sudah disiapkan oleh orang tuanya.
Tetapi guru-guru privat
tersebut kalah dengan Konoha. Karena Konoha dapat mengajarkan hal yang
tidak akan pernah bisa mereka ajarkan, yaitu adalah...persahabatan dan kasih sayang.
'Konoha...terima
kasih telah masuk ke kehidupanku. Terima kasih telah datang untukku
pada waktu itu. Terima kasih...untuk semuanya.' lalu dia melanjutkan pikirannya
'Konoha...tidak, Haruka...mungkin...aku sudah tidak memikirkanmu sebagai teman kecil lagi...tetapi sebagai...' dia tidak menyelesaikan pikirannya. Hanya berhenti disitu.
Akhirnya
dia berhenti dari lamunannya dan bermaksud menyapa Konoha dan bertanya
kenapa dia berada disitu. Tetapi pada saat itu dia melihat...dia melihat
setetes air yang mengalir dari mata Konoha, air tersebut berkilau
disinari matahari senja, lalu disusul dengan air mata lainnya.
'Apakah Konoha...menangis?'
Melihat
itu Takane kebingungan. Karena dia tidak pernah melihat lelaki
hyperactive tersebut seperti itu, jangankan menangis, murung saja tidak
pernah.
'Apa yang harus kulakukan?'
Dia mencoba
memikirkan kata-kata untuk menenangkan teman kecilnya itu. Dia tidak
berpengalaman dalam hal seperti ini, apalagi dengan teman kecilnya.
Berpikir dia tidak bisa berbuat apa-apa. Dia berjalan pergi dari tempat
itu dan pulang.
(;*´Д`)ノ
"Seandainya...seandainya
aku bisa melakukan sesuatu untukmu pada saat itu." kata Takane dengan
sedih.
Dia hanya bisa menyesali perbuatannya yang bodoh yang tidak bisa
membantu teman kecilnya tersebut.
"Aku terlambat menyadarinya. Aku
terlambat...menyadari kesedihanmu...dan inilah hukumannya."
Dia lalu
melihat ke teman kecilnya yang terbaring di tempat tidur. Dia terlihat
seperti tertidur dengan pulas. Tenang...seperti tidak mempunyai beban
apa-apa. Takane pun membelai pipi yang pucat itu.
"Kamu...penyebab
dirimu menangis pada saat itu...adalah karena dokter sudah
memvonismu...akan mati"
Takane melanjutkan kata-katanya
"Kamu
sudah lama memiliki penyakit yang tidak dapat disembuhkan. Belum lagi
penyakit itu bisa tiba-tiba menyerang. Kamu sering keluar-masuk rumah
sakit untuk periksa...sampai pada akhirnya dokter memvonis
penyakitmu...dapat membuatmu mati."
Dia menghela napas dan
mengeluarkannya kembali.
"Dasar bodoh! Kenapa kamu tidak pernah
mengatakan itu kepadaku?! Apakah kamu tidak mempercayaiku?!"
Muka Takane
merah karena marah, matanya berkaca-kaca, dan suaranya serak setelah
dia meneriakkan perasaannya.
"Aku tau kamu tidak ingin menyusahkan
orang lain dengan masalahmu, tetapi aku ini temanmu!"
Lalu dia
menangis...menangis dan menangis.
"Kamu...kamu menyembunyikan masalahmu di balik senyuman dan keceriaanmu. Dan dengan bodohnya aku tidak menyadari itu!"
"Sampai...sampai pada akhirnya kamu menjadi seperti ini.....!"
(;*△*;)
"Aah, hari ini hujan lagi..."
Sekarang
sedang istirahat. Siswa-siswi bertebaran kemana-mana. Tetapi karena
sedang hujan, tidak ada yang pergi keluar. Lalu dia melirik ke bangku
disamping kirinya yang dekat jendela.
'Konoha tidak turun lagi hari ini.'
Sudah dua hari lelaki itu tidak turun sekolah. Saat di SMS
dia tidak menjawab dan saat di telpon dia tidak mengangkat. Itu membuat
teman kecilnya khawatir.
'Ada apa dengan Konoha, yah? Biasanya dia mengatakan sesuatu kepadaku jika tidak turun.'
Dia menghela napas. Dengan tidak sengaja, dia mendengar sekelompok gadis menggosip.
"Hei. Kau tau? Tentang Kokonose?"
"Iya
aku dengar. Tidak kupercaya. Kasihan yah."
Biasanya, dirinya tidak
begitu tertarik dengan gosip-gosip, tetapi mendengar nama Konoha dia
jadi tertarik. Karena itu dia mendatangi kedua gadis itu bermaksud untuk
bertanya.
"Hai, kalau aku boleh tau. Apa yang kalian bicarakan?"
Kkedua gadis yang berbicara itu terkejut tiba-tiba ada seseorang yang
masuk kepembicaraan mereka. Lalu gadis itupun menjawab.
"Eh? Um, itu, soal berita pagi ini. Tentang Kokonose."
"Konoha?"
"Eh...? Ummm bukan, ini soal Kokonose. Katanya dia masuk rumah sakit."
"Oh."
'Check-up biasanya yah? Pantas saja dia tidak turun...tapi kenapa dia tidak memberitauku...?'
"Katanya penyakitnya tambah parah."
"Huh?" mendengar itu, perasaan Takane mulai menjadi tidak enak.
"Itu benar. Kudengar dia tidak bisa sekolah lagi karena penyakitnya." lanjut teman gadis yang satunya.
"Kudengar tiga hari yang lalu dia tiba-tiba pingsan. Orang tuanya lalu mengantarkannya ke RS dan setelah itu dia dirawat inap"
"Itu...apakah gosip itu benar?" tanya Takane dengan sedikit khawatir.
"Eh? Um, gak tau sih, tapi Kokonose sudah tidak turun selama 2 hari, kan? Sepertinya gosip itu benar." kata gadis itu.
"...dimana." gumam Takane.
Kedua gadis itu lalu melirik ke Takane sambil bertanya. "...eh?"
"Dimana Rumah Sakit yang merawat Konoha!" tanya Takane dengan nyaring.
Kedua
gadis itu terkejut mendengarnya dan agak kebingungan. Tetapi mereka
menjawab pertanyaan itu. Dalam sekejap, Takane langsung mengemasi
barang-barangnya dan berlari keluar.
"Tunggu! Enomoto kamu mau kemana?! Sekolah masih berjalan dan diluar hujan!" tanya salah satu guru yang dilewati Takane.
"Aku tidak peduli!"
Dia
lalu berlari dan berlari ke tempat Rumah Sakit itu berada. Tidak peduli
jika dirinya basah kuyup diselimuti hujan. Sambil memohon gosip itu
tidak benar, dia berlari melewati hujan.
Sesaat dia sampai di
Rumah Sakit tersebut dia langsung pergi ke resepsionis. Di saat suster
itu bertanya nama pasien yang ingin didatangi, dengan ragu Takane
mengatakan nama asli Konoha Sementara sang suster mencari nama pasien tersebut, Takane berharap dan berharap kalau nama itu tidak ada disini, tidak dirawat disini, tidak mati disini.
"Haruka Kokonose. Laki-laki. 17 tahun. Ruang 107."
Takane
langsung terbelalak. Pikirannya langsung buyar.
'Tidak mungkin, kan?
Tidak mungkin gosip soal dia
tidak bisa sekolah lagi itu benar, kan?
Pasti Konoha cuma...cuma
chek-up!
Ya! Cuma check-up saja! Setelah selesai Konoha akan datang
kepadanya sambil minta maaf tidak bisa memberitau Takane tentang
ketidakhadirannya dan seperti biasa Takane akan memarahinya karena tidak
menjaga dirinya baik-baik.
Iyakan!'
Bersamaan dia memikirkan hal tersebut dia sampai di depan ruangan 107. Mengumpulkan keberaniannya, dia membuka pintu ruangan itu, dan yang dia lihat adalah...
Teman
kecilnya yang terbaring dengan lunglai diatas ranjang dengan
sambungan-sambungan kabel.
Disamping ranjang itu terdapat para suster
yang sedang mengecek pasien.
"Tidak...mungkin..." bisiknya dengan pelan.
Setelah sadar dari shoknya dia langsung berlari menuju teman kecilnya tersebut.
"Konoha...Konoha!" Teriaknya.
Tanpa
peduli pada larangan para suster untuk tidak mendekati pasien. Dia
terus-menerus memanggil nama teman kecilnya tersebut.
Dia tidak percaya
melihat teman kecilnya seperti ini.
Melihat teman kecilnya terlihat
seperti orang mati.
Tidak percaya.
TIDAK PERCAYA!
"Ayolah, jangan bercanda, bangunlah! Konoha!"
Dia
menggoyang-goyang teman kecilnya dengan keras. Tapi tetap saja lelaki
itu tidak bangun-bangun. Akhirnya para suster berhasil melepaskan Takane
dari Konoha dan memaksanya keluar ruangan.
"Ini tidak mungkin...HARUKA!"
Setelah
dia dikeluarkan dari ruangan Haruka. Takane tidak dapat berhenti
menangis. Dia terus bertanya-tanya dalam pikirannya mengapa Konoha bisa
seperti itu.
Lalu seorang dokter menemuinya. Dia mengatakan Haruka
dengan ajaib masih hidup setelah terkena serangan penyakitnya. Tetapi
karena penyakit Haruka menyerang salah satu syaraf otaknya. Haruka
mengalami koma. Saat Takane mendengar hal tersebut Takane menjadi shok.
Kejadian
itu benar-benar membuat Takane terpukul. Dia membolos sekolah dan tidak
keluar dari kamarnya. Orang tuanya sudah melakukan berbagai cara agar
dia bisa kembali seperti dulu. Tetapi semuanya percuma. Takane tetap
mengurung dirinya di kamar.
Berminggu-minggu berlalu. Takane tetap
tidak keluar kamarnya. Orang tuanya menyerah untuk menyuruh anak mereka
keluar dan akhirnya membiarkannya saja. Sampai pada akhirnya sebuah
kiriman datang.
Asalnya Takane tidak ingin menerimanya, tetapi
saat dia melihat pengirimnya. Dia buru-buru mengambilnya dan membukanya.
Di dalam kiriman itu ada banyak buku-buku gambar yang sudah tua. Diatas
buku gambar tersebut, terletak sebuah surat. Takane pun membacanya.
Hei Ene! Bagaimana kabarmu? Baik-baik saja kan!
Kalau kamu menerima surat ini mungkin aku sudah tidak ada lagi disini
Kamu mungkin agak terkejut dengan hal ini. Karena aku mengrahasiakannya darimu
Tapi aku mempunyai alasanku sendiri!
Karena itu maafkan lah aku, Ene...
Oh iya! Kalau kamu bingung apa yang kukirim ini, ini adalah diary-diaryku!
'Kan aku pernah bilang kepadamu kalau kamu akan kuperlihatkan
Jadi baca yah!
Tetapi jangan lihat buku gambar yang terakhir!
Bacalah itu setelah kamu mengerti kenapa aku merahasiakan ini , oke?
Setelah
membaca surat dari temannya tersebut. Takane pun mulai menangis. Dia
menangis dan menangis tanpa henti sambil berteriak 'Konoha bodoh'
terus-menerus. Saat dia mulai menjadi tenang dan berhenti menangis lagi
dia melihat ada tulisan yang sangat kecil di bawah surat.
Memang tidak benar untuk aku menuliskan ini saat aku tidak dapat lagi bersamamu
Tapi...kumohon biarkan aku menga maksudku menuliskan ini
Takane...sebenarnya aku..dari dulu...telah
menyukaimu
。:゚(。ノω\。)゚・。
"Kamu terlambat mengatakannya, dasar bodoh." lalu Takane melanjutkan perkataannya
"Tetapi
aku lebih bodoh lagi karena aku tidak pernah mengatakannya kepadamu."
Takane mendekati telinga Haruka dan membisikkan kepada lelaki yang koma
tersebut kata-kata terindah.
"Konoha, tidak, Haruka, aku juga, sejak SMP menyu-
bukan, sudah bukan suka lagi...aku...mencintaimu."
Dia menatap wajah
lelaki yang dia cintai sejak lama itu dengan dalam.
"Karena itu
aku tidak akan pernah menyerah untuk menanti hari dimana engkau membuka
matamu lagi."
Takane berdiri ke depan jendela dan melihat ke langit biru
yang luas.
"Dan agar aku tidak hanya diam menanti. Aku akan
menjadi dokter...dokter spesialisasi otak..."
Takane melihat langit biru
yang cerah dengan senyuman yang lebar.
"Dan mungkin di masa depan.
Aku dapat menemukan cara agar kamu bisa terbangun dari tidurmu."
Takane
lalu berjalan keluar ruangan tetapi sebelum itu dia berkata pada
Haruka.
"Jadi sampai waktu itu tiba. Sampai jumpa."
φ(◎◎へ)
*Saat bagian penjelasan pas namanya berubah dari Haruka menjadi Konoha, itu berarti lagi P.O.V Takane. Kalo gak ngerti gak apa-apa, authornya aja gak ngerti penjelasan diri sendiri
Okeeeee, ini dia, repos Buku Gambar dengan sedikit editan dari versi fanfiction.netnya! Biarpun saya juga akan mempos fic saya disini, saya akan tetap mempos di fanfiction.net duluan!
Ngepos fanfic juga bisa disini! Ramaikanlah forum ini!(jadi admin setengah hati, cuma mau bantu teman aja sih.) http://acenice.forums.vg/f32-fanfiction
Please Leave R&R
Ngepos fanfic juga bisa disini! Ramaikanlah forum ini!(jadi admin setengah hati, cuma mau bantu teman aja sih.) http://acenice.forums.vg/f32-fanfiction
Please Leave R&R
nangis loh baca ini;_;
BalasHapusBuat lanjutannya dong ;-; pengen baca lanjutannya... ;-;
BalasHapus(Q.Q) Uahh.. nyeseknya.
BalasHapusbikin versi AyaShin juga donk :'(